Wafatnya Prof HA Malik Fadjar meninggalkan banyak kenangan bagi sahabat dan koleganya. Seperti yang dialami Prof Dr Achmad Jainuri, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya yang juga Wakil Ketua PWM Jatim.
PWMU.CO – Setelah Pak Malik menjadi Rektor UMM—Universitas Murah Meriah, demikian banyak orang menjulukinya—pada 1983, penulis sering bertemu dengan sosok inovatif ini. Baik di rumahnya Jalan Ciliwung maupun di kampus Jalan Bandung 1 Malang.
Yang dibicarakan terutama terkait isu politik lokal, bagaimana memajukan IAIN—kini UIN—Sunan Ampel, yang daerah kekuasaannya masih meliputi Fakultas Tarbiyah di Malang, Fakultas Ushuluddin di Kediri, IAIN Antasari di Banjarmasin, dan IAIN Mataram di Nusa Tenggara Barat.
Saat itu, saya dan teman-teman seperti Abdul Jalil, Abu Sufyan (alm), Muchlis Nuruddin (alm), Afif Samanhudi (alm), dan Yahya Mansyur (alm) seringkali bolak-balik Malang-Surabaya-Semarang-Jakarta untuk urusan IAIN.
Saya dan teman-teman yakin bahwa hanya Pak Malik rasanya yang bisa membawa IAIN lebih maju ke depan. Meskipun keinginan ini berbeda dengan para senior di IAIN.
Pernah suatu ketika, saya dan almarhum Afif Samanhudi, ke Jakarta berdua untuk urusan ini ke tempat Bang Akbar Tanjung dan Pak Hamidi. Yang disebut terakhir ini adalah tokoh GPII, yang masih punya jaringan dan pengaruh saat itu.
Saya terkejut bukan kepalang. Keesokan harinya masuk ke kantor IAIN Sunan Ampel Surabaya—ngantor karena njabat Kepala Perpustakaan—dihadang oleh Rektor IAIN Bisri Affandi (alm) di depan kantor pusat. Diinterograsi tentang kepergian saya ke Jakarta.
Saya jadi sangat kaget. Kok Pak Bisri sampai tahu ya, dalam hati saya. Mungkin dalam bahasa politik sekarang saya berdua termasuk kategori makar, karena membicarakan tentang suksesi kepemimpinan.
Saya didangu oleh Pak Bisri: Hayo, katanya, kamu kemarin ke sini, ke sini, ngakuo! Saya cengingisan, karena semua yang sampaikan Pak Bisri memang yang saya dan Afif lakukan.
Ternyata, semua informasi ini datang dari Pak Hamidi, yang masih punya hubungan baik dengan Pak Bisri. Namun demikian, hubungan saya dengan Pak Bisri tetap baik, bahkan bertambah baik, sampai akhir hayat beliau. Semoga kebaikan beliau diterima di disi-Nya.
Nimba Kaweruh ke Pak Malik
Saya banyak nimba kaweruh dari Pak Malik. Dan Pak Malik semakin percaya pada saya dan teman-tema. Karena itu sewaktu Fakultas Tarbiyah Univetsitas Muhammadiyah Sidoarjo berdiri, Pak Malik mendesak saya untuk menjadi dekan.
Saya bilang sama Pak Malik, kalau dekan sudah disiapkan, yaitu Pak Yahya Mansyur karena yang disebut ini memang dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.
Tetapi Pak Malik tetap mendesak saya untuk ndekani-nya. Tidak seperti sekarang, dulu nama perguruan tinggi itu sak karepe pendiri, mau dinamakan apa, terserah.
Karena itu, beliaulah yang kemudian melantik mahasiswa pertama Fakultas Tarbiyah, Univetsitas Muhammadiyah Sidoarjo pada 1984. Atas saran beliau juga saya diminta oleh Azumardi Azra (Rektor UIN Jakarta) dan Komaruddin Hidayat (Diktis) untuk pindah ke UIN Jakarta. Saya bilang pada mereka, Sidoarjo adalah pilihan yang tepat bagi saya.
Selamat jalan Pak Malik, semoga rintisan dan amal kebaikannya diterima di sisi-Nya. Amin. (*)