Haji Batal Berangkat, Rupiah Terbantu Kuat kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan yang berkantor di Surabaya dan tinggal di Lamongan.
PWMU.CO – Pemerintah melalui Menteri Agama Fachrul Razi resmi tidak memberangkatkan jamaah calon haji tahun ini. Alasan yang dikemukakan pemerintah yaitu belum adanya kejelasan dari Kerajaan Arab Saudi tentang kepastian haji tahun 2020.
Keputusan dan alasan yang sempat menjadi polemik karena diputuskan sepihak tanpa melibatkan DPR, ormas Islam, dan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji.
Dari PBNU melalui Ketua Umum Said Aqil Siradj menilai pemerintah tidak semakin pintar dalam penyelenggaraan haji. Menurutnya. pengalaman menyelenggarakan haji selama bertahun-tahun tidak tepat dijadikan alasan mepetnya persiapan jika pemberitahuan dari Arab Saudi dilakukan mendadak.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Sekretaris Umumnya Dr Abdul Mu’ti MEd mendukung sikap pemerintah dengan alasan Covid-19. Hal ini selaras dengan sikap Muhammadiyah menunda muktamar yang sedianya dilaksanakan Juli 2020, diundur di sampai Desember 2020 jika kondisi benar-benar memungkinkan.
Pemerintah dalam hal ini perlu berterima kasih pada Muhammadiyah karena ikut memberikan pemahaman alasan pembatalan Haji tahun 2020 secara rasional dan ilmiah.
Isu Dana Haji untuk Kuatkan Rupiah
Polemik berikutnya yang membuat tidak nyaman Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yaitu beredarnya isu dana haji yang batal berangkat akan dipakai untuk memperkuat rupiah.
Secara emosional pihak Kementerian Agama bahkan menuduh penyebaran isu tersebut sebagai fitnah yang keji. Ketua BPKH Dr Anggito Abimanyu bahkan menyempatkan diri untuk mengklarifikasi dan road show ke sejumlah tokoh umat Islam.
Dalam klarifikasinya Anggito menyampaikan isu tersebut tidak benar. Dana haji tahun 2020 sebesar Rp 14,5 trilun dan simpanan valuta asing Rp 8,5 trilyun aman. Tidak ada niat pihak BPKH maupun Kementerian Agama untuk menggunakan dana haji yang batal berangkat untuk digunakan memperkuat rupiah baik melalui pemerintah atau Bank Indonesia.
Sesungguhnya dalam teori ekonomi moneter, batalnya keberangkatan haji tahun 2020 ikut memperkuat rupiah secara pasif atau tidak langsung. Yaitu cadangan devisa tidak keluar untuk membiayai keberangkatan haji.
Sebagaimana diketahui, meskipun tujuan haji dan umrah ke negara Arab Saudi yang memiliki mata uang Riyal tetapi biaya haji dinilai dalam mata uang dollar Amerika (USD).
Dalam biaya haji tahun 2020 ditetapkan sebesar USD 2.563 untuk kuota 221.000 jamaah calon haji. Dengan demikian terjadi penghematan cadangan devisa sebesar USD 566.423.000 (USD 2.563 x 221.000).
Mekanisme Pasar Nilai Valuta
Pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap USD dipengaruhi mekanisme pasar permintaan dan penawaran. Penawaran USD diperoleh dari hasil ekspor, investasi asing dan utang luar negeri yang masuk dalam mata uang asing.
Permintaan USD dibentuk oleh belanja barang impor, pembayaran utang luar negeri dan pembayaran jasa ke luar negeri termasuk perjalanan ke luar negeri.
Dengan berkurangnya permintaan belanja jasa ibadah haji tahun 2020 otomatis membantu mengurangi permintaan pengeluaran cadangan devisa.
Seringkali pemerintah memberikan subsidi biaya haji sehuhungan dengan perbedaan selisih kurs Rupiah dengan USD yang berubah-ubah. Yang paling besar terjadi pada awal krisia moneter tahun 1997.
Yang pasti dengan pembatalan haji tahun ini, pemerintah bisa menggunakan cadangan devisa yang dimiliki untuk prioritas pemulihan ekonomi yang terganggu selama pendemi Covid-19.
Yang perlu menjadi catatan kemudian adalah dengan pembatalan haji tahun ini dana yang disimpan karena tidak ada pembelanjaan tentu tumbuh nisbah bagi hasil.
Prof Din Syamsuddin telah mengingatkan agar nisbah tersebut bisa kembali pada masyarakat khususnya para jamaah calon haji 2020 sebagaimana masyarakat umumnya yang secara keseluruhan terkena dampak pendemi Covid-19.
Bagaimanapun keikhlasan jamaah calon haji tahun 2020 yang batal berangkat semoga tercatat sebagai amal jariyah kebajikan membantu penguatan nilai rupiah meskipun secara tidak langsung. Innamal amalu binniyat.
Wallahu’alam bi ashshawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.