PWMU.CO – Hj Suryan Widati, istri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengeluhkan sikap generasi muda yang minus etika. “Mereka gampang menghujat, bahkan tega mengecam Bapak Bangsa, seperti pada Buya Syafi’i Ma’arif,” katanya pada pwmu.co dalam perbincangan santai di Masjid Imam Bukhori, Kota Malang, Sabtu (22/10). (Baca berita terkait: Ketika Istri Mendikbud Bicara di Depan Guru TK ABA Se-Kota Malang)
Widati mengatakan, persoalan yang paling mendasar pada generasi muda sekarang adalah etika atau moral. “Hal itu yang membuat mereka gampang sekali menghujat, bahkan pada bapaknya sendiri (Buya Syafi’i), tanpa merasa bersalah sedikit pun,” tuturnya.
Menurut Widati, kondisi bangsa saat ini sangat membutuhkan tangan-tangan para aktivis Muhammadiyah yang didukung oleh ‘Aisyiyah yang sangat tangguh dalam menangani persoalan pendidikan.
(Baca: Klarifikasi Berita ‘Hoax’ Arahan Mendikbud dan Awas! Berita Hoax atas Nama Mendikbud)
Widati melanjutkan, dengan membawa misi “mengembalikan kebudayaan itu menjadi basis pendidikan melalui penanaman pendidikan karakter”, maka dalam mendidik anak itu harus bisa menyentuh hati. “Tentu dengan telaten dan kasih sayang,” ujar master akutansi itu.
Widati berharap masyarakat tidak terlalu reaktif dengan gagasan penguatan pendidikan karakter yang digagas Mendikbud dan dengan salah kaprah disebut sekolah full day school itu. “Demi mewujudkan misi itu Bapak (Mendikbud) akan memberikan patokan 70 persen untuk SD, 60 persen SMP dan 30 persen SMA dalam penanam karakter anak.” Semua itu, katanya, adalah upaya untuk kembali menguatkan ideologi pendidikan di Indonesia yang sudah tercerabut oleh budaya materialistik dan akhlak yang buruk.
(Baca: Kemendikbud Luncurkan Program PPK: Apapun Namanya, Penguatan Karakter Harus Jalan)
Sebagai warga Muhammadiyah, Widati mengaku bersyukur karena sepanjang mengikuti dan mendampingi suaminya, ia melihat bahwa baru Muhammadiyah yang sudah menjalankan misi pendidikannya sesuai dengan koridor. “Hampir di semua wilayah yang minoritas Islam seperti Papua, NTT, Maluku dan pulau-pulau terluar Indonesia, Muhammadiyah punya lembaga pendidikan. Dan mereka sangat bangga karena muhammadiyah tidak melakukan diskriminasi di bidang pendidikan,” ungkapnya.
Widati juga merasa bangga, karena prisip Kemendikbud education for all ternyata sudah dilakukan oleh Muhammadiyah dengan Aisyiyah-nya dengan mendirikan dan mengelola PAUD terbanyak di antara 27 ribu PAUD yang didirikan oleh swasta. “Dari jumlah itu pemerintah hanya mendirikan 4 ribu PAUD.”
Widati menambahkan, peran swasta, khususnya Aisyiyah sangat membantu pemerintah mengingatkan PAUD merupakan lembaga pendidikan yang memberikan dasar-dasar kecakapan hidup (life skil) dan karakter individual anak. (Uzlifah)