Edy Mulyadi, Rasakan Tantangan Dakwah saat Hijrah ke Lumajang ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Perjuangan Eddy Mulyadi tak terbatas ruang dan waktu. Meski hijrah di tempat yang penuh tantangan, dia tetap berdakwah melalui “bendera” Muhammadiyah.
Eddy Mulyadi adalah Ketua Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Lamongan (PDPM) periode 1990-1994. Ia terpilih pada saat Musyda di Babat tahun 1990. Sebelum menyelesaikan masa jabatannya ia harus hijrah ke Lumajang.
Pada tahun 1992 dia diangkat sebagai PNS Departemen Agama—kini Kementerian Agama—Lumajang. Selama di Lumajang ia mengembangkan dakwah dan menduduki berbagai jabatan. Seperti Ketua Majelis Tabligh dan Wakil Ketua Pimpnan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang. Dia juga aktif menjadi pengurus MUI Lumajang.
Eddy Mulyadi lahir di Jember 21 Agustus 1957. Ia anak pasangan dari Mochammad Adenan dan Siti Warsiyah yang punya darah Madura.
Dia menikah pada 27 Agustus 1980 dengan Ummu Cholifah, kawan sesama di HMI. Dia putri H Abdullah—tokoh Muhammadiyah yang cukup disegani di Desa Kebalandono, Kecamatan Babat.
Ummu Cholifah adalah alumnus Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN—kini UIN—Sunan Ampel Surabaya. Dia Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Lumajang 2015-2020. Ia juga aktif di Komisi Perempuan MUI Lumajang.
Pernikahan Edy Mulyadi dengan Ummu Cholifah melahirkan lima anak. Yaitu Vivin Novaliana, Kurnia Tahniatus Shoimah, Irhamni Habibur Rohman, Najjahah Nihriry, dan Fariha Mariroh.
Aktivis Tulen
Pendidikan Eddy Mulyadi dilalui di SDN Ujung VII Semampir, Surabaya, lulus 1969; SMPN VII Surabaya, lulus 1972; Sekolah Persiapan (SP) IAIN, Lulus 1975, IAIN Surabaya Fakultas Syariah Fakultas Syariah lulus 1989; dan Pascasarjana STIE Widya Jayakarta, lulus 2001.
Pengalaman organisasi Eddy Mulyadi dimulai sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat kuliah di IAIN Surabaya. Selanjutnya aktif di Pemuda Muhammadiyah Babat dan Lamongan. Selama di Lumajang aktif sebagai Ketua Majelis Tabligh dan Wakil Ketua PDM Lumajang. Juga aktif di MUI Lumajang.
Eddy Mulyadi pernah mengabdikan diri sebagai guru di SMP Muhammadiyah 6 Pucuk (1986-1992), MTsN Babat (1986-1992), dan MAN Babat (1990-1992).
Tahun 1992 diangkat sebagai PNS Departemen Agama di Lumajang. Di situ Edy Mulyadi pernah menjabat bagian Personalia (UP). Setelah itu di Urais yang menangani urusan KUA. Selanjutnya ditugaskan sebagai Kepala KUA selama 13 tahun sampai akhir hayatnya
Pada Musyda Pemuda Muhammadiyah Lamongan di Babat tahun 1990, Eddy Mulyadi terpilih sebagai Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Lamongan periode 1990-1994. Ia terpilih menggantikan Nuradji Irawan.
Dia didampingi Ahsan Qomar (Sekretaris) dan Usman (Bendahara). Ketiga-tiganya adalah guru MTs Negeri Babat. Mereka dibantu Khusnan Sumber, Ahmad Zaini, Mas udi Ridlwan, Mukhlisin, Wahyudi, Mustari dan Subagio tahun 1995.
Musyda di Babat tersebut masih menyisakan rivalitas utara-selatan. Yang dimaksud utara adalah wilayah utara Bengawan Solo (Paciran, Brondong, Laren, Solokuro). Sedangkan selatan dimotori oleh Babat-Sukodadi.
Tapi menurut Ahmad Zaini—aktivis Pemuda Muhammadiyah Paciran saat itu—rivalitas ini melebur saat berlangsung Musyda di Sugio dengan terpilihnya duet Mashuri–Fathurrahim Syuhadi (Ketua dan Sekretaris).
Menurut Usman, Eddy Mulyadi saat menjadi Ketua PDPM Lamongan termasuk penggerak. “Kebetulan kami sesama anggota PDPM Lamongan kompak. Semangatnya luar biasa dan ketika turba ke cabang-cabang selalu semangat semua,” ujarnya.
Pada periode ini, tepatnya tahun 1992, PDPM Lamongan mengadakan konsolidasi dengan menghadirkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Din Syamsudin.
Kegiatan hasil kerja sama dengan Nasyiatul Aisyiyah dan KNPI ini bertempat di pendopo Lokatantra Kabupaten Lamongan. Ribuan pemuda menghadri kegiatan ini. “Hadir dan memberi sambutan Bupati Moh Farid,” ungkap Usman.
Pada saat Eddy Mulyadi hijrah ke Lumajang, roda organisasi PDPM Lamongan dijalankan oleh Khusnan Sumber dan kawan-kawan. Saa itu program dan konsolidasi tetap berjalan. Pada tahun 1993 diadakan reshufle pimpinan. Dan Khusnan Sumber didaulat sebagai Ketua PDPM periode 1993-1995.
Sebelum kedatangan Eddy Mulyadi, di Lumajang sudah ada beberapa kader Muhammadiyah dari Lamongan. Seperti Yusuf Wibisono (pegawai Depag), Hasan (pegawai KUA), dan Salimin (pegawai KUA).
Tantangan Dakwah di Lumajang
Menurut Ummu Cholifah, istrinya, perjuangan Eddy Mulyadi di Lumajang penuh tantangan. Medan dakwah yang digunakan sangatlah berbeda dengan di Lamongan.
“Medan perjuangan di Lamongan dan di Lumajang sangat berbeda jauh. Suasana dan kondisi medan perjuangan di Lumajang sangatlah menantang. Adat dan istiadat masyarakat juga sangat berbeda,” ujarnya.
Adat dan istiadat masyarakat di sini sangat berbeda dengan di Lamongan. Menurut Ummu Cholifah di Lumajang banyak orang yang memiliki ilmu santet. Bahkan ada yang satu desa semua memiliki ilmu santet. “Jadi Pak Eddy merangkap ruqyah,” ujarnya.
Menurut dia, orang Lumajang lebih patuh kiai dari pada orang Depag. Contohnya, sudah ada KUA, tapi kalau kiainya bilang jam tertentu nikahnya, ya gak mau menikahkan. “Hal itu membuat KUA jamnya geser dan amburadul,” ujarnya.
Anak-Anak yang Sukses
Eddy Mulyadi dan Ummu Cholifah sangat keras mendidik putra-putrinya untuk mendalami agama dan menjadi aktivis persyarikatan. Anak-anaknya disekolahkan di Muhammadiyah dan mondok di pesantren. Setiap selesai shalat Maghrib dan Subuh anaknya wajib mengaji.
Sekarang, anak mereka sudah pada jadi “orang”. Vivin Novaliana, alumnus S-2 Fisika Unesa. Sekarang mengajar di MTs Negeri Lumajang.
Kurnia Tahniatus Shoimah, Sarjana Bahasa Inggris lulusan Universitas Jember, kini tinggal di Banyuwangi bersama suaminya yang bekerja di lembaga statistik.
Irhamni Habibur rohman, alumnus tehnik ITS. Tinggal di Cikopo Cikampek dan bekerja di pabrik truck HINO milik Jepang di Purwakarta.
Najjahah Nihriry, alumni Al-Ishlah Sendangagung, Paciran. Sekarang menempuh S2 di UMM Jurusan Bahasa Arab
Fariha Mariroh, sedang menyelesaikan S2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Jember. Beberapa kali dia mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON).
Wasiat Eddy Mulyadi
Ummu Cholifah menuturkan waktu mau meninggal suaminya berpesan agar Fariha harus meneruskan hobi dan bakatnya di bidang catur. Fariha harus bisa membawa harum negara Indonesia.
Untuk meningkatkan prestasinya saya panggilkan pelatih dan alhadlillah akhirnya mendapat juara nasional saat Fariha duduk di bangku SMP dan mendapat gelar Master Percasi,” kata Ummu Cholifah.
Sudah delapan tahun ini, sambungnya, Fariha menjadi pemain PON. “Tahun 2019 Fariha mendapat gelar Master Nasional karena menjuarai tingkat senior. Alhamdulillah,” terang Ummu Cholifah yang punya usaha toko busana.
Menurut Ummu Cholifah, Pak Eddy Mulyadi hampir selama hidupnya tidak pernah sakit. Ia tidak pernah merasakan jarum suntik. Selang dua bulan setelah melangsungkan pernikahan anak keduanya, ia jatuh sakit selama tujuh bulan.
Edy Mulyadi wafat pada hari Rabu 24 Agustus 2011 dalam usia 53 tahun. Semoga amal perjuangannya diterima Allah SWT. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.