PWMU.CO– Slamet Hariyanto (64), aktivis Muhammadiyah di Surabaya wafat, Ahad (23/8/2020) pagi ini. Dia meninggal di kampung halamannya di Pogar Bangil Pasuruan, belakang Pondok Putri Persis. Dia dimakamkan di desanya pula siang ini.
Slamet Hariyanto terakhir bekerja sebagai pengacara berkantor di Balai Wartawan Jalan Taman Apsari Surabaya. Sebelumnya pernah anggota DPRD Jatim periode 1992-1997 dari PPP.
Juga menjadi Kepala SMP Muhammadiyah 1 Kapasan, Ketua Majelis Dikdasmen PDM Surabaya, dan Ketua Majelis Hukum dan HAM PDM Surabaya 2015-2020, dan Ketua Majelis Hukum dan HAM PWM Jatim 2010-2015. Saat menangani Majelis Dikdasmen dia membenahi manajemen antar perguruan Muhammadiyah Surabaya.
Juga pernah menjabat Ketua PW IPM Jatim (1982-1984), Ketua PWPM Jatim (1984-1987). Dia juga mengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Magister hukum diperoleh dari Universitas Airlangga Surabaya.
Belakangan dia tidak banyak aktif di kegiatan karena sempat terkena stroke. Tapi sudah berangsur pulih. Namun pada 13 Juli 2020 lalu kehilangan istrinya, Siti Nur Cholidah Surgawati, meninggal dunia. Ternyata berselang sebulan, kini dia menyusulnya. Pasangan ini wafat meninggalkan anak angkat Sherly.
Dia biasanya aktif menulis di FB. Tapi terakhir dia menulis status pada 18 Juli ketika mendengar kematian wartawan Republika Hadi Mustofa. Sebelumnya dia juga menulis status kabar kematian fotografer Surya Dicky Subagyo pada 16 Juli. Sebelumnya lagi pada 9 Juli menulis kabar meninggalnya Ustadz Hamzah Tualeka, koleganya di Perguruan Muhammadiyah Kapasan.
Menulis Buku
Slamet Hariyanto pernah menjadi wartawan koran Inti Jaya dan Surabaya Minggu. Setelah lepas jadi wartawan, dia menjadi narasumber berita untuk perkara hukum. Dia juga yang menangani kasus Siyono, kader Muhammadiyah yang tewas saat ditangkap Densus 88.
Rekannya Zed Abidin menuliskan kesannya terhadap Slamet. ”Saya mengenal almarhum saat saya masih menjadi wartawan Tempo tahun 90-an dan Cak Slamet menjadi anggota DPRD Jatim tahun 1992-1997,” katanya.
Sejak tahun 2000-an, sambung dia, sudah jarang bertemu dengan Cak Slamet, tetapi masih sering bertukar kabar lewat telepon dan WA. ”Terakhir kontak sebulan lalu, Cak Slamet memberi kabar kalau istrinya telah meninggal dunia karena sakit sesak nafas,” tuturnya.
Cak Slamet sendiri, ujarnya, pernah diserang stroke dan gangguan pernafasan. ”Wis sak mene ae yo Zed,” kata Zed menirukan ucapan Cak Slamet saat menceritakan kematian istrinya.
Cak Slamet menerbitkan dua buku dengan judul Catatan Harian Wakil Rakyat, Boleh Beda Asal Pendapatan Sama terbit tahun 1992 dan buku Bonek, Berani Karena Bersama terbit tahun 1997.
Muntholib Sukandar, kolega sewaktu di DPRD Jatim dan aktivis Muhammadiyah Lamongan, menuturkan, jasa Cak Slamet sangat besar sekali membina dan mengembangkan pendidikan Muhammadiyah di Babat.
“Dia bersama dengan para guru Muhammadiyah di Kapasan berjuang di SMA dan SMK Muhammadiyah Babat sehingga berkembang seperti yang kita lihat sekarang ini. Almarhum jadi pengajar di Babat sekitar tahun 1975,” ceritanya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto