Teladan Berkorban Ahmad Dahlan ditulis oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah sosial-keagamaan.
PWMU.CO – Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah jalan panjang keteladanan. Nyaris di setiap langkah kehidupannya, bernilai dakwah. Sementara, di medan dakwah, pasti memerlukan pengorbanan dalam segala bentuknya.
Maka, sejarah mencatat: Harta, pikiran, tenaga, dan—pendek kata—semua yang dimiliki Ahmad Dahlan telah dihibahkan (baca: dikorbankan) di Jalan Allah.
Membaca Ibrahim AS
Ibrahim AS, bapak para Nabi, telah memberi teladan terbaik dalam berkorban. Ismail—putra lelaki Ibrahim AS, yang lama didamba kehadirannya—diperintahkan oleh Allah untuk dikorbankan. Atas perintah Allah yang superberat itu, Ibrahim taat.
Mari renungkan sejenak performa Ibrahim yang memesona itu. Bahwa, bagi orangtua manapun, anak adalah harta yang terbaik. Bahwa, untuk segenap orangtua, anak adalah hiasan dunia yang paling indah.
Tapi, di saat datang titah Allah untuk mengorbankan ‘harta dan hiasan dunia’ yang paling dicintainya itu, Ibrahim patuh. Dia tunjukkan pribadi tauhid yang sejati, yaitu, selalu membesar-besarkan Allah dengan cara melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segenap larangan-Nya.
Selanjutnya, Allah yang Maha Pengasih tak hendak menzalimi hamba-Nya. Allah yang Maha Penyayang selalu bersegera membalas ketundukpatuhan hamba-Nya. Kita kemudian tahu, atas kuasa Allah, Ismail tak jadi dikorbankan sebab posisinya lalu digantikan hewan kurban. Allahu-Akbar!
Kini, siapapun dan kapanpun, sikap selalu menaati Allah ala Ibrahim harus menjadi performa keseharian kita. Sekarang, siapapun dan kapanpun, kecenderungan untuk senantiasa membesar-besarkan Allah—seperti yang telah diperagakan Ibrahim—patut menjadi sifat kita.
Agar kecintaan kita kepada Ibrahim semakin kuat, selalu penuhi petunjuk Allah ini: “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.” (asy-Syu’araa’ 69).
Supaya kisah Ibrahim As, dan kisah-kisah yang lain, bisa menjadi pelajaran bagi kita, cermatilah panduan Allah ini: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf 111)
Teladan di Yarmuk
Jejak dan semangat berkorban Ibrahim banyak yang mengikuti. Lihatlah, misalnya, di Perang Yarmuk. Saat itu, prajurit Islam menghadapi tentara Romawi.
Di pasukan Islam, ada Ikrimah bin Abi Jahal. Dulu, dia musuh Islam dan lebih dari sekali berperang melawan Rasululullah Saw. Kini, dia berada di pihak Islam dan berjuang sepenuh hati.
Ikrimah terus maju menghadapi musuh tiada gentar sedikit pun. Tercatat, sudah banyak tentara Romawi yang tewas di tangannya. Melihat ‘kinerja jihad’ Ikrimah yang super-berani itu, lalu Khalid bin Walid, sang panglima perang, mendekati dan mengingatkannya, “Ikrimah, janganlah nekat. Keberadaan Anda sangat dibutuhkan oleh kaum Muslimin!”
“Hem…, mudah saja Anda berkata seperti itu. Anda sudah merasakan manisnya berjuang di jalan Allah bersama Rasulullah SAW ketika saya dan bapak saya sangat keras memusuhi di medan perang.
Pantaskah kini, setelah bersama Rasulullah, saya malah lari dari hadangan pasukan Romawi? Oh, tidak! Biarkan saya menebus dosa-dosa saya,” kata Ikrimah dengan mantap. Lalu, tanpa ragu-ragu, iapun kembali masuk ke arena perang.
Di tengah kecamuk perang, Ikrimah akhirnya terluka parah. Ia dibaringkan berdekatan dengan Harits bin Hisyam dan Suhail bin Umair yang juga terluka parah. Akibat kehilangan banyak darah, mereka bertiga merasa sangat haus.
Ketika seorang perawat hendak memberi Ikrimah segelas air minum, tiba-tiba Harits mengeluh kehausan. Ikrimah meminta air itu untuk diberikan ke Harits saja. Namun, belum lagi bibir Harits menyentuh gelas, Suhail mengerang kehausan.
Harits pun mendahulukan Suhail untuk minum. Tapi, Suhail pun tidak jadi minum dan mendahulukan Ikrimah yang kembali mengerang kehausan.
Begitu gelas berisi air itu didekatkan ke bibir Ikrimah, ternyata dia sudah meninggal. Demikian pula ketika air hendak diminumkan ke Harits, ternyata dia juga telah tiada. Lalu, Suhail menyusul syahid pula. Ketiganya gugur di medan jihad tanpa sempat minum untuk kali yang terakhir. Allahu-Akbar!
Mereka telah memeragakan dengan indah tentang bagaimana praktik menafkahkan harta yang paling kita cintai. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran 92).
Mereka, Ikrimah dan dua sahabatnya, terlihat memiliki ciri sebagai orang shalih, yaitu bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan. “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan. Mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang shalih” (Ali Imran 114).
Pengorbanan Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah contoh lain, sebagai salah seorang yang berusaha meneladani semangat berkorban Ibrahim AS.
Bagi pendiri Muhammadiyah itu, mengorbankan harta sangat utama. Pernah, di suatu ketika, dia berkata: “Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agama dengan menyumbangkan jiwamu. Jiwamu tak usah kamu tawarkan.
Kalau Tuhan menghendakinya, entah dengan jalan sakit atau tidak, tentu kamu akan mati. Tapi, beranikah kamu menawarkan harta-bendamu untuk kepentingan agama?
Itulah yang lebih diperlukan pada waktu sekarang ini. Umat Islam dan Muhammadiyah sangat membutuhkan uluran tangan dari demawan Islam untuk memajukan perkembagan umat Islam.”
Ahmad Dahlan konsekuen dengan ucapannya itu. Tentang ini, tentu akan sangat banyak contoh yang bisa diungkap terkait berbagai pengorbanan Ahmad Dahlan dalam mendakwahkan Islam. Berikut ini sekadar menyebut dua contoh.
Pertama, pengorbanan harta atau uang dari Ahmad Dahlan. Ini menyangkut kepedulian Ahmad Dahlan yang sangat tinggi terhadap usaha memajukan pendidikan bangsanya. Perhatikan kisah Ahmad Dahlan dan Gaji Guru berikut ini.
Di suatu hari, Ahmad Dahlan akan melelang perabot rumah-tangganya ketika tak ada uang untuk membayar gaji guru di sekolahnya. Atas rencana itu, banyak sahabatnya yang tidak tega, lalu membeli barang-barang itu dengan harga jauh lebih mahal dari yang semestinya.
Kedua, pengorbanan waktu bersama keluarga. Pernah, Ahmad Dahlan tetap bersemangat mengajar meski sang anak sedang sakit keras.
Alkisah, suatu hari Ahmad Dahlan sedang mengajar di kelas. Di saat sedang serius bersama murid-muridnya, istri Ahmad Dahlan datang dan berkabar bahwa salah seorang putra mereka sakit keras.
Setelah pamit ke murid-murid untuk sementara waktu pulang, Ahmad Dahlan lalu menemui sang anak. Setelah memberi semangat dan mendoakan si anak, Ahmad Dahlan bersiap kembali menemui murid-muridnya.
Tampak, sang istri seperti berkeberatan jika Ahmad Dahlan segera kembali mengajar. Atas hal itu, dengan tersendat-sendat Ahmad Dahlan berkata:
“Wahai Nyai, janganlah engkau menyangka bahwa jika aku tetap menunggui anakmu ini dia akan sembuh dan jika aku tinggalkan akan mati. Tidak Nyai, mati dan hidup di Tangan Allah, Tuhanmu dan Tuhanku, serta Tuhan dari Jumhan anak kita.”
Setelah berkata-kata seperti itu, Ahmad Dahlan kembali ke tempat dia mengajar.
Tantangan dan Jawaban
Cermatilah berita pada 21 Maret 2020, yang bisa dibilang terjadi di saat awal-awal Covid-19 ‘masuk’ Indonesia ini:
Minggu Pertama WFH Pendapatan Ojol Turun 50 Persen. Empat bulan setelah itu, 24 Juli 2020, di sebuah situs ada berita ini: Siswa Belajar Online di Kebun yang Jadi Sarang Ular, Orangtua Was-was: Mau Beli Kuota Gak Ada Uang.
Apa arti berita-berita di atas? Jelas, di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, kita sedang berada di situasi yang sangat sulit. Kita sedang berada di masa yang sungguh berat.
Pertama, penyakit menular yang ditimbulkan virus Corona bisa menimpa siapa saja. Kedua, tak hanya sakit dan kematian yang membayangi kita, tapi juga terjadi gangguan serius di semua aspek kehidupan kita termasuk di sisi ekonomi.
Untuk yang pertama, ada solusi menarik dari Abdurachman Latief, Guru Besar FK Unair. Di Republika 24 maret 2020. Dia menulis: Melesatkan Imunitas. Intinya, kita akan selamat dari Covid-19 jika memiliki imunitas optimal. Imunitas bisa dilesatkan melalui upaya fisik dan nonfisik. Lewat nonfisik, bersihkan egoisme dan perkuat altruisme.
Atruisme adalah sikap untuk selalu mendahulukan orang lain. Altruisme adalah bersegera membantu siapapun yang membutuhkan. Eloknya, altruisme akan berbuah kebahagiaan dan bisa melahirkan imunitas yang kuat, badan sehat, tenang, dan sejahtera.
Sejumlah penelitian ilmiah mendukung kesimpulan ini. Alhasil, setiap kita berpeluang melesatkan imunitas sampai optimal dengan altruisme. Lalu, dengan itu, kita bisa “Menuntaskan problem global Covid-19,” kata Abdurachman.
Di titik ini, semangat berkorban di suasana Idul Adha sangat relevan untuk kita kobar-kobarkan.
Untuk yang kedua, tak ada pilihan kecuali kita harus saling membantu. Lihat tiga sahabat yang saling ‘bersedekah’ air di Perang Yarmuk. Padahal, di kala itu, masing-masing sangat membutuhkannya.
Ketika harus menolong sesama, kita harus siap berkorban. Lihatlah Ahmad Dahlan yang sampai rela mengorbankan hata-benda pribadinya dengan cara melelang untuk mendapatkan dana bagi kepentingan umat.
Berbuat kebajikan memang perintah Allah. Untuk itu, mari berlomba-lomba ‘mencari perhatian’ Allah. “Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (al-Maaidah 93).
Berbuat baik kepada orang lain termasuk kebajikan yang sangat disukai Allah, maka ‘bersainglah’ dalam mengerjakannya. “Berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (al-Maaidah 48).
Ibrahim AS adalah teladan utama dalam berkorban. Kemudian, Ikrimah dan dua sahabatnya di Perang Yarmuk, teladan pengorbanannya sangat menggetarkan. Lalu, pada pribadi Ahmad Dahlan, teladan pengorbanannya juga patut kita ikuti jejaknya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan Teladan Berkorban Ahmad Dahlan ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif edisi 48 Tahun ke-XXIV, 31 Juli 2020/10 Dzulhijah 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.