PWMU.CO– Korban covid berjatuhan, pejabat-pejabat pusat melakukan koor bersama menghujat PSBB Gubernur Anies Baswedan yang diberlakukan mulai 14 September lalu.
Wafatnya Sekda DKI Jakarta Kamis kemarin, belum cukupkah untuk menjadi jawabannya? Bahwa covid-19 ini benar-benar tidak bisa main-main. Nyata adanya. Jangan sekali-kali meremehkannya.
Hari ini, kita mendengar salah satu putra terbaik kita, anak muda yang luar biasa Dr Dino Patti Djalal, mantan wakil menteri luar negeri yang sukses menggelar Kongres Diaspora Indonesia, juga tengah mendapatkan penanganan serius karena covid.
”Hari ini beliau telah dipindahkan ke ICU untuk perawatan khusus,” kata siaran pers Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), lembaga yang diketuai Dino. Dr Tirta yang mengaku berkawan dengan aspri Dino membenarkan berita ini.
Kemarin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengabarkan bahwa per 13 September, 115 dokter meninggal dunia menjadi korban covid. Di antaranya profesor, sebagian lainnya spesialis, sebagian lagi dokter-dokter yang masih di bawah 50 tahun.
Sebelumnya lagi, Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin meninggal. Sebelumnya lagi, Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani wafat.
Jika mereka saja yang punya akses terhadap fasilitas kesehatan akhirnya berpulang juga, bagaimana rakyat kecil? Itulah di antara komentar ketika para petinggi atau setidaknya pemilik akses kesehatan ini meninggal.
Mestinya Fokus Covid
Yang jelas, negeri ini sudah banyak kehilangan putra-putri terbaiknya. Akankah kita yang masih diberi kesempatan hidup ini, terutama yang diberi amanah mengelola negeri ini, termasuk amanah menangani pandemi ini mempertengkarkan PSBB atau bukan PSBB. Bohong atau tidak bohong.
Melakukan sidak dan menunjukkan masih banyak kamar di RS yang kosong, masih banyak kamar kosong di Wisma Atlet, lalu menunjukkan foto-fotonya, lalu melakukan siaran persnya, untuk apa?
Lalu besoknya dibalas dengan foto dan video antrean ambulans yang berderet memasuki Wisma Atlet disertai teks: banyak pasien covid baru menunggu masuk ke Wisma Atlet.
Mengapa rakyat disuguhi tontonan begini? Di mana hati nurani? Mengapa tidak bisa menunda sedikit saja kepentingan yang lain ketika kepentingan hidup mati ini terus menghantui? Sudah siapkah kita mempertanggungjawabkannya di hari pertanggungjawaban kelak? Salam!
Penulis Ali Murtadlo Editor Sugeng Purwanto