Abdul Kahar Muzakkir Pejuang Teladan, ditulis oleh Anwar Djaelani, peminat kisah-kisah.
PWMU.CO – Jangan pernah melupakan KH Abdul Kahar Muzakkir. Jejak langkah ulama dan pejuang itu sangat banyak yang bisa kita teladani. Riwayat dari aktivis yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2019 itu, patut menjadi salah satu pemantik api kepejuangan dalam arti yang luas.
Aktivis Sejati
Abdul Kahar Muzakir lahir di Gading Kotagede Yogyakarta pada 16 April 1907. Lingkungannya, yaitu Kotagede, adalah sebuah wilayah di Yogyakarta yang memiliki tradisi keislaman yang kuat.
Awal sekali, dia mendapatkan ilmu keislaman dari keluarganya dan terutama dari sang ayah yang masih keturunan Kiai Hasan Busyairi. Ulama yang disebut terakhir itu turut berjuang bersama Pangeran Diponegoro.
Abdul Kahar Muzakkir memulai pendidikan formalnya di sekolah Muhammadiyah Kotagede, Yogyakarta. Setelah itu, dia belajar ke pesantren Mambaul Ulum di Solo. Selanjutnya, ke Pesantren Jamsaren di Solo. Lalu, ke Pesantren Tremas di Pacitan.
Abdul Kahar Muzakkir menunaikan ibadah haji pada 1924. Pada 1925, dia ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Universitas Al-Azhar.
Pada 1933, di Kairo, Abdul Kahar Muzakkir mendirikan Perhimpunan Indonesia Raya. Dia terpilih sebagai ketuanya. Atas hal itu, dia bisa membuka jaringan dengan berbagai gerakan Islam dunia.
Perhimpunan Indonesia Raya adalah organisasi pergerakan yang aktif memperkenalkan Indonesia ke pergaulan dunia. Lewat perhimpunan itu, Abdul Kahar Muzakkir mengampanyekan kemerdekaan Indonesia. Dia cari dukungan internasional.
Ketika di Mesir, Abdul Kahar Muzakir memang aktif di berbagai forum kemahasiswaan Indonesia. Dia ikut mendirikan Jamiyyat Yubban al-Muslimin (Persatuan Pemuda Muslim Sedunia), organisasi yang, antara lain, menerbitkan Jurnal Seruan Azhar. Lewat jurnal itu, disebarkan pesan pembaruan Islam dan penggalangan persatuan Islam dari Kario ke dunia Islam.
Mengingat kemampuan politik Abdul Kahar Muzakkir yang baik, orang-orang Timur Tengah bisa mengenal Indonesia. Lalu, Abdul Kahar Muzakkir menjadi semacam representasi Indonesia di Timur Tengah.
Tekun Berjuang
Jejak Abdul Kahar Muzakkir ada juga pada usaha memajukan pendidikan Islam. Setelah pada 1938 pulang dari Mesir, Abdul Kahar Muzakkir mulai mengajar di Madrasah Mu’allimiin Muhammadiyah, Yogyakarta. Belakangan, Abdul Kahar Muzakkir menjadi direktur di lembaga pendidikan itu, setelah periode KH Mas Mansur.
Selanjutnya, Abdul Kahar Muzakkir memiliki andil besar dalam pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Adapun STI di kemudian hari dikenal sebagai Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
STI berdiri pada 8 Juli 1945 di Jakarta. Lalu, pada 10 April 1946, STI dipindahkan ke Yogyakarta. Kemudian pada 1947 STI diubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Abdul Kahar Muzakkir menjadi rektor, baik di saat bernama STI maupun UII. Beliau menjadi rektor pada periode 1945-1948 dan 1948-1960. Total sebagai rektor, 15 tahun.
Sejak pulang dari Mesir dan sampai akhir hayatnya, Abdul Kahar Muzakkir aktif di Muhammadiyah. Dia menduduki posisi sebagai anggota Pengurus Besar di banyak periode. Beliau anggota pimpinan di saat Ki Bagus Hadikusumo sebagai Ketua pada 1944–1953. Juga, pada waktu AR Sutan Mansur sebagai Ketua pada 1953–1959. Pun, pada saat HM Yunus Anis menjadi Ketua pada 1959–1962.
Di Pergerakan Nasional
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Abdul Kahar Muzakkir pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebuah lembaga untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Beliau salah seorang perumus dan penandatangan Piagam Jakarta.
Ada sembilan penandatangan Piagam Jakarta yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, Muhammad Yamin, AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, Haji Agus Salim, dan Abdul Wahid Hasyim. Empat tokoh yang disebut terakhir itu disebut sebagai yang mewakili nasionalis Islami.
Abdul Kahar Muzakkir tak lelah memperjuangkan Islam. Di Sidang Konstituante, beliau berpidato: “Sedang yang dimaksudkan dengan dasar Islam itu ialah dasar nasionalisme berdasar Islam dan kaum Islam itu diartikan dengan arti nasionalisme Islam (Islamic Nationalist). …..bahwa tiap Muslim di Indonesia itu adalah nasionalis, akan tetapi tidak sebaliknya” (Endang Saifuddin Anshari, 1981: 7-8).
Penghargaan yang Patut
Abdul Kahar Muzakkir adalah tokoh Muhammadiyah yang sangat dihormati. Beliau layak dijuluki “Pemimpin Teladan”. Atas jasa-jasanya, pada November 2019, Abdul Kahar Mudzakkir mendapat gelar Pahlawan Nasional. Dia berhak mendapatkannya karena perannya dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia sungguh signifikan.
Pertama, membentuk Perhimpunan Indonesia Raya. Abdul Kahar Muzakkir juga mendirikan kantor berita Indonesia Raya. Berita-berita terkait dengan tuntutan kemerdekaan Indonesia, disiarkan melalui media tersebut.
Kedua, berjuang melalui tulisan untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Selama belajar di Mesir, Abdul Kahar Muzakkir menulis banyak hal tentang perjuangan Indonesia dalam koran-koran ternama di Mesir seperti di al-Ahraam, al-Balaagh, dan al-Hayaat.
Ketiga, turut dalam penyusunan konstitusi. Abdul Kahar Muzakkir tercatat sebagai tokoh Muslim yang termasuk dalam Panitia Sembilan. Merekalah yang pada 22 Juni 1945 merumuskan rancangan Pembukaan UUD 1945, yang lalu terkenal sebagai Piagam Jakarta.
Abdul Kahar Muzakkir wafat pada 2 Desember 1973. Jejak kebaikannya sangat panjang. Semoga kita bisa meneruskannya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 3 Tahun ke-XXV, 18 September 2020/30 Muharam 1442 H.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.