PWMU.CO– Trisila dan Ekasila yang muncul dalam RUU HIP yang disodorkan oleh Fraksi PDIP menunjukkan gejala perubahan dasar negara Pancasila belum selesai sejarahnya.
Demikian Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti ketika membuka Pengajian Umum online Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jumat (14/8/2020).
Untuk mengupas persoalan itu, pengajian ini mengangkat tema Muhammadiyah, Pancasila dan Kemerdekaan sekaligus menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia Ke-75 yang diperingati Senin, 17 Agustus 2020.
Dimasukkannya tafsir Pancasila yang diperas menjadi Trisila dan Ekasila itu menjadi masalah yang luar biasa. ”Ketika kita berdebat dan berdiskusi hangat soal RUU HIP yang di dalamnya ada rumusan Pancasila yang menimbulkan kontroversi, ini seharusnya kita akhiri,” tegas Mu’ti.
Tapi, sambungnya, realitas menunjukkan bangsa ini ternyata belum selesai dengan catatan sejarahnya itu. ”Dan ini saya kira menjadi sebuah persoalan penting, bagaimana kita memaknai sejarah dan kita sebagai bangsa ini memiliki makna, memiliki harkat dan martabat di negara lain,” tandasnya.
Karena itu, menurut Mu’ti, ketika berbicara mengenai Muhammadiyah, Pancasila dan Kemerdekaan Indonesia, Muhammadiyah harus bisa meneruskan jejak para tokoh yang telah ikut berjuang dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
”Maka dengan spirit ini mudah-mudahan kita semua tergerak. Kita jangan hanya berdakwah di internal persyarikatan dan amal usaha. Tapi juga harus ikut berdakwah, berperan dalam menentukan arah bangsa ke depan,” ujarnya.
Peran Muhammadiyah dalam Sejarah
Tema pengajian ini, kata Mu’ti, karena beberapa persoalan historis yang perlu diangkat kembali. Karena sebagian dari masyarakat ada yang belum memahami secara seksama bagaimana sesungguhnya proses yang berkaitan dengan momen-momen penting berdirinya NKRI terutama berkaitan dengan Pancasila sebagai dasar negara.
”Di dalam catatan buku-buku sejarah, hampir tidak ada, kalau toh ada sangat sedikit, yang mengaitkan peristiwa kemerdekaan Indonesia ini dengan peran para tokoh Muhammadiyah dalam kemerdekaan Indonesia dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi,” tandasnya.
Padahal, katanya, kalau kita membaca sejarah, sesungguhnya peran Muhammadiyah sebagai organisasi dan para tokoh Muhammadiyah memiliki peran besar dalam proses menentukan berdirinya negara Indonesia dan kedaulatan Indonesia.
“Maka ini perlu kita angkat, karena dalam konteks berbicara masa depan bangsa, kita bicara mengenai historical legacy atau warisan sejarah dan dalam beberapa hal juga championing the history (memenangkan sejarah),” terangnya. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Sugeng Purwanto