PWMU.CO – Ini Kompetensi dan Peluang Apoteker menjadi bahasan menarik dalam Seminar Entrepreneur Muda yang digelar Himafarsi Umla melalui aplikasi zoom, Senin (1/5/2020).
Seminar ini diikuti oleh 250 peserta baik dari mahasiswa S1 Farmasi Universitas Muhammadiyah Lamongan (UMLA) maupun dari universitas lainnya.
Hadir sebagai Keynote Speaker Ahmad Zainal Fanani SSi Apt. Seorang pengusaha muda dari Lamongan yang merupakan Direktur Utama Awam Bersaudara. Acara ini dimoderatori oleh Kaprodi S1 Farmasi, Devi Ristian Octavia Mei Apt.
Sembilan Kompetensi Pharmacist
Dalam paparannya, Ahmad Zainal Fanani menyatakan, Pharmacist (Apoteker) memiliki kompetensi yang disebut dengan nine star pharmacist.
Sembilan kompetensi itu adalah care giver (peduli) desicion maker (dapat menentukan setiap keputusan), comunicator (interaktif), manager (mampu mengarahkan), leader (pemimpin), teacher (guru), long life learner (pembelajar sepanjang hayat), research dan entrepreneur.
Seorang pharmacist ketika menempuh pendidikan di jenjang sarjana dibekali berbagai ilmu pengetahuan yaitu teknologi farmasi, ilmu bahan alam, ilmu kosmetika dan ilmu meracik obat baik dari bahan alam maupun kimia.
Selain itu, seorang pharmacist juga memiliki peluang dalam usaha perdagangan dengan membuka bisnis apotek.
“Ketika kita memilih untuk mengambil peluang yang ada, maka kita harus fokus dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh, jangan mudah menyerah dan putus asa,” tegasnya.
Menurutnya, zaman sekarang ini terus berkembang dan kita tidak bisa hanya mengandalkan diri menjadi karyawan atau pegawai.
“Kita harus berani mencoba membuka suatu usaha dan membuka lapangan pekerjaan,” tandas pengusaha yang akrab disapa Nanang ini.
Dalam sesi diskusi, salah satu mahasiswa menanyakan strategi entrepreneur untuk tetap eksis di masa pandemi seperti saat ini.
Nanang menuturkan, pengusaha harus jeli melihat peluang yang ada, bisa membaca kebutuhan masyarakat di masa pandemi dan memenuhi harapan mereka dengan menitikberatkan sektor yang ada.
“Bisa melalui promo pada barang yang dibutuhkan saat ini misalnya, sehingga masyarakat akan melirik usaha kita dan tertarik pada produk yang kita tawarkan,” ujarnya.
Pertanyaan lain datang dari mahasiswa Institut Sains dan Teknologi yang menanyakan mengapa banyak pharmacist yang justru tidak berani menjadi enterpreuner padahal produk farmasi merupakan need up produk saat ini.
Menjadi Entrepreneur adalah Pilihan
Menurut Nanang, jadi entrepreneur atau tidak, itu merupakan suatu pilihan.
“Kebanyakan pharmacist takut untuk keluar dari zona nyaman dan memilih menjadi karyawan atau pegawai dengan pendapatan yang stabil setiap bulannya,” jelasnya.
Hal itu, menurutnya, menjadi masukan untuk universitas yang memiliki prodi Farmasi agar dapat menambahkan mata kuliah management strategi dalam kurikulum pendidikan Farmasi.
Menurut bapak tiga orang anak ini, ketika seorang enterpreneur akan melaunching produk ke pasaran hendaknya melakukan trial and error. Karena ketika produk kita gagal di segmen pasar tertentu, belum tentu akan gagal pula di segmen pasar yang lain.
“Sehingga kita harus melihat sasaran pasar kita dengan baik sebelum memutuskan untuk mempromosikan produk kita, selanjutnya kita bisa fokus untuk meningkatkan kualitas seperti harapan konsumen,” terangnya.
Menurut Nanang, seorang pakar farmasi tidak harus selalu menjadi praktisi yang bekerja di balik meja apotek, yang penting harus jeli membaca situasi, dan seorang farmasis juga bisa memulai bisnis.
“Potensi bisnis di bidang kesehatan itu pasti. Sampai kapanpun orang akan butuh sehat, sehingga kita harus berani mencoba untuk menjadi entrepreneur dan membuka lapangan pekerjaan, kemudian fokus dan just do it,” pungkas bapak pecinta nasi goreng ini. (*)
Kontributor Sulistiyowati Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni.