PWMU.CO– Islam pertama kali masuk ke Indonesia di daerah Barus, sebuah kota kecil di pesisir Barat Tapanuli Tengah Sumatra Utara. Didakwahkan oleh pedagang dan pelaut Arab.
Di daerah ini terdapat kompleks makam tua bernisan marmer dan batu granit yang warga setempat menyebut Makam Tuan Mahligai. Di batu nisannya terukir kaligrafi ayat Quran dan kalimat tauhid.
Satu makam paling terkenal adalah Syeikh Rukhnuddin. Di batu nisannya tertulis wafat pada malam 13 Safar tahun 48 dari hijrah Nabi dalam usia 102 tahun 2 bulan 10 hari.
Tahun 48 Hijriyah sama dengan 672 Masehi. Menurut penyelidikan Panitia Badan Pemelihara Makam Tua Barus Mudik menyimpulkan pertama, sejarah Islam nusantara pertama masuk ke daerah ini sebelum tahun 48 Hijriyah.
Angka tahun yang tertulis dalam nisan membuktikan saat itu sudah terbentuk masyarakat Islam yang mapan. Tentu siar Islam pertama kali datang jauh hari sebelum terbentuknya masyarakat Kuburan dengan nisan marmer dan batu granit menunjukkan masyarakat Islam waktu itu cukup kaya.
Kedua, di zaman itu Barus sudah ada madrasah yang siswanya berasal dari berbagai daerah. Itu terbaca dari tulisan di nisan yang menunjukkan asal daerahnya. Barus sebagai pusat madrasah makin terkenal di zaman Kesultanan Samudra Pasai dan Aceh.
Tokoh paling terkenal namanya berasal dari sini adalah Hamzah Fansuri. Penyair abad 16 yang disebut sebagai pelopor puisi Melayu. Nama Fansuri merujuk kepada daerahnya yaitu Pancur yang masuk wilayah Barus.
Orang terkenal lainnya adalah Abdurrauf ibnu Ali al-Fanshur as-Sinkili. Ulama abad 17 M yang namanya populer di negara Arab dan dihormati rezim Turki Utsmani.
Karya tulisnya Turjuman al-Mustafid, kitab tafsir berbahasa Arab-Melayu yang dicetak oleh penerbit Syekh Mustafa al-Babiy al-Halabiy di Mesir.
Kapur Barus
Pada masa kuno itu Barus sudah terkenal dengan komoditasnya yang banyak dicari pedagang Arab, Cina, Jawa, Bugis yaitu kapur Barus. Barang ini berasal dari getah pohon kapur (Cinnamomum camphora) yang banyak tumbuh di Barus. Berbentuk kristal putih seperti kemenyan berfungsi sebagai pengharum.
Orang Arab menyebut kaafuur, orang Belanda menamakan kamfer, Portugis mengatakan canfor, orang Inggris champhor. Kapur menjadi barang dagangan laris selain rempah-rempah untuk dibawa ke India, Arab, dan Eropa.
Buya Hamka punya tafsir sejarah awal Islam di nusantara tinjauan linguistik dari kata kapur Barus ini. Menurut ulama dari Minangkabau ini, kata kaafuur bahasa Arab merupakan hasil serapan untuk menyebut barang dagangan kapur Barus ini.
Kata kaafuur ini, menurut Hamka, juga terdapat dalam al-Quran surat al-Insan ayat 5.
إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
Sesungguhnya orang baik-baik mereka minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya kapur.
Kata kaafuura biasanya oleh ahli tafsir al-Quran diartikan nama mata air di surga yang airnya putih, baunya sedap, dan rasanya enak sekali.
Namun Hamka punya sudut pandang lain. Kata kapur sudah diserap dalam bahasa Arab akibat perdagangan komoditas kapur Barus. Ini terjadi sebelum masa Islam. Berarti pelaut Arab sudah melayari lautan nusantara ini lama sekali.
Kata Hamka, tanaman kapur di zaman itu hanya tumbuh di Sumatra, tidak ada negeri lain sehingga kosa kata kapur pasti hanya dimiliki oleh Melayu Sumatra terutama dari Barus.
Bukti Catatan Barat dan Timur
Sejarawan Dada Meuraxa juga berpendapat, Islam pertama kali masuk ke Indonesia di Barus. Bukti-bukti yang dia ungkapkan, pertama, astronom Claudius Ptolomaeus dari Iskandariyah Mesir mencatat satu tempat di Sumatra bernama Labadiou.
Tempat itu diyakini daerah Lobu Tuo. Buku itu terbit tahun 160 Masehi. Informasi itu diperoleh Ptolomaeus dari pelaut-pelaut Mesir yang sudah berlayar jauh ke selatan India. Kota Lobu Tua terletak dekat Barus berupa tanah tinggi, terdapat mata air, sungai, dan pelabuhan.
Catatan Cina yang ditulis I Tsing tahun 671 mencatat suatu daerah bernama Po Lu Cho. Kata ini sebutan orang Cina untuk Barus. Dia juga mengabarkan di barat pantai Sumatra menjumpai permukiman orang Arab. Raja setempat mengangkat satu orang menjadi ketua permukiman.
Catatan pelaut Arab Ibnu Kurdazeb tahun 844 M, dia mengambil kapur dari Barus dan timah dari Kedah. Barang-barang itu menarik pedagang Siraj, Uman, dan lainnya.
Dari catatan itu dapat disimpulkan pedagang Arab yang bermukim di sini menyebarkan Islam ke penduduknya kemudian membentuk kerajaan dan madrasah. Tokoh-tokoh berasal dari Barus kemudian mengembangkan Islam ke Pasai dan Aceh hingga munculnya kesultanan di tempat ini. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto