Ekonomi Pancasila, Apa Kabar? Kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan yang berkantor di Surabaya, tinggal di Lamongan.
PWMU.CO – Penetapan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila baru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Tanggal tersebut mengacu pada pidato Ir Soekarno tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Selain Ir Soekarno tokoh lainnya yang menyampaikan draft dasar negara yaitu Mr.Soepomo dan Mr Muhammad Yamin.
Draft yang kemudian disepakati oleh sejumlah tokoh bersamaan dengan penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Atas dasar keterlibatan sejumlah tokoh bangsa dalam merumuskan hingga menyepakati Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan dasar konstitusional pada 18 Agustus 1945, pada tahun 1978 Tap MPR No.II/MPR/1978 menetapkan lima orang perumus Pancasila yaitu Ir Soekarno, Mr Soepomo, Mr Muhammad Yamin, Drs Mohamad Hatta, dan KH Abdul Wahid Hasyim.
Selain penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, prestasi lainnya pemerintahan Presiden Joko Widodo berhubungan dengan Pancasila adalah pembentukan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).
Semua periode pemerintahan memiliki ciri khas sendiri-sendiri dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat.
Era Orde Lama dikenal dengan Manifesto Politiknya (Manipol). Orde Baru mengenalkan Asas Tunggal Pancasila, Penataran P4 dan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) sebagai badan pembinanya.
Sejak era Manipol, BP7, hingga BPIP paling kental muatan ideologinya. Sejatinya Pancasila bukan hanya dasar ideologi saja, tetapi juga mencakup dasar pelaksanaan politik ekonomi sosial budaya dan pertahanan keamanan (poleksosbudhankam).
Ekonomi Pancasila
Untuk zaman now ideologi Pancasila berada dalam pembinaan BPIP pun masih kental muatan ideologinya dengan “bumbu-bumbu” melindungi ideologi Pancasila dari ideologi asing dengan mengangkat isu khilafah dan radikalisme. Isu politik, bahkan ekonomi dan sosial, budaya nyaris belum pernah terdengar pembahasannya.
Khusus tentang ekonomi, Bung Hatta sebagai teknokrat ekonomi nasional merumuskan Ekonomi Pancasila dalam tiga pasal UUD 1945. Pasal-pasal tersebut yaitu Pasal 27 Ayat 2, Pasal 33, dan Pasal 34.
Pasal 27 menegaskan hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 meliputi asas kekeluargaan dalam ekonomi, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan penguasaan negara pada bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Pasal 34 menyebutkan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Saat ini lebih konkrit untuk bersama-sama menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang berorientasi ekonomi menuju Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa mengesampingkan sila pertama hingga ke empat sebagai satu kesatuan.
Mengingat situasi pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak sosial ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Ekonomi Pancasila yang berasas kekeluargaan atau gotong-royong paling pas untuk mengangkat keterpurukan ekonomi tradisional, bukan hanya korporasi dan mall.
Cita-cita pendiri bangsa untuk menempatkan warga negara Indonesia sebagai pelaku utama ekonomi di Indonesia seperti masih jauh panggang dari api. Bayang-bayang omnibus law dikhawatirkan bertentangan dengan Pasal 27 UUD 1945.
Belum lagi kedatangan tenaga kerja asing yang berpotensi menyakiti hati masyarakat korban pemutusan hubungan kerja. Demikian juga dengan UU Minerba yang baru disahkan terasa jauh dengan cita-cita Pasal 33 tentang cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang harus di kuasai oleh negara.
Kemudian carut marut penanganan jaminan sosial Covid-19 dan BPJS Kesehatan sangat terasa jauh dari cita-cita dan semangat Pasal 34.
Muhammadiyah dan Pancasila
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan sejauh ini sudah selaras dan sepakat dengan nilai-nilai Pancasila sejak kelahiran Pancasila tahun 1945.
Dalam era yang paling genting sekalipun—Manipol dan Asas Tunggal—Muhammadiyah tidak pernah dalam posisi berhadapan dengan pemerintah. Muhammadiyah bahkan menganggap Pancasila sebagai manifestasi Darul Ahdi wa Syahadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertauhid.
Keterbatasan ormas Muhammadiyah dalam turut serta menjalankan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen disebabkan ormas Muhammadiyah bukan organisasi politik yang ikut menentukan jalannya negara dan pemerintahan.
Namun demikian fakir miskin dan anak-anak terlantar telah dipelihara oleh Muhammadiyah sesuai jiwa pasal 34 dengan semangat al-Maun sejak tahun 1912.
Selamat Hari Pancasila 1 Juni 2020. Masyarakat menanti manfaat Pancasila dalam memajukan kesejahteraan dalam keadilan sosial.
Bukan semata-mata jargon ideologi yang indah dibacakan, dipidatokan, bahkan pernah ditatarkan selama 30 tahun. Untuk sekarang ini harapan tersebut ada pada pundak pemerintahan Presiden Jokowi dan BPIP sebagai pembina ideologi Pancasila.
Insyaallah masyarakat semakin mencintai Pancasila jika terangkat kesejahteraannya sesuai cita-cita Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.