PWMU.CO-Baiat Aqabah menjadi jaminan hijrah kaum muslim Mekkah ke Madinah. Peristiwa ini kemudian membangun kekuatan Islam menyebarkan dakwahnya.
Kejadiannya di masa akhir dakwah di Mekkah. Di musim haji Rasulullah Muhammad saw mendatangi tenda-tenda rombongan peziarah haji. Mengenalkan diri sebagai nabi yang diberi wahyu dan menyerukan hanya menyembah Allah.
Peziarah haji menganggap angin lalu seruan itu. Bahkan ada yang menganggap orang gila mengaku-aku sebagai nabi. Tapi ada dua orang peziarah dari kota Yatsrib tertarik omongan Nabi. Mereka adalah Suwaid bin Shamit dan Iyaz bin Muadz.
Dua orang ini pernah mendengar kedatangan nabi baru dari orang-orang Yahudi tetangganya.Ketika mendengar ada orang mengaku nabi di Mekkah dan membacakan ayat Tuhan menarik perhatiannya. Didatanginya Muhammad diajaknya diskusi soal ketuhanan.
Ketika ke kotanya, diceritakan pengalamannya bertemu seorang Quraisy yang mengaku sebagai nabi dan menyerukan penyembahan tauhid. Orang-orang Bani Khazraj dan Aus di Yatsrib tertarik dengan cerita itu.
Perkenalan dengan Nabi
Musim haji berikutnya, sebagian peziarah dari Yatsrib mencari Rasulullah. Bertemulah di bukit Aqabah, tidak jauh dari Mekkah. Ada enam orang. ”Kami orang-orang Khazraj dari Yatsrib,” kata mereka mengenalkan diri.
”Apakah kalian tetangga orang Yahudi?” tanya Rasul.
”Ya,” jawab mereka.
Rasulullah duduk bersama mereka membahas masalah ketuhanan dan membacakan ayat-ayat al-Quran. Mendengar ajaran ini, mereka teringat informasi orang Yahudi tentang ramalan kedatangan nabi yang masanya sudah dekat.
Orang Khazraj itu berkata kepada sesama temannya.”Demi Allah, sesungguhnya inilah nabi yang diceritakan orang-orang Yahudi. Karena itu kita jangan kalah cepat kepadanya dari orang-orang Yahudi.”
Mereka pun menyatakan menerima Islam secara diam-diam dan merahasiakan pertemuan itu dari orang-orang Quraisy. Orang-orang Khazraj itu berkata kepada Nabi akan mengajak kaumnya kepada agama ini. ”Jika Allah menyatukan mereka dalam agama ini maka tidak ada orang yang lebih mulia darimu.”
Baiat Pertama
Musim haji tahun berikutnya ada dua belas orang Khazraj dan Aus pergi ke Mekkah. Di antara dua belas orang itu, lima orang pernah bertemu nabi. Lima orang ini adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Al Harts, Rafi’ bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, dan Uqbah bin Amir bin Nabi.
Pertemuan terjadi di bukit Aqabah lagi secara rahasia. Setelah mendengar ajaran Islam, mereka menerimanya dengan berbaiat kepada Nabi Muhammad. Inilah baiat Aqabah pertama. Isinya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh bayi, tidak mendatangkan kebohongan, dan tidak bermaksiat.
Sewaktu mereka pulang, Rasulullah memerintahkan sahabat Mush’ab bin Umair ikut mereka untuk mengajarkan Alquran dan menjadi imam shalat. Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah.
Orang-orang suku Khazraj dan Aus itu menyimpan permusuhan dan persaingan. Orang Khazraj kalau shalat tidak mau bermakmum kepada orang Aus dan sebaliknya. Kehadiran Mush’ab bin Umair menjadi penengah dan juru damai di antara dua suku itu. Dialah yang menjadi imam.
Tapi kedatangan Mush’ab bin Umair juga memunculkan masalah politik. Pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair, tidak senang karena mengusik Mush’ab wilayah kepemimpinannya. Karena itu keduanya ingin mengusir Mush’ab.
Saat bertemu dua pemimpin itu, Mush’ab menjelaskan ajaran Islam dan membacakan ayat al-Quran. Ternyata dua orang ini langsung tertarik menerima ayat itu dan bersyahadat. Setelah itu pergi menemui kaumnya, Bani Abdul Asyhal, mengumumkan keislamannya.
Kaumnya tersentak kaget mendengar perkataan Sa’ad bin Muadz. Tapi menyadari pemimpinnya masuk Islam, maka semua anggotanya mengikutinya hingga hanya dalam sehari semua kaumnya bersyahadat di depan Mush’ab.
Kemunculan Abbas bin Abdul Muththalib
Tahun berikutnya Mush’ab bin Umair pulang ke Mekkah diiringi sejumlah orang Yatsrib muslim untuk berhaji. Diam-diam mereka punya agenda rahasia yang diatur Mush’ab untuk bertemu Rasulullah di bukit Aqabah pada pertengahan hari Tasyriq. Ini merupakan rencana besar. Jadwal pun diatur.
Ketika waktu yang dijanjikan tiba, di ujung malam sekelompok muslim Yatsrib keluar dari tendanya diam-diam. Berjalan mengendap-endap menuju bukit Aqabah sehingga berkumpul 73 laki-laki dan dua perempuan.
Dengan hati berdebar-debar mereka menunggu kedatangan Rasulullah di malam gelap itu. Tak lama kemudian Rasulullah muncul ditemani pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib, pemimpin Bani Hasyim setelah kematian Abu Thalib.
Rasulullah duduk dan orang muslim Yatsrib mengelilinginya. Abbas bin Abdul Muththalib yang pertama membuka kata. ”Hai orang-orang Khazraj, sesungguhnya Muhammad adalah bagian dari kami. Kami telah melindunginya dari kaum kami, dari orang-orang yang pendiriannya seperti saya. Dia berada dalam perlindungan dari kaumnya dan jaminan keamanan di negerinya. Tapi dia lebih suka bergabung dengan kalian dan menyatu dengan kalian.”
”Bila kalian yakin mampu memenuhi apa yang dia serukan kepada kalian dan bisa melindunginya dari orang-orang yang menentangnya, kalian berhak melakukannya dan menanggungnya. Tapi jika kalian menyerahkan kepada musuhnya dan menelantarkannya setelah dia bergabung kepada kalian maka sejak sekarang biarkan dia, karena dia sudah berada dalam perlindungan dan jaminan keamanan dari kaumnya.”
Konsekuensi Baiat
Orang-orang Yatsrib berkata,”Kami telah mendengar apa yang kamu sampaikan. Silakan bicara, ya Rasulullah. Ambillah untuk dirimu dan untuk Tuhanmu apa saja yang engkau sukai.”
Rasulullah diam sejenak. Lalu membaca ayat al-Quran. Setelah itu berpesan agar muslim Yatsrib terus berpegang kepada agama Allah. Sambil menatap tajam satu persatu orang-orang di sekelilingnya, Rasulullah berkata,”Aku membaiat kalian agar kalian melindungiku sebagaimana kalian melindungi anak istri kalian.”
Spontan Barra bin Ma’rur, salah satu tetua orang Yatsrib, mendekati Rasulullah dan langsung memegang tangannya dengan tegas berkata,”Ya. Demi zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, kami pasti melindungimu seperti kami melindungi anak istri kami. Baiatlah kami ya Rasulullah. Demi Allah, kami ahli perang dan ahli senjata. Itu kami wariskan dari satu generasi kepada generasi lainnya.”
Kemudian Abu Al Haitsam bin At Tayyahan langsung menukas. ”Wahai Rasulullah, sebenarnya kami mempunyai hubungan perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan kami akan memutuskannya. Jika kami telah melakukannya kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”
Rasulullah tersenyum lantas berkata meyakinkan, ”Tidak. Darah kalian adalah darahku. Kehormatan kalian adalah kehormatanku. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dari diriku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengannya.”
Baiat Kedua
Kemudian Rasulullah meminta orang-orang Yatsrib itu dibagi menjadi dua belas kelompok. Masing-masing dipimpin oleh seorang naqib atau pimpinan. Jumlah orang yang terpilih sebagai naqib adalah sembilan orang dari suku Khazraj dan tiga dari Aus.
Kepada para naqib, Rasulullah berkata,”Kalian bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di atas kaum kalian seperti halnya pertanggungjawaban Hawariyun kepada Isa bin Maryam dan aku bertanggung jawab atas kaumku.”
”Ya,” jawab mereka serempak.
Setelah itu Abbas bin Ubadah bin Nadhlah, salah satu orang Yatsrib, ganti berkata lantang,”Hai orang-orang Khazraj, tahukah kalian untuk apa kalian membaiat orang ini?”
”Ya, kami tahu,” jawab teman-temannya.
Abbas bin Ubadah melanjutkan,”Sesungguhnya kalian membaiat orang ini untuk memerangi orang-orang berkulit merah dan berkulit hitam. Kalau harta kalian yang habis itu kalian anggap sebagai musibah dan meninggalnya pemimpin-pemimpin kalian itu kalian anggap sebagai pembunuhan maka menyerahlah kalian sejak sekarang. Demi Allah, jika kalian melakukan hal yang demikian, itulah kehinaan di dunia dan akhirat.”
Pelaksanaan Baiat
Tanpa ragu, orang-orang Yatsrib berkata, ”Kami mengambilnya meskipun ini mengurangi harta kami dan menewaskan orang-orang terhormat kami. Kalau kami melakukan hal tersebut, kami mendapatkan apa ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab dengan mantap,”Surga.”
Mereka langsung menukas,”Ulurkan tanganmu.”
Rasulullah kemudian mengulurkan tangannya langsung disambut oleh tangan semua yang hadir. Maka baiat Aqabah kedua terjadi. Isi baiat adalah, muslim Yatsrib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan terhadap Rasulullah dan pengikutnya dari musuh-musuhnya.
Setelah baiat mereka pulang ke tendanya. Tapi esoknya pertemuan itu bocor ke telinga orang Quraisy sehingga orang-orang Yatsrib dicari tapi kebanyakan sudah berangkat pulang. Sejak baiat Aqabah kedua itu terjadi gelombang hijrah muslim Mekkah ke Yatsrib. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto