PWMU.CO – Potensi perbedaan Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi pada tahun 2016, akhirnya tidak terjadi. Hal itu setelah pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa hari raya Idul Adha 2016 akan jatuh pada Senin 12 September, sama dengan Muhammadiyah maupun Kementerian Agama RI.
(Baca juga: 6 Adab Menyembelih Hewan Qurban)
Keputusan ini diambil Pemerintah Saudi setelah otoritas keagamaan di kerajaan tidak dapat menyaksikan hilal (rukyah) pada 1 September kemarin.
Sebelumnya, kemarin (1/9) PWMU.CO menurunkan berita “Hilal Tak Terlihat di Indonesia, Ada Potensi Idul Adha Beda dengan Arab Saudi”. Potensi perbedaan ini dikarenakan kalender Ummul Qura yang disusun oleh Arab Saudi berdasarkan hisab hakiki telah menunjukkan tanggal 2 September 2016 sudah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah. Sementara keputusan pemerintah Saudi berdasarkan rukyah menetapkan awal bulan Dzulhijjah 1437 H jatuh pada 3 September 2016.
(Baca juga: Idul Adha Jatuh pada 12 September 2016 dan Bersamaan! dan Urunan Lebih 7 Orang, Tetap Sah sebagai Ibadah Qurban)
“Menurut Kalender Ummul Qura, awal Dzulhijjah 1437 H jatuh pada hari Jum’at, 2 September 2016 ini. Sebab, pada Kamis kemarin, konjungsi bulan dan matahari atau ijtima’ telah terjadi sebelum matahari tenggelam di Mekah, dan bulan tenggelam setelah matahari. Saat matahari tenggelam, posisi piringan bulan juga berada di atas ufuk meski ketinggiannya juga masih sangat rendah,” jelas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Nadjib Hamid MSi.
Yang patut diketahui lagi, tambah Nadjib, Kalender Ummul Qura adalah kalender resmi yang digunakan pemerintah Arab Saudi untuk kepentingan publik non ibadah. “Sedangkan dalam pelaksanaan ibadah Arab Saudi berdasarkan rukyat hilal sebagaimana yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia.”
(Baca juga: Inilah Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban yang Syar’i dan Sehat dan Sepasang Kuli Bangunan Umrah Bersama)
“Metode yang berbeda dalam penyusunan Kalender Ummul Qura dan penetapan tanggal-tanggal penting untuk ibadah inilah yang membuat Arab Saudi mengambil keputusan penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah tidak sama dengan kalender Ummul Qura,” tambah Nadjib.
Kriteria yang digunakan dalam penyusunan Kalender Ummul Qura mirip dengan kriteria wujudul hilal Muhammadiyah untuk wilayah Indonesia. “Yaitu ijtima’ telah terjadi sebelum matahari tenggelam di Mekah, dan bulan tenggelam setelah matahari. Posisi bulan sudah berada di atas ufuk,” urai alumnus Ma’had ‘Aly li al-Fiqh wa al-Da’wah Bangil ini.
(Baca juga: Redaksi Takbiran: Allahu Akbar 2 atau 3 Kali? dan Mengangkat Tangan atau Tidak dalam Takbir Tambahan Shalat Idul Fitri-Adha?)
“Kriteria Ummul Qura memastikan bahwa pada saat awal bulan hijriyah, hilal atau bulan sabit telah berada di atas ufuk kota Mekah. Namun demikian, dalam hampir 75 persen kejadian, bulan sabit tersebut akan sulit untuk bisa dilihat dengan mata telanjang atau tidak bisa dirukyat. Hal ini yang sering menyebabkan perubahan atau perbedaan pada saat Ramadhan atau Idul Fitri dan Adha,” jelas penulis buku “Fiqih Kekinian” itu.
Mengutip pengalaman almarhum KH Mu’ammal Hamidy semasa kuliah di Madinah, dalam penetapan Idul Adha, Nadjib menjelaskan bahwa pemerintah Saudi juga pernah bergeser keputusannya ketika diketahui berbarengan dengan Haji Akbar (wuquf di Arafah pada hari Jum’at), sementara pemerintah tidak siap secara teknis. Karena itu, menurut dia perlu ada kreteria yang tegas, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sekaligus dapat memberi kepastian hukum.
(Baca juga: Hisab Tidak Bertentangan dengan Sunnah, Bahkan Sangat Selaras dan Hadits-Hadits Palsu Seputar Nishfu Sya’ban)
Pada tahun 2016 ini, memang Muhammadiyah, Indonesia, dan Arab Saudi akhirnya bersamaan dalam menentukan Idul Adha 1437 H. Namun, tambah Nadjib, dengan masih banyaknya ragam metode dalam menentukan awal bulan Hijriyah, sudah pasti dalam waktu lain bisa saja akan terjadi perbedaan.
“Akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana kita berlapang dada dalam menyikapi perbedaan ini karena memang cara memahami teks hadits tentang awal bulan ini memang cukup beragam,” urainya. (paradis)