Merintis Kebaikan atau Keburukan, Ini Balasannya oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Merintis Kebaikan atau Keburukan, Ini Balasannya ini berangkat dari hadits riwayat Muslim.
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ . وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ .(رواه مسلم
Barangsiapa merintis suatu sunnah yang baik dalam Islam maka dia mendapat pahala amalan itu ditambah dengan pahala orang-orang yang mengamalkan setelahnya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikitpun.
Dan barang siapa merintis suatu sunnah yang buruk dalam Islam, maka ia mendapat dosa dan di tambah dengan dosa orang-orang yang mengamalkan setelahnya tanpa mengurangi dosa orang lain tersebut sedikitpun.
Definis Sunnah
Sunnah berasal dari kata sanna, yasunnu, sannan, berarti syahadzahu, arhafahu yakni mengasah, menajamkan. Sanna sunnah bermakna wadla’aha yakni membuat, meletakkan, menetapkan. Sanna qanuunan yakni menetapkan peraturan atau undang-undang. Sunnah bermakna thariqah yakni jalan. Sunnatullah bermakna hukmuhu yakni hukum, peraturan, ketetapan-Nya.
Hadits ini memiliki redaksi yang panjang sehingga hal tersebut menjadi penjelasan tentang asbabul wurud, atau sebab-sebab hadits tersebut disampaikan oleh Rasulullah. Yaitu berkenaan dengan shadaqah kepada yang diberikan oleh seorang yang habis menempuh perjalanan jauh. Maka di antara para sahabat ada yang memulai yang kemudian disusul dengan sahabat lainnya. Dengan kejadian itu Rasulullah SAW bersabda sebagaimana hadits di atas.
Baik dan Buruk Itu sesuai Syara’
Rasulullah SAW senatiasa memberikan motivasi kepada kita untuk senatiasa memulai atau mendahului kebaikan. Kebaikan merupakan sesuatu yang telah disebut sebagai kebaikan menurut syara’. Sebaliknya keburukan adalah apa yang disebut buruk menurut syara’. Sehingga dalam hal ini baik dan buruk sudah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka dalam hadits di atas Rasulullah SAW memberikan dorongan untuk kita agar berlomba-lomba dalam memulai kebaikan sebagaimana yang telah ditentukan.
Sungguh suatu motivasi yang luar biasa karena merupakan bagian dari amal jariah, yang pahalanya terus mengalir sampai kapan pun, tanpa mengurangi pahala para peniru kebaikan tersebut.
Terutama ketika sunnah Rasul sudah mulai banyak ditinggalkan oleh manusia. Maka pada saat itulah untuk kita memulai dan mendahului kebaikan tersebut. Haidts ini juga sejalan dengan firman Allah:
مَّن يَشۡفَعۡ شَفَٰعَةً حَسَنَةٗ يَكُن لَّهُۥ نَصِيبٞ مِّنۡهَاۖ وَمَن يَشۡفَعۡ شَفَٰعَةٗ سَيِّئَةٗ يَكُن لَّهُۥ كِفۡلٞ مِّنۡهَاۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ مُّقِيتٗا
Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (an-Nisa’ 85).
Pahala Sebesar Dampak Positifnya
Dalam hadits ini pula Rasulullah SAW menyampaikan pahala merupakan dampak positif yang dilakukan. Semakin besar dampak yang dirasakan oleh umat manusia maka akan semakin pula pahalanya akan terus mengalir.
Tentu bukan hanya persoalan sunnah Rasulullah SAW, tetapi juga termasuk yang berkenaan dengan sunnatullah, yaitu berhubungan dengan kemaslahatan hidup orang banyak. Maka motivasi ini pula dalam rangka memberikan semangat kepada para saintis Muslim untuk menemukan berbagai rekayasa tehnologi. Sehingga dengan penemuannya tersebut dapat memberikan kebaikan dan kemakmuran bagi umat, termasuk dalam rangka lebih memudahkan umat dalam pelaksanaan ibadahnya.
Landasan dari semua aktivitas man sanna sunnatan tersebut tiada lain adalah keimanan yakni keikhlasan kepada Allah. Karena tanpa landasan tersebut sia-sia karena berakibat tanpa ada pahala yang mengalir tersebut.
Syarat utama ini merupakan persyaratan mutlak, karena dalam hal ini memang kita sangat dilarang kikir terhadap ilmu yang hakekatnya adalah kepunyaan Allah. Etika atau akhlak Islam mengajarkan jika kita mendapatkan kebaikan hakekatnya adalah karena pertolongan Allah, termasuk di dalamnya adalah ilmu.
Tetapi sebaliknya jika mendapatkan kesialan sesungguhnya hal itu merupakan kebodohan kita sendiri karena Allah dan Rasulullah tidak mengajarkan manusia dalam keterpurukan. Karena itu kita sangat dilarang sombong karena seolah keberhasilan dan kehebatan kita sendiri. Tetapi Allahlah yang memampukan kita untuk mencapai semua itu.
Balasan sesuai Amal Masing-Masing
Di samping itu hadits tersebut mengisyaratkan bahwa tidak ada pemindahan pahala secara mutlak. Bahwa pahala itu bagi para pelaku kebaikannya sendiri, yang tidak dapat dipindahkan untuk orang lain yang tidak melaksanakan kebaikan tersebut.
Semua akan mendapatkan sesuai denggan apa yang sudah dilaksanakannya. Maka memanfaatkan apa saja yang ada dalam kehidupan ini untuk senantiasa mendapatkan kebaikan dan kebaikan nantinya haruslah selalu kita lakukan.
Termasuk bagaimana agar kita memiliki amal yang berdampak secara terus-menerus bagi kelangsungan kehidupan masyarakat banyak, yang akan mengalirkan pahala buat kita.
إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخۡفِيهَا لِتُجۡزَىٰ كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا تَسۡعَىٰ
Segungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (Thaha 15)
Dosa Sebesar Dampak Negatifnya
Dan tentu sebaliknya, jika seseorang memulai perbuatan yang buruk dan perbuatannya itu ditiru oleh lain, atau berkomplot, maka dosa orang yang memulai tersebut akan terus di tambah dengan orang yang mengikuti jejaknya itu.
Maka dalam hal ini dosanya akan mengalir dan terus bertambah selama perbuatan buruk tersebut di contoh dan di ikuti oleh orang lain sebanyak orang yang mengikutinya. Di sinilah keadilan, sekaligus kita harus berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu. Sikap hati-hati insyaallah lebih menyelamatkan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Merintis Kebaikan atau Keburukan, Ini Balasannya ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 11 Tahun ke-XXV, 20 November 2020/4 Rabiul Akhir 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.