Bukan Sekadar Guru Virtual Biasa, kolom ditulis oleh Ichwan Arif, Guru SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas), Gresik.
PWMU.CO – Enam bulan sudah anak-anak kita menjalani proses pembelajaran virtual. Ruang belajar di sekolah sementara waktu harus ditinggalkan. Ruang berukuran 8 x 9 meter itu kini sepi. Papan tulis dan kursi tak lagi teramah.
Kini ruang belajar tu berganti di kamar pribadi atau rumah keluarga. Bahkan bisa di moil sambl perjalanan. Sangat fleksibel. Guru yang biasanya berada di depannya, tidak ada lagi. Papan tulis sudah berganti dengan gawai atau laptop. Mereka pun hanya ‘bertegur sapa’ melalui dunia maya dengan gurunya.
Ya, mereka sedang menghadapi era baru dalam belajar. Dunia virtual telah menjadi media belajar mereka untuk menggantikan ruang kelas dan sekolah yang selama ini dijadikan sebagai rumah belajar.
Pandemi Covid-19 telah mengubah segalanya. Tatanan yang selama ini hanya bisa dilaksanakan secara tatap muka, dipaksa harus diubah. Tatanan yang selama direncanakan, mendadak harus putar haluan dengan adanya wabah virus ini.
Tak ayal, sektor pendidikan menjadi salah satu ‘ruang’ yang harus berubah cepat. Pembelajaran tata muka, harus beralih menjadi virtual secara PJJ, pendidikan jarah jauh (PJJ).
Ya, ini konsekuensi logis yang harus dihadapi dan bukan untuk dihindari. Ini ada realitas yang harus dikerjakan bukan dijadikan sekadar permasalahan yang terus diratapi, atau malah disesali.
Covid-19 telah membukakan mata kita. Belajar itu beragam, fleksibel, dan bisa dilaksanakan kapan dan di manapun. Maka, pendidikan kita harus menjelma menjadi ‘makhluk’ yang menyenangkan pula ketika anak-anak kita menjadikan dia sebagai teman, sahabat belajar.
Bukan menjadikan mimpi buruh yang nantinya menjadi mereka phobia untuk belajar.
Virtual yang Bagaimanakah?
Pembelajaran virtual bukan sekadar mengubah tatap muka menjadi online. Atau pembelajaran langsung, sekarang materi yang bentuknya powerpoint (PPT) ataupun ringkasan dikirim online melalui Whatsaap semata, selanjutnya tugas guru selesai.
PJJ seperti itu terlalu mudah, meskipun tidak ada wabah pun bisa dilakukan. Tapi, PJJ harus memberikan kualitas layanan pendidikan bagi anak dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Bagaimana caranya?
Ruh PJJ adalah kualitas pembelajaran menjadi nilai yang harus diutamakan. Nilai inilah yang menjadi semangat sekaligus tantangan tersendiri. Bukan sekadar meng-upload materi via website atau virtualclass, selesai. PJJ adalah alat atau media sedangkan kualitas pembelajaran itu terletak pada konten yang diberikan.
Bolehlah materi diletakkan dalam Google Classroom yang sudah dilakukan sekolah-sekolah, tetapi isi harus ada kreativitas dan inovasi guru. Maka, virtual yang bagaimanakah yang ‘dirindukan’ siswa ketika belajar.
Selama ini, kita dikenalkan dengan platform belajar online yang ada di internet. Setidaknya, virtual kita harus berbanding lurus dengan itu. Bukan sekadar memberikan muatan materi, tetapi tampilan video, tutorial, animasi, bahkan film pendek harus bisa dijadikan sebagai medium pembelajaran juga.
Seperti halnya kita dulu, ketika menerima pembelajaran visual sangat menyukai. Anak kita sekarang seperti itu. Mereka akan sangat enjoy dan fun dalam belajar ketika banyak pilihan alternatif belajar.
Semisal, guru menerangkan materi tentang gunung berapi atau tsunami dengan materi PPT atau dengan video pembelajaran. Kira-kira lebih tertarik yang mana?
Virtual yang bagaimanakan yang seharusnya kita lakukan dalam memberikan nilai pembelajaran terbaik bagi anak? Virtual kita akan sangat ‘dirindukan’ ketika kita bisa memahami keinginan mereka dan bukan sekadar melihat diri semata, atau hanya gugur kewajiban semata.
PJJ dan Panggung Belajar
Awalnya, sempat berpikir, kira-kita bentuk kreatif dan inovatif model apa yang harus jadikaan sebagai menu PJJ saya? Pemikiran ini terus menyerbu berkali-kali. Terus meneror. Berputar tiada henti. Saya terus menyemangati diri, “Proses pencarian ini adalah tahapan untuk bisa menemukan formula yang tepat.”
Sampai pada akhir, saya pun memberikan variasi pembelajaran, khususnya materi bahasa Indonesia untuk siswa kelas VIII dan IX. Materi belajar yang ada di virtualclass dimodifikasi. Mulai dari menayangkan video pembelajaran buatan sendiri, memberikan link film pendek atau video pendukung materi.
Dasar pemikiran sederhana, anak bisa dengan muda mengakses. Tinggal klik, mereka bisa menikmati materi secara lengkap. Materi berupa PPT yang merupakan ringkasan, mind mapping, video pembelajaran, link film pendek atau video pendukung materi.
Setelah itu, ketika sudah selesai belajar mandiri dengan pilihan yang sudah tersedia di layar gawai atau laptop, anak juga bisa mengikuti penilaian berupa lembar kerja (LK) yang bisa diakses secara fleksibel dengan program Qiuzizz atau Moodle. Program ini menawarkan tantangan mengerjakan soal sekaligus bisa mengetahui hasil akhirnya. Nilainya berapa? Harus mengulang atau dapat ranking pertama?
Ibarat buku, halaman 1,2,3 dan seterusnya telah kita isi dengan konten pembelajaran yang menyenangkan. Kalau anak setiap hari makan menu sayur kangkung dan ikan teri, pasti juga akan bosan meskipun di dalam mengandung vitamin dan protein. Menu asupan anak pun harus diberi variasi sehingga menghilangkan kejenuhan. Inilah pola dasar yang harus dijalankan ketika kita ber-PJJ.
PJJ via Zoom, hanya bisa mendekatkan tata muka online, komunikasi dunia maya saja. Emosional harusnya bisa diwakili melalui menu pembelajaran lain. Hadirnya menu animasi, video pembelajaran, kuis yang enjoy dan fun diharapkan bisa menyentuh emosi, walaupun tidak semua bisa diwakili.
Anak bergembira, belajar bisa menyenangkan, inti pembelajaran bisa kena. Ini virtual yang menjadikan anak sebagai objek. Sebenarnya, inilah panggung mereka untuk belajar.
Latih Anak Merdeka Belajar
Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sejatinya, ya ini. Siswa memiliki kebebasan dalam mengakses dan diberikan kemudahan dalam bertumbuh dalam proses belajar.
PJJ bukan melulu dimaknai dalam proses belajar dengan targer kurikulum semata. Jadwal latihan tim nasional baik U-19 maupun senior pun sempat amburadul akibat pandemi. Semua jadwal yang telah dirancang si Rubah Tanah, Shin Tae-yong pun terkandala. Harus diatur ulang. Walhasil, pemain pun melakukan latihan secara virtual dengan dipandu oleh pelatih dengan PJJ. Latihan pun dilakukan hanya melalui layar gawai atau laptop.
Hal inilah yang menginspirasi saya. PJJ bukan melulu menyelesaikan target pembelajaran, tetapi metode ini juga untuk menginspirasi siswa dalam mengukir prestasi. “Ide ini segera ditangkap,” celetukku dalam hati.
Suatu saat saya mendapat tantangan membimbing menulis cerpen, puisi, dan menulis berita melalui PJJ. Saya langsung ambil layaknya pelatih asal Korea Selatan. Rutin memberikan motivasi, mengecek proses latihan, memberikan referensi link yang memiliki keterkaitan dengan materi. Menyapa mereka melalui Zoom, memberikan masukan, kritikan, dan evaluasi. Memberikan contoh dan tips mudah dalam berproses.
Variasi menu ditawarkan dalam proses PJJ. Hal ini sebagai salah satu syarat menjadikan mereka atlet profesional dan bisa meraih prestasi.
Hasilnya, 30 cerpen karya siswa siap diterbitkan. Siswa ekstra jurnalistik berproses latihan menulis berita, siswa yang ikut lomba cipta puisi pun mengalami perkembangan signifikan. Covid-19 bukanlah halangan manakala kita ‘bergerak’melalui kreativitas dan inovasi.
Prinsip saya, ketika satu pintu tertutup, maka ada pintu lain yang bisa dibuka, di kala kita mau berusaha dan berpikir. Ini yang selalu saya pegang sebagai motivasi pribadi.
Menunya Apa Hari Ini?
Imun belajar akan tetap terjaga apabila kita pintar dan lihai dalam memberikan daftar menu. Isi menu harus bisa membangkitkan gairah belajar anak. Buat menu yang bisa membuat anak ingin mencicipi. Buat menu belajar yang bisa viral.
Seperti halnya kuliner Indomie donat yang pernah viral di media sosial. Mendengar saja, sudah kebanyang rasa ingin tahunya. PJJ yang kita lakukan harus mencontoh itu.
Seperti masuk dalam supermarket, anak bisa menemukan jajanan atau makanan yang disukai. Ketika anak-anak kita masuk dalam virtualclass, harusnya menemukan menu yang dia sukai. Ini adalah awal yang baik sebelum dia klik dan masuk dalam proses belajar lebih lanjut.
Pernah, suatu saat ketika Jumat malam, setelah shalat jamaah maghrib, anak saya berkata, “Asyik besok tidak ada Zoom. Bisa bebas!”
Ucapan ini jujur sekali, tetapi ada makna yang ada di baliknya. Saya menerka, barangkali dia merasa jutek, jenuh, atau gabut dengan model Zoom yang selama ini dilakukan di rumah. Ini ada sindiran halus sekaligus kritikan dan motivasi bagi saya untuk bisa menyediakan menu variatif belajar PJJ bagi anak.
Memang, harus diakui ini tidaklah mudah, tetapi juga bisa dilakukan meskipun pembelajaran tatap muka tidak bisa dilakukan karena era pandemi. Ayo, buat menu belajar yang bisa menggoyang lidah anak kita!
Bukan PJJ biasa. Maka, isi pembelajaran yang bisa menyenangkan. Ada PPT, ada video hasil kreativitas sendiri, ada vlog dan video Tik Tok sesuai materi. Ada kuis yang menantang sekaligus menghibur. Ada link film pendek, video pembelajaran menarik, atau animasi yang bikin anak tersenyum sambil menerima materi.
“Pilih menu apa hari ini?” ucap pelayan di salah satu restoran RM Virtual pada pengunjung pagi ini.
“Saya pilih menu virtual istimewa,” jawabnya seraya tersenyum.
“Semua ada di sini! Silahkan pilih,” ujar pelayan sambil menyodorkan menu RM Virtual .
Mungkin itu dialog imajiner yang bisa menggambarkan menu PJJ. Sudahkah kita menyediakan menu PJJ yang istimewa?
Bukan Pembelajaran Virtual Biasa
Mau tak mau, saya pun harus akrab dengan PJJ. Ketika akrab, maka kita tidak ada perasaan bahwa itu adalah beban berat yang terus ditanggung di pundak. Ini adalah tantangan, plus ekplorasi dalam proses belajar. Mengganti semua komunikasi pembelajaran dalam bentuk virtual.
Tiap hari, saya selalu cek konten pembelajaran di virtualclass. Modifikasi apalah yang harus saya tambahi dalam ‘rumah belajar’ tersebut. Cek tugas siswa di gawai atau email. Lihat hasil penilaian harian di laman virtual.
Maka, seyogyanya pembiasaan yang sekarang kita lakukan harus bermuatan nilai. Sejauh mana materi yang sudah diberikan pada anak kita? Apakah masih biasa-biasa saja? Atau sudah luar biasa?
Yang pasti, PJJ kita harus memberikan bekas. Memberikan sumbangsih berupa nilai yang bisa ditransfer ilmu ke anak. Nilai-nilai inilah yang menjadi modal mereka dalam bertumbuh di masa pandemi ini. Semoga. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.