Ramadhan Bukan Keagenan Biasa ditulis Nisfatul Izzah Dosen Akuntansi Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Ia juga Bendahara Lembaga Kebudayaan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Dalam hadits riwayat Tirmidzi disebutkan, setiap manusia adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hari akhir kelak. Tentang manfaat umurnya selama hidup di dunia, usia mudanya, sumber dan penggunaan hartanya, amal ilmu, serta jasadnya dipergunakan.
Supaya dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya, manusia diperintahkan berpedoman pada al-Quran dan hadits, serta beramal saleh (jariyah), khususnya pada bulan Ramadhan untuk pahala yang berlipat ganda.
Firman Allah dalam al-Quran surat al-Hadid ayat 18 menyebutkan, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.”
Meski demikian, pahala Ramadhan bukanlah kompensasi yang dapat menjadikan manusia menjadi sombong dan serakah seakan ingin menguasai surga sendirian. Bukankah tiada imbal-balik yang dibutuhkan Allah dari manusia melainkan untuk dirinya sendiri?
Hal inilah yang menjadi pembeda Allah dengan seluruh mahluk dan alam ciptaan-Nya. Sebagaimana yang disebutkan Allah dalam al-Quran surat al-Hajj ayat 37. “Daging-daging dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…“
Agency Theory
Tak dapat kita bayangkan seandainya setiap pahala yang Allah berikan dimintakan imbal balik seperti permintaan pemilik perusahaan (ownership) kepada manajer. Tentu jawabnya adalah manusia tak akan pernah mampu membalasnya.
Ada sebuah teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja sama antara pemilik perusahaan (ownership) dengan manajer (agen) untuk tujuan kesejahteraan perusahaan. Namun agen bertindak sebaliknya, memperkaya diri sendiri (oportunis).
Dalam tulisan di jurnal ekonomi finansial berjudul Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure karya Meckling dan Jensen tahun 1976, dijelaskan tentang Agency Theory.
Yakni tentang hubungan keagenan atau konflik kepentingan antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajer (agent).
Jurnal tersebut membahas suatu perusahaan yang dipakai jasanya oleh ownership untuk kesejahteraan perusahaan menjadi tidak jalan sesuai perjanjian karena agen lebih mementingkan kesejahteraannya. Dalam tulisan ini akan dibahas Ramadhan dan teori keagenan itu.
Al-Quran dan Amal Jariyah Penerang Jalan
Dalam surat al-Baqarah ayat 185 disebutkan, al-Quran diturunkan Allah di bulan Ramadhan supaya menjadi pedoman hidup bagi umat manusia di dunia. Karena al-Quran mengandung petunjuk dari Allah SWT menuju jalan yang terang lagi benar, untuk menjadikan kehidupan bahagia, sukses, selamat di dunia dan ahirat. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Shad ayat 29.
A Rusdiana dan A Kodir dalam Risalah Ramadhan: Mengharap Maghfirah Menuju Mardhatillah’menyebutkan, sebagai cahaya penerang kehidupan manusia, al-Quran yang diamalkan akan memperoleh keutamaan lainnya yang dapat dirasakan langsung di dunia.
Seperti membuat hati tenang, positive thinking, lebih mendalami kandungan isi al-Quran, dan dapat menjauhkan dari godaan setan yang terkutuk.
Selain al-Quran, amalan yang dapat melipatgandakan perbuatan seorang hamba adalah dengan beramal (harta). Bahkan seorang muslim yang hanya shalat, haji, dan puasa tanpa amal, imannya dinilai dusta.
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal tanpa iman.” (HR Ath-Thabrani)
Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al-aqarah ayat 261 tentang banyaknya pahala amal. “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya pada jalan Allah adalah seumpama sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai itu berisi seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah maha luas lagi maha mengetahui.”
Matematika Amal
Berdasarkan ayat tersebut, penulis dapat merumuskan sebagai berikut.
Jika satu biji sama dengan tujuh tangkai dan tiap tangkai sama dengan seratus biji, maka setiap biji sedekah akan menjadi 700 biji (1 biji = 7 tangkai x 100 biji = 700 biji).
Artinya jika kita melakukan amal dari satu-satunya harta yang kita punya akan menjadi 700 kali lipat. Maka jika kita memiliki 10 harta dan hanya satu yang kita keluarkan, sejatinya harta kita bukanlah tersisa sembilan, melainkan menjadi 709. Dilipatgandakan pahala menjadi 700 dan 9 sisa harta yang tidak disalurkan.
Sebaliknya, jika kita mengamalkan yang 9, maka bukan sisa satu, namun akan menjadi 6.700. Dan seterusnya jika seluruh harta kita yang sepuluh di sedekahkan maka akan menjadi 7.000 (10 biji x 7 tangkai x 100 biji).
Pepatah Jawa mengatakan “Ora lokak mala kebak“ atau tidak akan habis justru akan penuh. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan, “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah“.
Berkah bagi seseorang yang gemar amal dibalas Allah dengan kesehatan, menjauhkan dari marabahaya, melancarkan pekerjaan, kebahagiaan rumah tangga, dan lain sebagainya. Sehingga seseorang tidak perlu melakukan pengeluaran biaya ekstra untuk semua itu.
Ramadhan Bukan Keagenan Biasa
Dari Agency Theory di atas, dapat kita ambil beberapa hikmah. Pertama, semakin bersyukur kepada Allah Sang Maha Pemberi yang melipatgandakan pahala di bulan Ramadhan tanpa meminta balasan apa pun dari manusia.
Hal ini sangat berbeda dengan konsep keagenan yang menuntut agen supaya menyejahterakan principal-nya sebagai pemberi modal.
Kedua, menurut jurnal Akuntansi dan Bisnis tahun 2017, S Haryono dalam tulisannya ‘Struktur Kepemilikan dalam Bingkai Teori Keagenan’’ menyatakan bahwa upaya meminimalissai konflik principal dapat membentuk komite pengawasan dengan menambah biaya (cost agency).
Selain itu, A Wirahadi Ahmad dan Y Septriani dalam ‘Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis dan Cara Menguranginya’ menyebutkan, upaya meminimalisasi juga dapat dilakukan dengan cara meningkatkan bagian kepemilikan manajer dalam perusahaan, memahamkan peran manajer, melibatkan dalam kebijakan institusional dan kebijakan hutang, serta pemberian insentif.
Maka dengan ini ingatlah kita kepada Allah Yang Maha Mengetahui tanpa bantuan pengawas. Ia dapat mencatat semua amalan meski sebutir dzaro (debu). “Tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya…” (Al An’am: 59).
Bukan Sekadar Untung Dunia
Ketiga, menurut O Lisa dalam Asimetri Informasi dan Manajemen Laba: Suatu Tinjauan dalam Hubungan Keagenan menyebutkan, keagenan disebabkan oleh asimetri informasi (information asymmetry).
Yaitu informasi yang tidak simetris dari agen sebagai penyedia informasi (prepaper) kepada pemegang saham (stakeholder) sebagai pihak pengguna laporan keuangan (user). Sehingga memberikan peluang agen melakukan manajemen laba (earnings management) untuk memperkaya diri.
Maka indahnya cara Islam dalam meningkatkan keuntungan di dunia dan akhirat dengan jalan berinfak, sedekah, dan amal jariyah.
Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga, yaitu: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan), dan anak shaleh yang mendoakannya.
Dalam hukum ekonomi ada permintaan, penawaran, laba, dan rugi. Sedangkan balasan manusia dari Allah SWT adalah berdasarkan baik buruknya amal perbuatan. Sehingga ada pahala dan dosa, juga surga dan neraka.
Akhirnya, sejatinya pahala Ramadhan bukanlah sebuah keagenan biasa. Pahala yang berlipatganda itu tidak seperti kompensasi principal kepada agent-nya. Sebaliknya, Ramadhan adalah bulan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan antarsesama. Ramadhan adalah bulan bagi seorang hamba untuk dapat lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Ramadhan menjadi bulan penuh ampun dan terkabulkannya doa, serta bulan mulia yang memberikan kesempatan kepada hamba mencari ridha-Nya.
Menebarkan kebaikan selama berpuasa, menahan hawa nafsu dan memperbanyak sedekah, serta meningkatkan bacaan al-Quran dan artinya.
Selain itu, membaca al-Quran sebanyak-banyaknya untuk menggapai suatu malam yang kebaikannya lebih baik dari seribu bulan. Dialah malam lailatul qadar. Allahu a‘lam bish-shawab. (*)
Co-Editor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post