Habib Rizieq Menuju Takdirnya, kolom ditulis oleh Ady Amar, pengamat masalah-masalah sosial.
PWMU.CO – Sesuai dengan jadwal kedatangan di Jakarta hari ini, 10 November 2020, sekitar pukul 09.00 WIB, jika tidak ada aral, Habib Rizieq Shihab (HRS) dan keluarganya akan menginjakkan kakinya kembali di tanah air.
Ratusan ribu jamaahnya, dan bisa jadi bahkan jutaan umat Islam akan menyambut kedatangannya dengan suka cita.
Tentu tidak ada yang bisa memastikan berapa jumlah tepat umat yang menyambutnya. Tidak penting jumlah penyambutnya mau di-framing hanya ribuan bahkan ratusan saja versi televisi yang memang hobi mengecil dan besarkan jumlah yang dikehendaki. Tidak masalah, itu bagian dari suka atau tidak suka pada tokoh yang dibicarakan.
Menurut berita yang sudah beredar sejak kemarin, banyak umat dari berbagai daerah yang menyambut kedatangan HRS sudah berada di Jakarta sejak Senin, 9 November 2020.
Bahkan ada rombongan dari Riau yang sampai mencarter pesawat, dan juga rombongan dari Aceh dengan jumlah yang tidak kecil. Dari kota-kota di Jawa, ada yang berangkat berombongan dengan bis dan kendaraan pribadi. Bahkan konon ada yang jalan kaki ke Jakarta dari daerah-daerah diseputaran Jabodetabek.
Seluruh hotel yang ada di seputar Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), khususnya hotel bintang tiga sudah full booked sejak beberapa hari. Juga hotel-hotel di seputaran Markas FPI di Jalan Jati Petamburan, tempat HRS bermukim, sudah penuh dipesan umat yang ingin melihatnya dari dekat. Tidak ada lagi kamar hotel yang tersisa. Luar biasa.
Umat yang menyambutnya, baik di Terminal 3 Bandara Soetta, atau yang di seputar markasnya, tidak ada yang bisa menjamin untuk bisa menemuinya apalagi menjabat tangannya dengan penuh syahdu.
Umat cuma berpikir sederhana, bahwa HRS yang sudah meninggalkan negerinya ke Mekkah, selama lebih kurang 3,5 tahun, itu layak disambut kedatangannya dengan suka cita dan penuh kebahagiaan.
Sulit dinalar apa yang menjadikan kecintaan umat bisa begitu besar pada HRS, bahkan parameter psikologis sosial pun akan kesulitan mengurainya, sulit bisa menelisiknya.
Satu hal yang jelas, HRS adalah pribadi yang konsen menegakkan amar makruf nahi mungkar, sikapnya tidak pernah bergeser dari itu. Pribadi kokoh dalam serba tekanan yang dihadapinya selama ini. Ia tidak pernah menyerah dengan segala himpitan, cacian, bahkan fitnah yang disematkan pada namanya. Tidak mempan.
HRS lalu muncul menjadi sosok ulama dan pemimpin umat yang awalnya biasa-biasa saja, sebagaimana ulama-ulama lainnya, dan lambat laun menjadi sosok utama sebagai tumpuan umat, setelah umat tidak dapatkan rangkulan institusi lainnya yang mandul dan terkooptasi pada kepentingan sempit.
HRS mengambil alih peran institusi-institusi yang ada, dan lalu hadir sebagai penyeimbang, sebagai oposan dan memilih berkelindan dengan umat.
HRS lalu menjadi sosok satu-satunya, yang dianggap umat dapat memimpin dan menyuarakan suara umat, sebagai penyambung lidah umat yang tengah tersekat bisu tak mampu bersuara.
Menuju Takdirnya
Risiko kedatangan HRS, tentu sudah diperhitungkannya dengan baik dan matang. Banyak faktor yang melatarbelakangi, dan itu bisa di tarik ke sana ke mari. Jika diteruskan akan menuai spekulasi-spekulasi yang bisa ditafsir dengan macam-macam tafsir analisa. Bisa macam-macam tafsirnya, dan karena spekulasi tidaklah perlu dimunculkan di sini. ghibah, namanya.
Tapi ada analisisis, bukan spekulasi, salah satunya adalah kemungkinan munculnya kelompok yang tidak menyukai kedatangan HRS, tentu itu bukan pihak pemerintah.
Baca Berita Terkait: Banyak Istighfar Pak Mahfud!
Adalah Mustafa Nahrawardaya, tokoh muda Muhammadiyah, adalah salah satu yang mentwit keresahannya, agar HRS tidak balik ke tanah air dulu. Menurutnya, masih ada banyak orang gila yang bisa mencederainya. Sarannya, balik ke tanah air pada 2024 saja. Lebih kurang demikian cuitannya. Itu bentuk khawatir Mustafa, dan itu bentuk cinta. Hal manusiawi.
Karena itu, pemerintah perlu menjaganya dengan mengerahkan tidak cuma polisi tapi juga tentara, dan dengan jumlah tampak berlebihan, yang juga sulit dinalar. Tidak masalah, justru itu bentuk kehati-hatian agar tidak ada kelompok yang coba-coba bermain menjadikan suasana keruh yang tidak diinginkan.
Umat dan pemerintah yang menyambut HRS pagi ini, tepat di Hari Pahlawan Nasional, memiliki pandangan yang sama, yaitu sama-sama menjaganya, agar peristiwa yang tidak diinginkan atas keselamatan HRS itu tidak terjadi.
Kita semua berdoa, agar HRS dan keluarganya sampai dengan selamat, dan penyambutan berjalan dengan baik dan khidmat. Tidak ada kerusuhan, dan seharusnya itu tidak terjadi.
Tidak ada dalam kamus “suka-cita” yang dibalut dengan “kerusuhan”. Itu dua hal yang tidak nyambung. Tapi itu bisa tersambung jika diskenariokan demikian oleh mereka yang mencoba mencipta “takdir” lainnya.
Sejarah akan mencatat itu semua dengan tinta, entah apa warnanya. Hanya waktu akan menjawabnya. Wallahu a’lam.
Selamat Datang Habib Rizieq Shihab! Sebait sajak kerinduan karya sahabat Zawawi Imron dikutip di sini untuk menyambutmu:
Rinduku padamu bagai
rindu padang pada ilalang. (*)
Habib Rizieq Menuju Takdirnya: Editor Mohammad Nurfatoni.