PWMU.CO-Brasil mungkin pusing dengan melonjaknya angka pasien Covid-19 tiap hari. Sampai-sampai Presiden Jair Bolsonaro memerintahkan data perkembangan covid dihentikan penyiarannya Sabtu (6/6/2020) lalu hingga memicu protes rakyatnya.
Hingga Kamis (11/6/2020) ini jumlah pasien Covid-19 di Brasil mencapai 775.000 dengan penambahan jumlah pasien terinfeksi 32.091 orang. Angka kematian mencapai 39.797 orang, sedangkan kesembuhkan 380.000 orang.
Ini menjadi peringkat kedua tertinggi setelah Amerika Serikat. Data penderita Covid-19 di negara Donald Trump itu per hari ini 2,04 juta pasien, angka kematian 114.000 ribu orang, dan pasien sembuh 606.000 orang.
Dilansir dari berita abc.net.au, di Brasil, sebelum pemerintah menghentikan siaran data Covid-19, diawali dengan keterlambatan pengumuman tiap harinya yang melewati tayangan utama berita televisi.
Kondisi itu memunculkan tuduhan dari masyarakat ada manipulasi data sebelum diumumkan sehingga dicurigai data yang disiarkan terlambat itu bukan yang sebenarnya.
Tindakan pemerintah Brasil yang menghentikan informasi perkembangan Covid-19 itu membuat tiga partai politik mengajukan permintaan uji materi kepada Mahkamah Agung.
Tanggapan MA atas uji materi keputusan pemerintah itu dibacakan oleh Hakim Agung Alexandre de Moraes, Selasa (9/6/2020). MA meminta kementerian kesehatan untuk membuka lagi publikasi data Covid-19 demi kepentingan kesehatan masyarakat.
Hakim Moraes mengatakan, Kementerian Kesehatan harus memuat lagi setiap hari laporan perkembangan Covid-19. Tanpa laporan itu menjadikan mustahil untuk memantau penyebaran virus dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah penularan.
Menurut dia, dengan tidak mengikuti metode internasional untuk mengumpulkan data, menganalisis dan menyebarkannya akan menimbulkan dampak serius bagi Brasil. ”Brasil memiliki kasus terbanyak kedua di dunia, dan baru-baru ini mencatat lebih banyak kematian baru dari negara-negara lain,” katanya.
Dua Kali Ganti Menteri Kesehatan
Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengatakan, penghentian siaran Covid-19 itu diambil untuk memperbaiki pelaporan Covid-19. Data itu tidak mewakili kondisi di lapangan.
Namun dia tidak mengungkap lebih jauh alasan penghapusan informasi itu. ”Data kumulatif tidak mencerminkan gambaran negara saat ini,” tulis Bolsonaro di akun Twitter.
Ketika pemerintah menghentikan data Covid-19, media-media di Brasil mempublikasikan data Virus Corona yang dikumpulkan sendiri supaya publik tetap mendapat informasi.
Presiden Bolsonaro menjadi sasaran kritik menangani pandemi Covid-19 yang menentang karantina wilayah, meremehkan virus dengan menyebutnya flu ringan sehingga mengabaikan protokol kesehatan. Social distancing tak diberlakukan di sini. Dia hanya menyalahkan WHO tak bertanggung jawab dan menjadi organisasi politik partisan.
Bolsonaro menekan pemerintah daerah agar aturan lockdown yang diterapkan dilonggarkan. Alasannya lockdown menghancurkan ekonomi.
Bahkan dia menuduh gubernur dan walikota di negara bagian menggunakan isu ini untuk mendapatkan keuntungan politik, di tengah kritikan yang menentang pemerintahannya.
Wabah Corona ini menjadi Brasil terjadi pergantian menteri kesehatan dua kali karena perbedaan pandangan menangani pandemi.
Pertama, Menteri Kesehatan Luiz Mandetta dipecat Bolsonaro karena menetapkan aturan social distancing. Presiden mengehendaki tak ada aturan jaga jarak dan lainnya yang menghambat bisnis.
Kedua, penggantinya Menteri Kesehatan Nelson Teich mundur 15 Mei 2020. Menteri Teich mengkritik dekrit presiden yang membolehkan pusat kebugaran dan salon kecantikan dibuka kembali. Dia hanya menjabat selama satu bulan. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto