Inilah kondisi rumah singgah Kiai Dahlan saat di Banyuwangi. Seperti yang diceritakan Yulia Febrianti, kontributor PWMU.CO dari Bumi Blambangan Banyuwangi.
PWMU.CO – Hawa sejuk dari teduhnya dua pohon mangga di halaman seakan ikut menyambut langkah kaki saya menuju rumah yang terletak di Jalan Kauman No 28 RT 01 RW 01 Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi tersebut, Sabtu (4/7/2020)
Bangunan rumah yang terdiri dari separuh tembok dan separuh sirap itu milik almarhum Atmo Sumarto. Lelaki asal Yogyakarta yang bertugas di Banyuwangi sebagai mantri polisi—sekarang Kapolsek—Rogojampi. Setelah wafat, rumah tersebut ditempati putra bungsunya Soedjono. Setelah dia wafat, salah seorang putranya bernama Sumarto yang kini menempati rumah tersebut.
Ditemani Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Rogojampi Hari Wahyudi, yang juga merupakan putra angkat Soedjono, saya kemudian diajak untuk mengulik ruang dan perabot yang pernah digunakan Kiai Dahlan saat berkunjung ke Banyuwangi.
Disinggahi Tiga Kali
Rumah yang berdiri sejak zaman kolonial Belanda tersebut sudah tiga kali dikunjungi KH Ahmad Dahlan. Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah itu berkunjung kali pertama kali tahun 1919 dengan tujuan berdagang.
Dua tahun berselang, atau pada 1921, kunjungan kedua dilakukan saat Kiai Dahlan mendapat teror pembunuhan. Kunjungan terakhir pada 1922, atau setahun sebelum wafatnya KH Ahmad Dahlan.
Di dalam rumah, ada sekat yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Dua lapis pintu model kupu tarung menjadi sekat dengan diapit dua jendela besar dengan model yang sama.
Daun pintu, jendela, dan dinding rumah tersebut terbuat dari kayu yang berjenis ulin. Semakin tua, kayu jenis ini akan semakin ulet, bergantung tingkat ketebalannya.
Di ruang tamu tersebut terdapat tiga set kursi kuno. Kursi tersebut menjadi saksi sejarah, karena pernah menjadi tempat duduk Kiai dan Nyai Dahlan. Di sana, dua set kursi berada di kanan dan satu set berada di kiri. Ketiga kursi itu terbuat dari kayu jati dengan alas dari jalinan rotan.
Motif jalinannya pun masih sama dengan aslinya. Karena alas duduk yang lama sudah rusak dimakan usia. Posisi atau letak kursi tersebut juga masih sama, hanya ada penambahan kursi modern berbentuk sofa.
Memasuki ruang tengah, ada empat kamar dengan posisi dua di kanan dan dua dikiri. Jam dinding model kuno yang tak pernah berubah posisi pun ikut menyambut. Demikian juga foto-foto keluarga besar Atmo Sumarto serta lukisan Pangeran Diponegoro.
Kamar Dekat Dapur
Kamar yang menjadi tempat bermalam Kiai Dahlan berada di sebelah kiri belakang, dekat dengan dapur. Ranjang besi kuno dan lemari pakaian masih utuh, seakan menjadi saksi betapa berartinya Kiai Dahlan bagi keluarga Atmo Sumarto. Begitu pun sebaliknya. Kiai Dahlan bahkan mereplika model lemari tersebut di Yogyakarta, sebagai kenangannya atas rumah keluarga Atmo Sumarto.
Untuk dapur, sudah banyak perubahan. Tak ada lagi tumang atau tungku. Tugas dan fungsinya sudah digantikan dengan kompor gas. Sama halnya dengan sumur yang dalamnya lebih dari 10 meter itu juga sudah berlapis semen hingga ke dasar.
Sumur tersebut menjadi tempat Kiai Dahlan saat mencuci pakaian. Demikian juga dengan kamar mandinya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni