Raden Roro Martiningsih; Berjuang agar Guru Melek IT ditulis oleh Ria Pusvita Sari, Koordinator Humas SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Jawa Timur.
PWMU.CO – Sebuah pesan pendek masuk saat saya baru menempuh kurang dari separuh perjalanan Gresik-Surabaya.
“Live loc njih,” tulis si pengirim pesan.
Tak lama setelah saya mengirim live location, pesan baru masuk kembali.
“Terus terang saya sangat mengapresiasi sekolah Panjenengan. Sekolah saya jauh, tapi Njenengan bersedia datang,” tulis si pengirim pesan lagi.
Pada Selasa (10/12/19) lalu saya memang berjanji bertemu dengan Raden Roro Martiningsih MPd di sekolah tempat ia mengabdi: SMP Muhammadiyah 1 Surabaya. Saat itu kami merencanakan akan bertemu pukul 9 pagi.
Saya terharu membaca pesan yang dikirim Bu Roro—sapaan Raden Roro Martiningsih—saat itu. Kami memang belum pernah bertemu sebelumnya. Hari itu adalah pertemuan pertama kami, saya dan tim Cikal serta dua siswa reporter cilik.
Bagi saya, Bu Roro begitu memperhatikan dan menyambut hangat kedatangan kami. Ia terus memantau dan memastikan posisi kami di tengah kesibukannya menjadi seorang guru. Bahkan ketika kami telah sampai di depan pintu gerbang sekolahnya, ia telah berdiri dan berjalan menghampiri kami.
Sosoknya yang grapyak kata orang Jawa, membuat kami nyaman dan langsung akrab dengannya. Kami kemudian diarahkan menuju kantor dan dikenalkan dengan semua guru dan karyawan yang ada di sana. Kami disambut begitu hangat olehnya.
Pengalaman Jadi Guru
Bu Roro menjadi guru kali pertama tahun 1995 di Lembaga Pendidikan Al Muslim Waru Sidoarjo. Ia mengaku sejak kecil ingin menjadi guru karena terinspirasi oleh ibunya. “Ibu saya itu guru. Saat membawa pekerjaannya ke rumah, saya lihat, oh gitu ya koreksi itu, bisa tahu ini salah, ini benar,” ungkapnya.
Perempuan kelahiran Surabaya, 8 Maret 1972 itu mengatakan, ibunya selalu menyemangati untuk berbuat lebih baik. “Kamu tidak akan pernah tahu kesuksesanmu kalau belum mencoba. Apapun harus dicoba dulu. Kalaukamu gagal, kamu tahu, apa yang menyebabkan kamu gagal. Kalau kamu berhasil, kamu akan bersuka cita atas keberhasilanmu,” kisahnya.
Pengalaman pertama menjadi guru yang sangat berkesan itu, kata dia, saat ada murid yang masuk sekolah itu tidak bisa, tapi keluarnya jadi bisa. Jadi ada proses di sekolah dan itu tantangannya. Kala itu anak-anak tidak suka matematika dan menjadi suka matematika karena ia mengajar dengan gaya yang berbeda. “Itu pertama kali saya merasa amazing,” ujarnya.
Terpilih sebagai Duta TvE dan Microsoft
Kecintaannya pada dunia pendidikan dibuktikannya dengan menjadi Duta Televisi Edukasi (TvE) pada 2007. Dari sana, ia mengenal SMP Muhammadiyah 1 Surabaya yang menjadi salah satu peserta pelatihannya di Jakarta.
Suatu saat tahun 2013, ia diminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi narasumber Televisi Edukasi. Saat itu, lanjutnya, ada narasumber lain yang menceritakan Rumah Belajar. Ia mengaku tertarik dengan Rumah Belajar yang berbasis internet. Sedangkan pada waktu itu internet masih langka, belum seperti saat ini.
Akhirnya pada 2013 ibu dua anak itu mulai memanfaatkan Rumah Belajar. Ia kemudian menuliskan pengalamannya memanfaatkan Rumah Belajar dan ternyata karyanya itu fenomenal sehingga diakui oleh Kementerian.
“Karena mungkin saya guru pertama yang menulis Rumah Belajar. Seperti juga TvE. Saya adalah guru pertama yang menulis tentang TvE itu. Bagaimana memanfaatkan siaran Televisi Edukasi,” jelasnya.
Menurutnya, apapun yang baru digulirkan, kalau kita pakai dan kita tulis, serta belum pernah ada yang menulis, itu pasti dimuat. Jadi menulis itu gampang, asalkan kita menulis sesuatu yang benar-benar baru, belum pernah ditulis orang sebelumnya.
Selain itu, Bu Roro juga menulis tentang Microsoft, karena saat itu juga sedang booming Office 365. Kala itu tahun 2014, ia menulis bagaimana manfaat Excel. “Sakjane sing tak tulis itu biasa. Sekolah ini kan sudah biasa, guru kan pake Excel semua kan, pake Word, pake Power Point. Itu sudah biasa. Itu yang saya tulis. Akhirnya saya menulis manfaat Excel untuk pembelajaran statistik di sekolah. Nah itu dimuat juga,” paparnya bersemangat.
Perjalanan Jadi Duta Rumah Belajar
Pada 2017 ia berkesempatan mengikuti bimtek tentang Rumah Belajar. Ia ditugaskan melatih 10 sekolah lain, tanpa ada surat resmi. Baginya, hal tersebut sangat sulit dicapai. Ia tidak mungkin mendatangkan 10 guru dari 10 sekolah yang berbeda ke sekolahnya, karena terkendala banyak hal. Misalnya, ia harus izin kepala sekolah perihal penggunaan ruang, bagaimana konsumsi mereka, penentuan waktu, apalagi jika yang diundang juga punya sejuta alasan menolak. Sehingga Bu Roro harus menggunakan strategi jemput bola.
Sasaran pertamanya SMP Negeri 37 karena ia menjaga Ujian Nasional di sana. Tetapi ia hanya mendapat dua orang yang berhasil dilatih dan terdata secara online. “Akhirnya saya datangi lagi teman saya guru SD Negeri Ploso satu orang, trus guru SMA Negeri 5 dapat satu orang lagi. Sampai akhirnya target itu terpenuhi 10 sekolah dengan 16 guru,” ungkapnya.
Perempuan yang tinggal di Bratang Binangun I/3 Gubeng Surabaya itu merasa bersalah saat setiap orang yang ia tanya tentang Rumah Belajar, ternyata belum pernah tahu. Ia berpikir di Jawa Timur ini ada lebih dari 300 ribu guru. Jika ia mewakili Jawa Timur dan yang dilatih hanya 16 orang, lalu bagaimana dengan lainnya.
Perasaan berdosa itulah yang memotivasi Bu Roro untuk terus berbagi. Karena jika ia yakin, maka Allah menjamin, jika ia ikhlas maka Allah membalas. “Setiap ilmu yang bermanfaat akan membawa saya ke surga,” ungkapnya yakin.
Ia mengiklankan di Facebook bagi siapa yang mau dilatih pembelajaran berbasis multimedia dan web, serta pembuatan video sederhana dengan gratis. Pihak yang merespon pertama dari pengumumannya itu adalah Sekolah Katolik Santa Clara.
Ia mengaku sedih saat itu karena yangmerespon pertama sekolah Katolik, bukan sekolah Islam. Akhirnya ia datang ke SD Muhammadiyah 10 Surabaya, SD Muhammadiyah 17 Surabaya, lalu ke SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Terus setiap hari ada tawaran untuk sosialisasi Rumah Belajar. Berbekal sepeda motor, ia mengunjungi sekolah-sekolah itu.
Terpilih sebagai Duta Rumah Belajar
Sampai akhirnya Bu Roro terpilih sebagai Duta Rumah Belajar Provinsi Jawa Timur. Saat terpilih itu, ia harus membuat karya tulis ilmiah. Bu Roro sempat berpikir melaporkan PTK yang sudah ia tulis saat memanfaatkan Rumah Belajar. Keinginan tersebutia batalkan, karena pasti Duta Rumah Belajar yang lain juga membuat PTK. Ia ingin membuat yang berbeda.
Bu Roro menulis bagaimana persepsi guru di Surabaya setelah mendapatkan sosialisasi dan setelah memanfaatkan Rumah Belajar dalam pembelajaran. “Saya benar-benar fokus saat ke level 4, membuat video menggunakan aplikasi video show karena menurut saya sangat mudah. Di mana saja, kapan saja, saya selalu sosialisasi Rumah Belajar, bahkan saat di kereta. Dan pada akhirnya, alhamdulillah saya terpilih jadi Duta Rumah Belajar Terbaik Nasional,” ungkapnya bangga.
Selama menjalani tugas sebagai Duta Rumah Belajar, Bu Roro mengaku mempunyai kendala dalam hal membagi waktu. Sebenarnya ia telah menjadwalkan sosialisasi setiap Jumat siang, Sabtu, dan Ahad. Namun terkadang ada sekolah yang meminta hari efektif dengan berbagai alasan, misalnya ada kunjungan tamu pejabat. Karena hal tersebut, mau tidak mau, Bu Roro harus mengalah.
“Kalau dua anak saya alhamdulillah bangga. Kadang kalau ada kegiatan, saya ajak, jadi senang. Anak-anak saya menikmati,” kata dia.
Bu Roro berharap semua siswa bisa mengembangkan dan fokus pada talentanya masing-masing. Misalnya, jika ingin menjadi siswa berprestasi, maka jangan yang biasa-biasa. “Jadilah siswa prestasi yang punya kelebihan lain, misal buat blog yang bisa membantu teman dalam belajar,” tuturnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini kali pertama dimuat majalah Cikal Edisi 23, terbitan SDMM Gresik.