PWMU.CO – Surat Al-Alaq 1-5: Wahyu Pertama tentang Pentingnya Literasi. Menarik mengkaji, mengapa wahyu (tertulis) pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah lima ayat dari surat al-Alaq.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan; (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (2) Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah; (3) Yang mengajar manusia dengan perantaraan pena; (4) mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dalam wahyu pertama ini ada dua kata penting yang berhubungan dengan literasi—dalam makna dasarnya: dunia tulis-menulis. Yaitu iqra (membaca) dan kalam (pena, tulisan).
Apa yang Dibaca?
Iqra, mengutip M. Quraish Shihab dalamTafsir Al-Quran Al-Karim, Tafsir atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Pustaka Hidayah, 1997), terambil dari akar kata yang berarti menghimpun.
Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca—baik teks tertulis maupun tak tertulis.
Pertanyaannya, lima ayat itu adalah wahyu pertama. Kalau begitu apa yang harus dibaca? “Ma aqra,” tanya Nabi saat mendapat perintah iqra itu. “Apa yang harus aku baca?”
Ayat di atas tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena aI-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bi ismi rabbika (atas nama Tuhanmu). Dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.
Maka iqra berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis maupun tidak. Jadi, karena tidak disebutkan objek bacaannya, maka perintah iqra di atas mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca dalam ayat ketiga bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas optimal kemampuan.
Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan mengulang-ulang bacaan bismi rabbik akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga.
Maka, iqra adalah pintu untuk memahami ayat-ayat Allah—baik yang tertulis (al-Quran dan aI-Hadits) maupun yang tidak tertulis (alam semesta). Karena itulah lima ayat iqra tersebut menjadi wahyu pertama, sebagai pintu masuk pada wahyu berikutnya.
Membaca lalu Menulis
Menurut telaah M. Quraish Shihab, dalam al-Quran, kata kalam dalam bentuk tunggal disebut dua kali, yaitu dalam al-Alaq 4 dan al-Qalam 1. Sedangkan dalam bentuk jamak (aklam) juga disebut dua kali. Yakni dalam Ali Imran 44 dan Lukman 27.
Kalam artinya alat menulis (pena). Tetapi bisa bermakna tulisan, yakni apa yang ditulis oleh alat itu (kalam)—makna kalam lainnya adalah anak panah yang runcing untuk mengundi, baca Ali Imran 44.
Jika pada ayat pertama ada perintah membaca, maka di ayat keempat terdapat perintah menulis (secara tidak langsung) dengan kalam (pena). Seperti Allah, “Yang mengajar manusia dengan perantaraan pena.”
Ayat tersebut menunjukkan pentingnya pena—baik dalam pengertian sederhana, seperti pulpen sampai yang canggih dengan mesin cetak maupun komputer atau smartphone (era digital).
Dengan pena itulah lahir tulisan. Sedangkan dengan tulisan sebuah generasi dapat mentransfer ilmu pada genersi berikutnya sehinga mereka tidak memulai dari nol lagi. Sebab, tulisan dalam berbagai bentuknya—digital maupun nondigital—akan ‘mengabadikan’ sebuah ilmu hingga berabad-abad.
Maka membacalah. Lalu tulislah. Dan abadilah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.