Hukum Tato, Wig, Pangur, dan Operasi Kecantikan ditulis oleh Ustadz Dr Syamsuddin MA, Dosen UIslam niversitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Bidang Majelis Tarjih dan Tajdid.
Pertanyaan
Ustadz mohon dijelaskan tentang hukum membuat tato di badan. Maraknya pemakaian tato dikalangan public figure dari kalangan artis dan atlet internasional—terutama sepak bola dan Mix Martial Art (MMA)—mendorong sejumlah anak muda Muslim untuk ikut-ikutan mentato badannya. Konon alasannya sebagai simbol kejantanan dan keberanian.
Muhammad Nur, Surabaya
Jawaban
Tato (bahasa Arab: wasym. Bahasa Inggris: tattoo) adalah memasukkan jarum ke dalam tubuh bagian kulit untuk memasukkan zat berwarna sehingga timbul suatu gambar yang diinginkan pada tepat tersebut.
Dalam istilah teknis, tato adalah implantasi pigmen mikro. Tato dapat dibuat terhadap kulit manusia atau hewan. Pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh, sementara pada hewan umumnya digunakan sebagai identifikasi.
Tato merupakan praktik kuno yang ditemukan hampir di semua tempat dengan fungsi sesuai dengan adat setempat. Tato dulunya dipakai oleh kalangan suku-suku tertentu sebagai penandaan wilayah, derajat, pangkat, bahkan simbol kesehatan seseorang.
Walaupun pada beberapa kalangan tato dianggap tabu, seni tato tetap menjadi sesuatu yang populer di dunia hingga saat ini. Baca Wikipedia.
Budaya Arab Kuno
Dalam budaya masyarakat Arab kuno, tato merupakan seni menghias tubuh. Di antara mereka ada yang berlebihan dalam hal ini, khususnya kalangan perempuan. Mereka gemar melukis sebagian besar tubuhnya.
Para pemeluk agama pagan pra-Islam menjadikan tato sebagai media syiar agama. Mereka melukis simbol-simbol agama pada tubuh mereka. Bahkan kalangan Nasrani, mereka kerap melukis salib pada dada dan tangan mereka. (Yusuf Qardawi, Halal dan Haram dalam Islam: 135).
Dari segi sejarah keberadaannya dapat dijelaskan bahwa tato adalah seni menghias tubuh, syiar kaum kafir, dan praktik menyakiti diri sendiri.
Syariat Islam membolehkan manusia memakai atau membuat perhiasan di badannya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran.
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً.
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (al-Kahfi 7).
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.
“Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-Nya, dan (siapakah yang mengharamkan) rezeki yang baik.’ Katakanlah; ‘Semuanya itu disediakan bagi orang-orang yang beriman (dan tidak beriman) dalam kehidupan dunia, semata-mata bagi orang yang beriman di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui’”. (al-A’raf 32).
Islam Jaga Kemaslahatan
Namun pada saat yang sama syariat Islam menjaga kemaslahatan hidup manusia, sehingga melarang sikap melampui batas dalam berhias. Jika tato dianggap sebagai seni menghias tubuh yang melampaui batas, karena di dalamnya terdapat praktik mengubah dan merusak ciptaan Allah.
Al-Quran menganggapnya sebagai bisikan setan kepada para pengikutnya. Sebagaimana firman Allah dalam an-Nisa 118-120.
لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا .وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
“Allah melaknatnya, dan setan itu mengatakan: ‘Sungguh benar-benar saya akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan untuk saya. Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka.
Dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya. Dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, lalu benar-benar mereka meubahnya.’
Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Menurut kepercayaan Arab jahiliyah, binatang yang akan dipersembahkan kepada berhala, harus dipotong telinganya lebih dahulu. Dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi, serta harus dilepaskan saja.
Mengubah Ciptaan Allah
Ayat ini berbicara tentang praktik syirik masyarakat Arab pra-Islam yang sia-sia, yaitu menyiksa binatang ternak atas nama keyakinan. Syariat Islam melarang praktik tersebut. Melarang mengubah ciptaan Allah, seperti mengebiri binatang dan memotong telinganya.
Dalam Tafsir al-Baidhawi II/117, dijelaskan, bahwa makna penggalan ayat “mengubah ciptaan Allah” tidak semata didasarkan pada kekhususan sebab, namun didasarkan pada keumuman lafadznya, sehingga meliputi pada semua praktik pengubahan bentuk ciptaan Allah. Di antaranya adalah kebiri, operasi ubah bentuk wajah dan tato.
Dalam kitab Riyadhusshalihin: 555, Imam an-Nawawi menempatkan an-Nisa 118-119 ini sebagai acuan qur’ani dari hadis-hadis yang membahas haramnya mengenakan wig, tato, dan pangur.
Dalam hubungan perbuatan manusia dengan syariat Islam, tato dipetakan sebagai perbuatan muamalah duniawiah. Di mana hukum asal dalam perbuatan muamalah duniawiyah adalah mubah atau boleh-boleh saja, sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Dalil yang mengharamkannya bisa manshus, yaitu ayat al-Quran dan hadis nabi. Bisa juga ghairu manshus, yaitu berdasarkan nalar ijtihad. Misalnya melalui qiyas, atau mengacu pada maqasid at-tasyri’.
Terkait hukum tato, telah tegas dalil keharamannya, yaitu dalam hadis Nabi SAW sehingga yang semula mubah berubah menjadi haram sebab dalil tersebut. Hadis yang dimaksud, di antaranya adalah hadis riwayat al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, dari Abdullah bin Umar.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ ، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَعَنَ اللَّهُ الوَاصِلَةَ وَالمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالوَاشِمَةَ وَالمُسْتَوْشِمَةَ.
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Muqatil, menghabarkan kepada kami Abdullah, menghabarkan kepada kami Ubaidullah, dari Nafi, dari Abdullah bin Umar. Sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda: ‘Allah melaknat orang yang menyambung dan minta disambung rambutnya. Juga orang yang bertato dan minta ditato.’ (HR al-Bukhari, Nomor 5616/ Riyadhussalihin/56).”
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Semoga Allah melaknati al-wasyimaat (yang mentato) dan al-mutasyimaat (yang meminta untuk ditato), al-mutanammishaat (yang mencukur alisnya), serta al- mutafallijaat (memangur gigi) untuk keindahan. Mereka adalah orang-orang yang yang mengubah-ngubah ciptaan Allah.” (Shahih al-Bukhari: Nomor 4886).
Muhammad bin Alan ash-Shiddiqi, dalam Dalil al-Falihin, mengatakan, karena dalam hadis menggunakan redaksi “laknat”, maka pelakunya terhitung sebagai murtakibul kaba’ir atau pelaku dosa besar.
Sehingga kepada orang yang bertato didorong untuk bertaubat kepada Allah SWT dengan cara melenyapkan tato-nya jika memungkinkan, yaitu jika tidak menimbulkan bahaya pada keselamatan jiwanya, (Dalil al-Falihin, IV/427).
Ibnu hajar al-Adqalani mengatakan, “Membuat tato haram hukumnya berdasarkan adanya laknat dalam hadits di atas. Selebihnya wajib menghilangkannya jika memungkinkan walaupun dengan melukainya. Kecuali jika takut binasa, cacat permanen, atau kehilangan manfaat dari anggota badannya, maka boleh membiarkannya dan cukup dengan bertaubat untuk menggugurkan dosa. Yang demikian ini, sama saja antara laki-laki dan perempuan.”
Hukum Operasi Kecantikan
Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, perluasan makna dari larangan menyambung rambut (wig), pangur, dan tato, adalah praktik yang lazim disebut sbagai “operasi kecantikan” sebagai produk peradaban Barat yang memuja keindahan fisik dan hawa nafsu.
Orang-orang modern investasikan uang ribuan bahkan jutaan dolar hanya untuk mengubah bentuk hidung, janggut, payudara, dan yang sejenisnya. Semuanya adalah perbuatan terlaknat, yang jauh dari rahmat Allah SWT.
Rahasia dari laknat di sini, karena di dalamnya terdapat praktik menyiksadiri sendiri dan megubah ciptaan Allah tanpa alasan yang benar, semata sikap berlebihan dalam memperhatikan penampilan lahir atau fisik, jauh dari perhatian hakikat dan ruhani.
Lain halnya jika praktik operasi tersebut untuk memperbaiki cacat yang mengganggu. Dalam hal ini tidak mengapa, manakala ia mengobatinya. Selama tujuan dari pengobatan tersebut adalah untuk menghilangkan kesulitan yang mengganggu kehidupannya.
Karena sesungguhnya Allah SWT, melarang hamba-Nya masuk ke dalam kebinasaan, dan Dia tidak membuat kesulitan dalam agama ini, (Al-Halal wal Haram fil Islam/1369. Sebagaiman firman Allah firman-Nya.
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195).
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (al-Hajj 78). (*)
Hukum Tato, Wig, Pangur, dan Operasi Kecantikan; Editor Mohammad Nurfatoni.