Menasihati Diri Sendiri ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Menasihati Diri Sendiri ini berangkat dari hadits riwayat Tirmidzi.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَفَعَهُ قَالَ إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا
تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا. رواه الترميذى
Dari Abu Sa’id Al Khudri ia memarfu’kannya, ia berkata: “Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan menutupi (kesalahan) lisan lalu berkata: ‘Takutlah pada Allah tentang kami, kami bergantung padamu, bila kamu lurus kami lurus dan bila kamu bengkok kami bengkok.'”
Lisan Kita
Lisan dari bahasa Arab yang jamaknya adalah alsinah artinya lidah. Lisan memiliki fungsi yang sangat penting bagi setiap manusia. Ia sebagai alat komunikasi verbal antarmanusia. Dan yang keluar darinya adalah berupa kata atau ucapan. Tanpa adanya fungsi lisan yang baik manusia akan menggunakan bahasa isyarat.
Lisan merupakan penerjemah apa yang ada dalam hati setiap insan. Ucapannya akan berdampak pada seluruh anggota tubuhnya. Berdampak positif jika yang diucapkannya adalah berupa kejujuran atau yang bermanfaat, seperti untuk berdzikir atau memerintahkan kepada kebaikan dan meninggalkan larangan.
Lisan juga dapat berdampak buruk bagi anggota tubuh lainnya jika ia bohong, ngebully orang lain, dan ngegosip. Anggota tubuh akan sedih jika mendengar lisan sedang berbuat tidak baik. Dan itulah anggota tubuh ini akan menjadi saksi kelak di yaumul hisab atau hari perhitungan.
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Yasin 65)
Menutupi Lisan
Sebagaimana penjelasan dalam hadits di atas, jika memulai hari di pagi hari anggota tubuh lainnya seperti mata, telinga, tangan dan kaki berusaha menutupi lisan (tukaffirullisan). Yakni menundukkan diri kepada lisannya. Seolah selalu memperhatikan lisannya, akan bahagia jika dalam kebaikan, dan akan menyesal jika dalam keburukan.
Anggota tubuh lainnya seolah berkata: (wahai lisan!) bertakwalah kepada Allah dalam diri kita (ittaqillaha fina), yakni takutlah kepada Allah karena sungguh kami bersamamu, kami akan mendapat kebaikan dan hukuman disebabkan ucapanmu itu. Jika kamu lurus kami akan lurus, dan jika kamu bengkok kami juga akan bengkok.
Dalam hal ini anggota tubuh lainnya menjadi tahu karena ucapan lisan, jujur atau tidak, dalam kebenaran atau dalam kejahatan. Padahal lisan juga dikendalikan oleh hati sebagai sumber gerakannya.
Tetapi pun demikian anggota tubuh lainnya itu selalu mengingatkan lisan agar berhati-hati dalam berucap. Dan secara tidak langsung hal itu juga mengingatkan kepada hatinya. Maka berhati-hatilah terhadap hati kita sendiri.
Auto Sugesti
Hadits di atas mengisyaratkan adanya sikap auto sugesti dalam diri kita, yakni motivasi dari dalam diri kita sendiri. Setiap kita supaya sering-sering meminta nasihat pada diri sendiri terhadap apa yang sedang dihadapinya.
Karena di dalam diri ini juga banyak alarm yang mengingatkan kita agar kita tidak terjerumus ke dalam kemaksiyatan. Dengan harapan agar kita tidak out of control dalam mengambil keputusan untuk bersikap. Dan tentu akan ada penyesalan dari anggota tubuh lainnya jika kita sampai terlepas dari nilai kebenaran.
Auto sugesti juga bermakna dapat memotivasi diri agar terus bersemangat dan tetap sabar dan tawakkal dalam menjalani kehidupan ini, sekalipun dengan keterbatasan yang sangat akan tetap optimis dan berpositif thingking.
Tidak ada kamus putus asa dalam setiap jiwa mukmin untuk meraih kebahagiaannya di dunia, lebih-lebih di akhirat nanti. Dan bahkan jiwanya selalu bergelora untuk mencari tantangan demi kapasitas dan kebaikan diri-sendiri. Tentu semuanya itu dalam rangka menggapai ridha Allah Subhanahu wa Taala.
Menggali Potensi Diri
Kita ingat peran kita adalah sebagai khalifah Allah di muka Bumi ini, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Allah atas leluhur kita Nabi Adam alaihissalam.
Maka pastinya Allah memberikan potensi atau kelebihan dalam diri masing-masing yang harus terus digali sedemikian rupa dan dengan sungguh-sungguh. Dengan memiliki potensi yang optimal diharapkan peran dan fungsi sebagai khalifah-Nya juga semakin baik.
Dengan demikian motivasinya bukanlah demi kepentingan pribadi, akan tetapi lebih ke arah bermanfaatnya diri bagi kehidupan umat manusia yang lebih luas. Sehingga tidak ada seorang mukmin itu mengatakan itu bukan tugas saya. Semua yang berkaitan dengan kemaslahatan bagi umat adalah tugas kita semua.
Semoga kita termasuk orang-orang yang pandai menasehati diri sebelum menasehati orang lain, dan selalu dapat konsisten dengan apa yang kita sampaikan, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 7 Tahun ke-XXV, 16 Oktober 2020/29 Safar 1442 H.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.