PWMU.CO-Asas tunggal Pancasila pernah diterapkan pemerintah Orde Baru untuk semua ormas tahun 1985. Suasana politik heboh dan gaduh. Termasuk di internal Muhammadiyah. Ada pro-kontra. Apalagi sudah dikeluarkan UU No. 8/1985 tentang Ormas.
Tahun itu Muhammadiyah mengadakan muktamar di Solo. Maka menjelang muktamar, Ketua PP Muhammadiyah KH AR Fachruddin menghadap Presiden Soeharto mengundang sekaligus membuka acara.
Diceritakan, Pak Harto bersedia hadir asal Muhammadiyah menerima asas tunggal Pancasila. Pak AR pun dengan lugas menjawab, ”Pak Harto, saya tidak bisa memutuskan. Yang memutuskan muktamar nanti. Karena itu hendaknya Pak Harto menjelaskannya pada muktamirin.”
”Ya tapi harus ada kepastian Muhammadiyah menerima asas Pancasila,” kata Pak Harto. ”Begini. Karena Indonesia berdasarkan Pancasila, maka semua organisasi dan perkumpulan supaya menggunakan Pancasila sebagai asas. Semua orang dan organisasi di Indonesia mempunyai tujuan yang sama. Karena itu ketika berjalan harus mempunyai aturan yang sama.”
Pak AR pun nyeletuk,”Apa kira-kira boleh diibaratkan seperti orang naik kendaraan di jalur helm. Maka semua pengemudi kendaraan harus pakai helm?”
”Ya kira-kira seperti itu. Tapi tidak persis. Misalnya Muhammadiyah itu organisasi Islam, berakidah Islam dan berasaskan Pancasila. Kan tidak apa-apa. Tidak akan mengubah keyakinan Islamnya,” ujar Pak Harto menerangkan.
”Jadi bisa diumpamakan seperti pengemudi motor di jalur helm tadi?” tanya Pak AR lagi.
”Saya kira tak masalah,” tandas Pak Harto.
”Baik, kalau begitu kami menunggu kehadiran Bapak untuk membuka muktamar sekaligus memberi pengarahan,” tegas Pak AR.
”Asal Muhammadiyah bersedia menerima asas Pancasila,” kata Pak Harto mengulang lagi.
”Seperti di jalur helm,” jawab Pak AR sambl tersenyum yang dibalas Pak Harto dengan senyum pula.
Jalur Helm Akhirnya Diterima
Saat muktamar berlangsung Pak Harto datang memberi sambutan dan membuka muktamar. Istilah jalur helm pun menjadi berita yang menarik di koran-koran yang meliput pembukaan muktamar Solo.
Dalam muktamar itu, Muhammadiyah akhirnya memutuskan menerima asas Pancasila demi keamanan melintasi di jalur helm.
Pak AR dalam ceramah di waktu lain mengatakan, Pak Harto sebenarnya seorang muslim yang baik. Tak mungkin dengan kebijakan asa tunggal Pancasila akan merugikan umat Islam.
Bagi Pak AR, negara Islam itu sederhana. Jika pimpinannya muslim dan negara tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan Islam, maka negara tersebut negara Islam. Asas tunggal Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Meskipun demikian dia tidak bisa serta merta memenuhi permintaan Pak Harto agar Muhammadiyah menerimanya tanpa kesepakatan muktamirin.
Kisah ini berdasarkan buku Pak AR Sang Penyejuk tulisan Syaefudin Simon. (*)
Editor Sugeng Purwanto