Saatnya Mubaligh Kembali ke Rumah ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Bulan Ramadhan saat yang tepat untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Sebab Ramadhan adalah momentum untuk saling tolong-menolong terhadap sesama dan saling ingat-mengingatkan menuju jalan taqwa.
Karena itu Ramadhan menjadi bulan yang identik dengan kesibukan para aktivis (baca mubaligh) persyarikatan untuk menebar kebajikan. Yakni mengajak yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Berdakwah meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan melaksanakan perintah berpuasa.
Sudah lazim bagi para mubaligh bila Ramadhan tiba. Mereka susah meluangkan waktu untuk keluarga. Sebelum Subuh harus cepat-cepat ke masjid untuk menjadi imam dan penceramah.
Sebelum Dhuhur sudah di tempat lain untuk memberikan pengajian atau ceramah Ramadhan. Setelah Dhuhur sudah harus berada di amal usaha Muhamamdiyah (AUM) untuk menyampaikan materi Baitul Arqam atau kajian Ramadhan.
Sesudah Ashar sudah bersiap memberikan tausiah kajian jelang berbuka puasa. Saat Isya sudah harus berada di masjid untuk menjadi imam Tarawih dan kultum dilanjut tadarus.
Virus Corona Kembalikan ke Rumah
Tapi Ramadhan 1441 Hijriah ini berbeda dengan sebelumnya. Karena terjadi pandemi Covid-19, maka ibadah Ramadhan kali ini harus dilakukan di rumah. Itu sesuai maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Bagi sebagian mubaligh, hal ini diraskan tidak nyaman karena membatasi dahwah dan tatap muka dengan jamaahnya.
Tapi selalu ada hikmah di balik peristiwa. Dalam keadaan darurat Covid-19, saatnya para aktivis: pimpinan, mubaligh, atau kader banyak tinggal di rumah untuk muhasabah. Juga menjalin komunikasi dengan keluarga yang selama ini cenderung sering ditinggalkan.
Saatnya, menyatukan hati dengan suami-istri dan anak anak yang cenderung beraktivitas sendiri-sendiri untuk menjadi satu komunitas dalam pendidikan keluarga.
Ramadhan di Rumah sebagai Kaderisasi
Pendidikan kader dalam keluarga itu penting sekali. Stay at home bisa dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan keagamaan di rumah.
Shalat Tarawih berjamaah di rumah bisa menjadi ajang anak yang sudah mahasiswa atau SMA untuk menjadi imam. Si anak bisa juga dikader jadi mubaligh dengan membiaskan berceramah, meski dengan tema ringan.
Anak-anak kita arahkan agar mempunyai keberanian menyampaikan ayat-ayat Allah. Karena di tangan merekalah masa depan persyarikatan dipegang.
Para aktivis dapat mereview kembali dalam keluarga tentang pengertian dan hahikat puasa. Baik dari segi fkih maupun filosofi. Apa syarat sah puasa, siapa yang boleh meninggalkan puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, amalan-amalan yang disunnahkan selama puasa, hingga tujuan puasa.
Juga keutamaan bulan puasa, infa dan sedekah, zakat fitrah, Nuzulul Quran, atau makna Idul Fitri.
Selama beribadah di rumah bisa dimanfaatkan untuk tadarus bersama, bergiliran membaca al-Quran. Di akhir tadarus dicuplikkan ayat terkait dengan pesan-pesan moral untuk memperkokoh pendidikan kader dalam rumah tangga.
Tidak hanya itu, selama stay at home bapak-bapak dapat membantu pekerjaan rumah yang selama ini hanya dikerjakan istri. Lebih seru lagi, bila satu keluarga kompak bikin makanan dan dinikmati bersama atau disedekahkan pada tetangga.
Saatnya, Ramadhan 1441 Hijriah para aktivis persyarikatan tinggal di rumah bersama keluarga untuk merajut kebersamaan dan melakukan proses kaderisasi.
Saatnya mubaligh kembali ke rumah! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.