Kisah Hijrah Umar bin Khaththab salah satu episode menegangkan dalam hijrah. Dua anggota rombongannya disergap Abu Jahal.
PWMU.CO-Setelah baiat Aqabah kedua terjadi, Rasulullah memerintahkan umat Islam agar hijrah ke Yatsrib untuk mencari suaka politik. Maka terjadilah hijrah besar-besaran ke kota yang kemudian dikenal dengan sebutan Madinah al-Munawarah.
Buku Kisah Dramatik Hijrah menceritakan, mereka hijrah perseorangan maupun rombongan. Salah satu rombongan hijrah adalah Umar bin Khaththab ditemani Ayyas bin Abu Rabiah, Hisyam bin Ash bin Wail As-Sahmi.
Ketiganya sepakat berangkat bersama pada pagi hari dan berkumpul di Tanadhub, satu tempat persimpangan sungai di atas Sarif, di luar Mekkah.
Saat itu keamanan orang-orang muslim makin rawan karena sejak terjadi gelombang hijrah ke Yatsrib, kafir Quraisy berusaha mencegah dengan kekerasan. Kalau ada rombongan muslimin hijrah dipergoki langsung dihadang dan disiksa. Karena itu keberangkatan harus sembunyi-sembunyi.
Mereka bertiga membuat perjanjian, bila salah seorang tidak berada di lokasi Tanadhub berarti dia tertahan atau ditangkap maka hendaklah yang dua orang berangkat hijrah.
Ketika hari yang ditentukan tiba, Umar bin Khaththab dan Ayyas bin Abu Rabiah sampai di lokasi. Umar berangkat membawa keluarga dan sanak kerabatnya satu kaum yang telah muslim.
Beberapa waktu mereka menunggu kedatangan Hisyam bin Ash namun tidak muncul-muncul. Ada informasi Hisyam ditahan dan disiksa kaumnya.
Maka Umar dan Ayyas memutuskan berangkat ke Yatsrib. Perjalanan tidak ada hambatan hingga sampai di pos persinggahan terakhir yakni desa Bani Amr bin Auf di Quba. Di desa ini sudah berkumpul muhajirin lainnya.
Ayyas Disergap Abu Jahal
Ternyata keberangkatan Umar dan Ayyas diketahui oleh orang Quraisy. Pengejaran dilakukan oleh dua orang bersaudara, Abu Jahal bin Hisyam dan Haris bin Hisyam. Keduanya ingin membawa pulang Ayyas bin Abu Rabiah yang masih satu kerabat dekat.
Abu Jahal dan Haris bertemu Ayyas di desa Bani Amr bin Auf. Keduanya memaksa Ayyas kembali ke Mekkah. ”Sesungguhnya ibumu telah bernadzar bahwa sisir tidak akan menyentuh rambutnya hingga melihatmu, dan dia tidak akan berteduh hingga melihatmu,” kata Abu Jahal dan Haris.
Ayyas tergetar hatinya mendengar nadzar ibunya. Tapi Umar bin Khaththab curiga itu hanya akal-akalan Abu Jahal. Dia ingatkan Ayyas jangan tertipu oleh pamannya itu.
Tapi Ayyas galau. Dia percaya omongan Abu Jahal. ”Aku akan membersihkan sumpah ibuku lebih dulu,” jawab Ayyas.
Umar mencegahnya.”Demi Allah, kalau ibumu terganggu oleh kutu pasti dia menyisir rambutnya. Ketika panas matahari di Mekkah membara, ibumu pasti berteduh,” tandas Umar meyakinkan.Tapi Ayyas ngotot. Dia teringat masih menyimpan uang di Mekkah sekalian mau diambilnya.
Ayyas nekat balik membuktikan kondisi ibunya. Umar lalu mengingatkan agar berhati-hati tipu daya Abu Jahal di jalan. Umar meminjamkan untanya yang kuat lari dan jinak.
Di tengah perjalanan, Abu Jahal meminta turun untuk istirahat. Saat ketiganya menginjak tanah, Ayyas tidak waspada. Tiba-tiba Abu Jahal dan Haris langsung menyergap Ayyas dan mengikatnya. Lantas membawanya pulang. Sepanjang perjalanan dia mendapat perlakuan kasar.
Mereka memasuki Mekkah tengah malam. Abu Jahal langsung berteriak membangunkan warga.”Hai orang-orang Mekkah, kerjakan seperti inilah terhadap orang-orang bodoh kalian seperti yang kami perbuat terhadapnya,” kata Abu Jahal.
Orang-orang berkumpul. Mereka langsung mengejek dan memukul Ayyas. Lantas dia disekap di sebuah rumah kosong. Ternyata di situ sudah ada Hisyam bin Ash. Keduanya dikurung cukup lama.
Pembebasan Ayyas
Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, nasib Ayyas dan Hisyam ditanyakan. ”Siapa yang dapat membebaskan Ayyas dan Hisyam untukku?” kata Nabi.
Walid bin Walid bin Mughirah langsung berdiri. ”Aku ya, Rasulullah,” ujarnya mantap. Walid adalah anak Walid bin Mughirah, tokoh kafir Quraisy. Bapaknya tetua terpandang dan pintar.
Rasulullah merestui Walid menjalankan tugas itu. Seorang diri dia berangkat ke Mekkah menaiki unta. Dia masuk Mekkah diam-diam. Mendekati rumah Abu Jahal.
Dia melihat seorang perempuan keluar rumah membawa makanan. Diikutinya perempuan itu. Walid bertanya,”Kamu hendak kemana dengan makanan itu?”
”Makanan ini untuk dua orang yang ditahan,” jawab perempuan itu.
”Siapa?” tanya Walid lagi.
”Ayyas dan Hisyam,” jawab perempuan itu tanpa curiga.
Perempuan itu memasuki rumah kosong tanpa atap. Di situlah Ayyas dan Hisyam disekap.
Ditunggulah waktu hingga gelap. Setelah keadaan aman dia mendatangi rumah itu. Ditegakkan untanya mendekati dinding terendah. Dari punggung unta dia panjat tembok untuk masuk.
Tak sulit menemukan kamar penyekapan. Dia mendapati Ayyas dan Hisyam diikat bersama.
Betapa gembiranya Ayyas dan Hisyam bertemu Walid. Tali langsung dipotong dengan pedangnya.
Ketiganya keluar menaiki tembok. Ayyas dan Hisyam yang lemah tubuhnya dinaikkan ke unta. Walid menuntun keluar dari Mekkah dengan menghindari orang.
Tapi sial. Saking tegangnya menjaga agar tidak tepergok, Walid malah tersandung. Dia jatuh. Jari kaiknya berdarah. Dengan menahan sakit, dia tuntun untanya hingga lolos keluar kota langsung menuju Madinah.
Ketika mereka tiba di Madinah, orang-orang menyambutnya dengan gembira dan dipenuhi ucapan syukur. Langsung Walid menemui Rasulullah melaporkan tugasnya. Rasulullah bergembira atas bebasnya Ayyas dan Hisyam yang sekarang sudah berada di depannya. (*)
Editor Sugeng Purwanto