PWMU.CO – Selain Covid-19 Indonesia hadapi pandemi rokok disampaikan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Dr Seto Mulyadi SPsi MSi.
Hal itu dikupas dalam Gelar Amal Budaya Muhammadiyah untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020 dengan tema Menyongsong New Normal dengan Budaya Tanpa Tembakau menuju Generasi Emas via aplikasi Zoom pada Sabtu (30/5/2020).
Menurut Kak Seto, sapaan akrabnya, situasi saat ini selain dibekap oleh Virus Corona Indonesia juga masih disekap atau dicekik oleh rokok.
Iklan Rokok Hipnotis Masyarakat
“Kita menyadari bahwa saat Covid-19 ini merajalela tetapi industri rokok masih tetap gencar menghipnotis masyarakat dengan iklan-iklannya di berbagai situasi,” ujarnya.
Kalau dalam istilah psikologi, sambungnya, dinamakan disonansi kognitif. Artinya menggandengkan sesuatu yang negatif dengan yang positif. Sesuatu yang buruk dengan yang baik.
“Yang buruk jelas merokok karena jelas racun kimia dan jelas membunuhmu. Tetapi digandengkan dengan iklan-iklannya sesuatu yang membanggakan. Misalkan dengan olahraga, petualangan, persahabatan, kesetiakawanan, kreativitas dan sebagainya,” ungkapnya.
Rokok 14 Kali Berisiko
Ini jelas sasarannya adalah generasi muda bahkan termasuk anak-anak. “Kita pernah mendengar akademisi Universitas Tasmania Australia Kathryn Barnsley dan Haydn Walters yang mengatakan bahwa merokok itu 14 kali lebih berisiko untuk meninggal dibanding Covid-19,” paparnya.
Inilah yang kita khawatirkan. Sayang sekali kalau sementara negara justru tidak mengkampanyekan stop rokok. Perokok juga berisiko menghadapi infeksi lebih tinggi lagi.
“Kita juga sadar saat ini kalau seorang stress biasanya lari ke rokok. Beban psikis akibat Covid-19, ekonomi dan berbagai masalah permasalahan ini mengaktifkan lagi mekanisme pasif yakni semakin stress semakin lari ke rokok,” sergahnya.
Semakin tidak jelas kapan Covid-19 akan berakhir, menurutnya, bisa-bisa semakin dahsyat desakan kepada publik untuk lari ke rokok.
“Ini sebetulnya merupakan saat yang baik atau tersedia alasan yang memadai bagi pemerintah untuk bergerak cepat guna membendung bahaya rokok. Karena kalau tidak maka akan semakin banyak korbannya,” tegasnya.
Perokok Belia Masih Banyak
Survei Kesehatan Nasional, lanjutnya, menunjukkan bahwa pemerintah masih belum berhasil menurunkan jumlah perokok belia. Bahkan beberapa juga beredar video bagaimana anak-anak merokok.
“Ada anak yang dalam sehari bisa menghabiskan 4 bungkus rokok. Ini jelas bukan kebanggaan tapi sesuatu yang tentu sangat memalukan,” imbuhnya.
Misalkan kita tidak dapat memanfaatkan Covid-19 ini sebagai momentum untuk memerangi lari ke rokok khususnya bagi perokok anak-anak.
Serius Hadapi Pandemi Rokok
“Marilah kita juga menyadari bahwa Indonesia sebetulnya tidak hanya berhadapan dengan pandemi Covid-19 tetapi juga berhadapan dengan pandemi rokok yang masih terus berlangsung,” terangnya.
Maka pada kesempatan ini, sambungnya, LPAI mengajak kepada seluruh komponen bangsa untuk selain terus serius melawan Virus Corona tetapi juga genderang perang terhadap rokok didengungkan dengan lebih menggelegar.
“Bila kita masih ingin atau serius untuk membangun kualitas sumber daya manusia yang unggul di masa yang akan datang dan rokok tidak layak menjadi bagian dari New Normal Indonesia,” pesannya.
Kak Seto mencatat beberapa tahun ini anak-anak juga mengenal sebuah lagu tentang rokok yang dijadikan penutup orasinya.
Rokok rokok sangat berbahaya
Rokok rokok membuat sakit
Ayo teman jangan merokok
Rokok itu juga narkoba.
Rokok rokok sangat berbahaya
Rokok rokok membuat sakit
Ayo teman jangan merokok
Rokok itu juga narkoba. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.