Lima Karakter Jadi Pengusaha tulisan Ali Murtadlo, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Menjadi pengusaha itu yang penting bukan pelatihan usaha. Tapi training karakter. Demikian pendapat bos Kosmetik Wardah Nurhayati Subakat saat jadi pembicara peluncuran buku Mohammad Nadjikh Penggerak Saudagar Muhammadiyah, Jumat lalu. Nadjikh adalah bos dan pendiri PT Kelola Mina Laut yang meninggal dunia 17 April lalu.
Ada lima karakter yang menurut Nurhayati Subakat harus ditumbuhkan sejak dini untuk menjadi pengusaha. Pertama, ketuhanan. ”Ini karakter dasar. Bisnis dan usaha kita apa pun tidak boleh menabrak rambu agama. Justru digerakkan sesuai tuntunan agama,” katanya.
Kedua, kepedulian. ”Pak Nadjikh saat webinar Majelis Ekonomi 4 April lalu usul agar kita membantu UMKM yang terdampak Covid. Itu menunjukkan beliau pengusaha yang sangat peduli,” kata Bu Nur, panggilan akrabnya.
Ketiga, kerendahan hati. ”Pak Nadjikh bilang begini. Bu, kami mau belajar kepada Wardah. Saya bilang tidak keliru Pak. Bapak jagoan ekspor. Saya baru jago kandang. Tapi kata-kata beliau itu menunjukkan sangat rendah hati,” katanya.
Keempat, ketangguhan. ”Jadi pengusaha itu harus tekun, ulet, dan pantang menyerah. Dalam hidup, tentu saja juga dalam bisnis, pasti banyak tantangan, seperti kami dulu kebakaran. Harus bangkit, pantang menyerah. Apalagi, ada support karyawan yang luar biasa,” tuturnya.
Kelima, inovasi. ”Zaman terus berubah. Pebisnis harus berinovasi agar produknya tetap bisa diterima pasar. Itulah yang kita tanamkan kepada anak-anak dan karyawan kita. Kreatif dan inovatif,” ujarnya.
Anak Manja
Anda ingin punya anak pebisnis atau sukses di bidang apa pun? ”Ajarkan lima karakter ini sejak masih muda. Jangan setelah lulus kuliah. Itu pelatihan kerja namanya. Sulit menancapkan karakter kalau umur sudah melebihi 30 tahun,” tambahnya.
Menancapkan karakter bahwa mahaskenario kesuksesan adalah Allah, peduli, rendah hati, tangguh, kreatif-inovatif sejak dini adalah tugas kita sebagai orang tua.
Kadang penyakit kita adalah tidak tega melihat anak menderita, jatuh bangun seperti takkala kita dulu mengawali karier dan usaha kita. Lalu kita bantu terus, kita feeding terus. Tidak tega membiarkan mereka bangkit sendiri, tertatih-tatih. Padahal, itulah pelajaran mahal di kampus kehidupan ini. Menjadikan anak yang kuat, fisiknya dan karakternya.
Perasaan tidak tega itulah yang bisa menyebabkan lahirnya generasi manja. Jadi tega atau tidak tega? Gampang-gampang susah menanamkan karakter yang kuat untuk menuai anak sukses. Salam!
Editor Sugeng Purwanto