Sarang Laba-Laba Selamatkan Nabi adalah satu episode perjalanan hijrah Nabi saat sembunyi di Gua Tsur dari kejaran kafir Mekkah
PWMU.CO-Lolos dari kepungan orang-orang Mekkah yang hendak membunuhnya, dalam gelap malam Rasulullah melangkah cepat-cepat tinggalkan rumah menuju rumah Abu Bakar. Setelah keduanya bertemu tanpa banyak kata mereka keluar lewat pintu belakang rumah.
Berjalan cepat-cepat menembusi malam terus mengarah ke selatan menuju bukit Tsur. Jauhnya sekitar 5 km dari pusat kota. Ini merupakan bukit paling tinggi di sekitar Mekkah.
Dalam buku Kisah Dramatik Hijrah diceritakan, selama dalam perjalanan malam itu Abu Bakar sangat khawatir dengan keselamatan Nabi. Sesekali dia berjalan di depan Nabi. Kemudian dia ganti bergegas berjalan di belakang.
Nabi pun heran lantas bertanya,”Apa yang mendorongmu sesekali berjalan di depanku dan sesekali di belakangku?”
”Rasulullah, kalau aku ingat ada pengejar maka aku berjalan di belakangmu agar Anda terlindung. Tapi ketika aku ingat mungkin ada pengintai di depan maka aku ganti berjalan di depanmu agar Anda aman.”
Tak lama kemudian mereka tiba di kaki bukit Tsur. Bergegas saja mereka mendaki lerengnya yang berbatu cadas dan terjal. Setelah mendaki dengan susah payah sejauh kira-kira 500 meter sampailah ke lubang sebuah gua.
”Rasulullah, tunggulah di sini dulu sampai aku bersihkan dalam gua ini,” kata Abu Bakar.
Abu Bakar memasuki mulut gua yang gelap lebih dulu untuk memastikan kondisinya aman dari hewan berbahaya dan kotoran. Ruang gua sempit dan rendah. Di ujungnya lagi juga ada lorong terbuka. Abu Bakar juga memastikan lubang terbuka ini tidak menimbulkan celaka.
Setelah dirasakan aman, dia berkata,”Sekarang silakang masuk, ya Rasulullah.”
Di sinilah keduanya memutuskan bersembunyi. Dalam gelap, perasaan keduanya diliputi waswas hingga jatuh tertidur.
Hampir Ketahuan
Esok pagi, orang-orang Quraisy geger. Rencana membunuh Nabi tadi malam gagal. Nabi Muhammad lolos. Mereka lantas membentuk beberapa kelompok pasukan untuk mencari jejak Nabi Muhammad dengan mengubek-ubek seluruh pelosok Mekkah.
Salah satu kelompok pengejar itu ada yang mencari ke semua celah bukit dan gua di pinggiran Mekkah. Tapi belum juga menemukan Nabi. Mereka juga mendaki bukit Tsur hingga sampailah ke depan mulut gua. Suara orang ribut-ribut terdengar oleh Nabi dan Abu Bakar yang ada di dalamnya.
Abu Bakar cemas bukan kepalang kalau-kalau tertangkap. Ruang gua yang sempit itu seakan-akan telah menghimpitnya. Sebab jika saja para pengejar itu sampai melongokkan kepala ke mulut gua akan tampaklah ada dua orang di dalamnya. Namun Rasulullah menguatkan hatinya. ”Jangan cemas dan bersedih. Sungguh Allah beserta kita,” kata Nabi.
Saat para pengejar itu sudah sampai di mulut gua, mereka ragu-ragu untuk masuk memeriksa. Sebab di mulut gua ada sarang laba-laba yang utuh. Sarang laba-laba itu membentang dari semak-semak hingga ke mulut gua. Di dekat situ juga ada sarang merpati yang mengerami telur.
”Kalau ada orang masuk ke situ pasti sarang laba-laba ini sudah rusak,” kata seorang pengejar kepada temannya. Ternyata para pengejar itu tidak melongok ke dalam gua malah meninggalkan gua karena menganggap dalam gua tidak ada orang.
Setelah langkah pengejar terdengar makin menjauh dan menghilang, legalah dada dan perasaan Abu Bakar dan Nabi.
Keduanya bersyukur Allah telah menyelamatkan dengan sarang laba-laba. Boleh jadi laba-laba itu membangun sarangnya waktu tengah malam saat keduanya tertidur. Allah telah menurunkan ketenangan kepada keduanya dan memperkuatnya dengan tentara yang tidak mereka lihat.
Bermalam Tiga Hari di Gua
Siangnya Amir bin Fuhairah, budak Abu Bakar, tampak membawa domba-domba ke padang gembalaan bersama penggembala Quraisy lainnya di bawah bukit Tsur. Menjelang sore ketika semua penggembala lain menggiring dombanya pulang, Amir mendaki bukit menuju gua untuk menyerahkan daging domba dan susu yang baru diperah kepada Abu Bakar.
Tak lama kemudian Abdullah bin Abu Bakar datang menyampaikan kabar perkembangan orang-orang Quraisy yang masih mencari-cari Nabi Muhammad dan Abu Bakar ke seluruh pelosok Mekkah. Asma’ binti Abu Bakar juga datang membawa makanan.
Setelah itu Abdullah dan Asma’ pulang. Giliran Amir menggiring domba-domba sambil menghapus jejak-jejak di tanah dengan jejak kawanan domba. Kondisi ini terus berlangsung hingga tiga hari lamanya. Pada hari terakhir, Abdullah bin Abu Bakar melaporkan, orang Mekkah sudah putus asa dan berhenti mencari Nabi.
Mendengar laporan itu, Abu Bakar dan Nabi memutuskan sudah waktunya berangkat ke Yatsrib. Abu Bakar meminta anaknya menghubungi Abdullah bin Uraiqith agar menyusul ke gua dengan membawa untanya.
Ketika hari gelap, Abdullah bin Uraiqith segera datang dengan menuntun dua unta. Asma’ binti Abu Bakar juga datang membawakan dua bekal makanan.
Abu Bakar membawa untanya kemudian memilihkan yang terbaik untuk diberikan kepada Nabi. ”Naikilah unta ini,” katanya.
Nabi berkata,”Aku tidak menaiki unta yang bukan milikku.”
”Unta itu untukmu, ya Rasulullah,” jawab Abu Bakar.
”Tidak. Berapa harga unta ini jika kamu menjualnya?” tanya Rasulullah.
Abu Bakar menyebutkan harga. ”Sepakat. Aku beli dengan harga itu,” kata Rasulullah.
”Baik. Unta itu telah menjadi milikmu, ya Rasulullah,” jawab Abu Bakar.
Keduanya segera menaiki unta masing-masing kemudian memacu unta mengikuti Abdullah bin Uraiqith meninggalkan gua Tsur. Ibnu Uraiqith memandu melewati jalur yang aman keluar kota Mekkah.
Sampai di tapal batas kota, dari atas untanya Rasulullah memandangi kota kelahirannya itu. Banyak kenangan yang harus ditinggalkan. Rumah, harta, saudara-saudaranya, makam istri tercinta.
”Alangkah indahnya dan besarnya cintaku wahai kota Mekkah. Jika tidak karena aku diusir oleh kaumku darimu pasti aku tidak akan pilih tempat menetap selainmu,” kata Nabi. Kemudian bergegas keduanya menembus gurun pasir menuju jalan ke Yatsrib memulai hijrah. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto