Kader Muhammadiyah Perintis TNI: Kasman dan Soedirman, ditulis oleh Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang lahir dengan nama Tentara Kemanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, pada tahun 2020 ini, memasuki usia 75 tahun.
Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TKR pertama tidak bisa lepas dengan sejarah TNI. Keberadaan Jenderal Soedirman memang fenomenal. Prestasi dan dedikasinya pada NKRI tidak bisa dibantah.
Selain Soedirman, kader Muhammadiyah lain yang hampir dilupakan dalam sejarah TNI adalah Mr Kasman Singodimedjo. Sebelum menjadi TKR, organisasi tentara terdiri dari laskar-laskar rakyat termasuk pelajar dan eks-Pembela Tanah Air (Peta) yang dihimpun dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Kasman, sang petualang yang bergelar Sarjana Hukum (Misteer) sempat menjadi anggota pasukan Peta. Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945 dia adalah Komandan Peta Jakarta yang berperan dalam mengamankan pelaksanaan upacara pembacaan teks Proklamasi.
Selanjutnya Kasman menjadi salah satu pihak yang memikirkan cikal bakal organisasi ketentaraan Indonesia, yakni BKR. Dalam Dekrit Presiden 23 Agustus 1945 menetapkan BKR, Kasman ditunjuk sebagai Ketua BKR Pusat.
Keilmuan Kasman dalam bidang hukum membuatnya juga diangkat sebagai anggota lalu menjadi ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang secara resmi dibentuk pada 29 Agustus 1945. Kasman sempat juga diangkat menjadi Jaksa Agung pada 1945—1946.
Kader HW: Panglima Besar TNI Soedirman
Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR berubah menjadi TKR. Yang unik dalam penetapan TKR adalah penunjukan Daidanco Supriyadi oleh pemerintah sebagai Panglima TKR. Dia adalah pemimpin pemberontakan Peta di Blitar tahun 1942. Dan tidak pernah muncul lagi.
Padahal di arus bawah para komandan dan panglima divisi memilih sendiri panglima mereka untuk di ajukan pada pemerintah. Kolonel Soedirman sebagai Panglima Divisi Purwokerto, Banyumas, terpilih untuk mengisi kekosongan pos Panglima Angkatan Perang yang disediakan pemerintah untuk Supriyadi.
Para komandan dan panglima divisi banyak mengenal sosok Soedirman yang memiliki keunggulan diplomasi dan memotivasi pasukan. Nama Soedirman moncer karena kemampuan pasukannya memasok persenjataan pampasan dari pasukan Jepang untuk pasukan pejuang lainnya.
Dalam mendapatkan senjata pampasan, Soedirman yang mengedepankan komunikasi dan diplomasi lebih banyak mendapatkan persenjataan daripada komandan pasukan lain yang melakukan kekerasan pada tentara Jepang.
Kiprah Jenderal Soedirman selanjutnya tidak diragukan dalam memimpin pasukan dalam Palagan Ambarawa sampai Perang Gerilya 1948-1949. Periode tahun 1945 hingga wafatnya Jenderal Sudirman di tahun 1950 adalah periode paling bersejarah.
Tatangan Soedirman
Namun demikian karir Jenderal Soedirman tidak selamanya mulus seperti jalan tol. Pada masa Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin tahun 1947 posisi Soedirman sempat ditempatkan di bawah Komodor Suryadarma dari Angkatan Udara.
Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang, sedangkan Soedirman sebagai Panglima Angkatan Perang Mobil menjadi bawahan Komodor Suryadarma. Kebijakan Amir Sjarifoeddin yang merupakan mantan aktivis pemuda sosialis berdalih Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa).
Posisi Jenderal Sodirman dipulihkan oleh Mohammad Hatta yang menjadi Perdana Menteri menggantikan Amir Sjarifoeddin pada 29 Januari 1948. Jenderal Soedirman selanjutnya menjadi kesayangan sekaligus teman diskusi Hatta yang hangat, kadang-kadang sengit, tentang posisi tentara dalam politik dan negara.
Meskipun berpendirian tegas dan cerdas, Jenderal Soedirman pandai menempatkan diri sebagai alat negara yang taat pada pemerintah. Dalam peristiwa Madiun 1948 yang digerakkan oleh FDR/PKI, Amir Sjarifoeddin, dan Muso, perintah penumpasan dari Perdana Menteri Mohammad Hatta dengan berat hati didukung meskipun sempat berbeda pendapat.
Soedirman-Hatta sebagai duet sempurna diuji memasuki periode Konferensi Meja Bundar di Den Haag mulai bulan Agustus 1949. Sebagai panglima militer, keputusan-keputusan Jenderal Soedirman di lapangan ikut menentukan keputusan-keputusan delegasi KMB yang dipimpin Mohammad Hatta.
Jenderal Soedirman menitipkan TB Simatupang sebagai wakil militer kepada Mohammad Hatta untuk ikut dalam delegasi KMB. Kecerdasan dan keberanian Jenderal Soedirman di uji dalam proses KMB untuk meredam agresivitas pasukannya di lapangan agar tidak kontraproduktif mengganggu jalannya KMB.
Pada sisi lain Jenderal Soedirman dituntut untuk bisa menjaga semangat juang pasukan di lapangan, bersiap-siaga terhadap segala kemungkinan seperti Agresi Militer Belanda I dan II.
Cita-Cita Soedirman yang Sederhana
Cita-cita Jenderal Soedirman sebagai panglima sangat sederhana: hanya ingin mengantarkan Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda dan dunia. Selanjutnya menurut para ajudan yang setia mendampingi, begitu Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan, sang panglima disebutkan akan mengajukan pensiun untuk merawat warisan kebun kelapa milik mertua.
Doa dan cita-cita Jenderal Soedirman beserta seluruh bangsa terkabul. Tepat pada 27 Desember 1949 delegasi Indonesia pada KMB yang dipimpin Mohammad Hatta menerima pengakuan kedaulatan dari Ratu Yuliana di Den Haag.
Lagu Indonesia Raya berkumandang di Den Haag dan Mohammad Hatta bersiap kembali ke Indonesia membawa pengakuan dan obat-obatan untuk Jenderal Soedirman.
Memasuki tahun 1950 kesehatan Jenderal Soedirman berangsur-angsur menurun. Tepat tanggal 29 Januari 1950 Soedirman menjemput syahid di rumah peristirahatan tentara di Magelang.
Musuh tidak bisa mengalahkan Soedirman, tapi Allah SWT yang lebih berkuasa apa yang terbaik untuk dia. Jenderal Sudirman punya rencana, namun Allah SWT memiliki rencana lebih baik untuknya.
Jenderal Sudirman bisa menyaksikan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dan dunia yang diwakili komisi tiga negara—Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Rencananya untuk mengajukan pensiun dikabulkan oleh Allah SWT setelah tugas-tugas dan kewajibannya pada bangsa selesai dengan sempurna.
Kasman, Soedirman dan lain-lain yang tidak terkenal dan dikenal tercatat dalam sejarah sebagai wakaf Muhammadiyah pada negara khususnya pada angkatan bersenjata.
Pertahanan keamanan yang menganut sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) sedikit banyak terkandung nilai-nilai Islam dan persyarikatan yang dibawa oleh founding fathers TNI, termasuk Kasman dan Soedirman.
Tidak sia-sia KH Ahmad Dahlan mendirikan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan—artinya cinta Tanah Air— pada tahun 1920 sebagai wadah pembinaan nasionalisme dan bela negara untuk kader-kader persyarikatan.
Berbekal pendidikan Hizbul Wathan, Soedirman seorang kader yang tidak lulus sekolah guru setingkat SMA tapi bisa mendapat tempat mulia di negaranya dan insyaallah mulia juga di sisi-Nya.
Dirgahayu HUT TNI, 5 Oktober 2020. (*)
Kader Muhammadiyah Perintis TNI: Kasman dan Soedirman; Editor Mohammad Nurfatoni.