PWMU.CO – New normal menjadi rencana yang digaung-gaungkan pemerintah untuk mendorong perbaikan sektor ekonomi dan melanjutkan kehidupan di tengah pandemi Covid-19.
Kebijakan new normal akan diterapkan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk di bidang pendidikan. Hal ini menuai pendapat beragam. Demikian juga wali murid MBS SMP Muhammadiyah 4 Tanggul Jember.
Pendapat pro kontra disampaikan Wali Murid Muhata jika pemerintah mengaktifkan kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah selama pandemi Covid 19 belum berakhir.
Kurang Setuju jika Masuk Dalam Waktu Dekat
Sri Rahayu, ibu dari Dinaura Aleycia Frilycita, siswa kelas VIII B mengatakan, selama masa pandemi Covid-19 masih terjadi, kurang setuju jika sekolah diaktifkan kembali dalam waktu dekat.
“Lebih baik sementara belajar menggunakan sistem daring (dalam jaringan) atau belajar di rumah saja,” katanya.
Kekhawatiran ini dilandasi masih meningkatnya jumlah penderita positif Covid-19 terutama di Jawa Timur. Dia juga merasa anak-anak belum bisa menerapkan protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran Covid 19.
“Bagaimana penerapan physical distancing di sekolah. Apalagi anak-anak siswa Muhata berasal dari berbagai daerah. Kita tidak tahu anak-anak itu telah berinteraksi dengan siapa saja,” ujarnya.
Dia menyatakan, jangan sampai orangtua yang sudah berusaha menjaga anak dari mulai bulan Maret, malah ada kemungkinan sakit setelah masuk sekolah.
“Kita tunggu hingga angka penurunan penderita positif atau jika penderita positif nol persen,” kata Sri Rahayu melalui aplikasi Whatsapp pada Jumat (29/5/2020).
Senada dengan Sri Rahayu, Fidiyah Hanin SE wali murid dari Rakhil Ramadhani, siswa kelas IX B menganjurkan, agar sekolah dibuka lagi jika memang sudah ada intruksi resmi dari pemerintah dalam hal ini Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
“Jika belum ada intruksi, lebih baik masih tetap belajar di rumah saja,” ujarnya.
Hartini SPd, ibu dari Dzakiyatus Salma, siswa kelas VIII juga berpendapat sama. “New normal bidang pendidikan perlu dikaji ulang. Mengingat sifat anak-anak SMP yang masih mengabaikan protokol kesehatan atau social distancing,” katanya.
Jika sekolah tetap dibuka saat pandemi masih terjadi, menurutnya yang dikhawatirkan adalah virus ini akan menular baik dari siswa ke siswa, siswa ke guru, atau sebaliknya.
“Akan lebih baik jika daerah yang dinyatakan sebagai zona merah menunda dulu (masuk sekolah) hingga daerah tersebut benar-benar bersih. Jika sudah bersih dari virus, bisa mulai masuk sekolah namun juga masih harus menerapkan protokol kesehatan,” kata Hartini, Sabtu (30/5/2020).
Berharap Sekolah Perketat Protokol Kesehatan
Pendapat lainnya ditulis oleh Cholifah Nur Aida. Ibu dari Saydad Amdad Arrasi, siwa kelas VIII A ini mengatakan setuju jika anak-anak kembali belajar di sekolah dengan catatan pihak sekolah menerapkan secara ketat protokol kesehatan.
“Sekolah harus menyiapkan sarana agar anak-anak selalu hidup bersih. Misalnya menyediakan tempat mencuci tangan lengkap dengan sabunnya atau menyediakan hand sanitizer. Mewajibkan anak-anak selalu memakai masker dan menjaga jarak,” kata Aida.
Sedangkan Sanis Su’udiyah, ibu dari Sabrina Vathra Viddini, siswa kelas VIII B mengatakan, jika memang anak-anak harus kembali ke sekolah harus sudah paham dengan bahaya Covid-19 dan mematuhi arahan maupun nasehat guru terkait pencegahan Covid-19.
“Saya juga berharap pihak sekolah menyiapkan fasilitas yang bisa menunjang pola hidup sehat di sekolah. Tempat cuci tangan hingga pembatasan jumlah siswa dalam satu kelas,” tegas Sanis.
Juli Belum Layak Masuk Sekolah Luring
Sementara itu, Sabtu (30/5/20) Majalah Matan menggelar diskusi online terkait kesiapan amal usaha dan warga Muhammadiyah menghadapi realitas baru.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Dr Achmad Chusnu Romdhoni dr Sp THT-KL (K) FICS menegaskan sekolah di Jawa Timur belum layak membuka sekolah. secara luring (luar jaringan)
Menurutnya, untuk Jawa Timur dalam satu bulan ke depan ini masih meragukan kalau akan membuka sekolah di bulan Juli mendatang. “Kita mesti berbasis pada ilmu atau data-data epidemiologi, sehingga pada saat sekolah atau universitas dibuka, betul-betul yakin, mantab, seperti yang kita lakukan selama ini. Kita tidak asal-asalan, pasti ada dasarnya,” jelasnya..
Anggota Divisi Penelitian dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat MPKU Jawa Timur itu menambahkan, “Kalau dari epidemiologi mengizinkan, monggo silakan membuka fasilitas pendidikannya,” tegasnya. (*)
Kontributor Humaiyah Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni