Misteri Km 50, kolom ditulis oleh Ady Amar, pengamat masalah-masalah sosial.
PWMU.CO – Ada apa di tol kilometer km 50 Jakarta-Cikampek pada pukul 00.30 an, Senin (7/12/ 2020) dini hari. Muncul dua versi yang mengemuka, versi Polda Metro Jaya dan Front Pembela Islam (FPI).
Polda Metro Jaya mengatakan dalam konperensi pers—yang juga dihadiri Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurrachman—-siang 7 Desember 2020, bahwa iring-iringan mobil pengawal Habib Rizieq Shihab menghalangi kuntitan polisi. Memepet dan menembak serta menyerang dengan senjata tajam. Ini versi pertama, yang disampaikan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.
Lalu FPI membantahnya lewat Sekretaris Umumnya, Munarman, bahwa apa yang disampaikan polisi itu fitnah. Justru mobil FPI yang dipepet dan ditembak. Anggota FPI tidak pernah dibekali senjata tajam apalagi senjata api, tuturnya.
Bahkan setelah kejadian itu, 6 orang pengawal HRS dinyatakan raib/diculik, dan bisa jadi dieksekusi di tempat lain. Sebutnya, di tempat kejadian (km 50) itu tidak ada tanda-tanda penembakan dan lalu terkapar matinya enam orang. Lebih kurang demikian keterangan Munawarman.
Dua versi yang berbeda, dan itu biasa. Siapa yang benar di antara keduanya tidak ada yang tahu persis, setidaknya hingga kini. Tidak mungkin klaim dari keduanya itu benar semuanya, pasti ada salah satu dari keduanya yang benar: bisa keterangan polisi yang benar, atau bisa juga sanggahan FPI yang benar.
Tapi sayangnya CCTV di km 50 yang mestinya bisa dijadikan petunjuk untuk mengurai kejadian sebenarnya itu rusak. Maka spekulasi muncul, kok bisa CCTV di lokasi kejadian itu rusak. Sengaja dimatikan atau memang mati karena memang sedang rusak. Itu pun tidak ada yang tahu persis. Keterangan masih simpang siur.
Klaim-klaim pernyataan antara pihak Kepolisian dan FPI mana yang benar, antara siapa yang memepet mobil di antara keduanya, dan CCTV yang rusak atau sengaja dirusak alias dimatikan pada saat kejadian terbunuhnya 6 anak manusia, yang disebut sebagai laskar khusus FPI. Jika tidak terkuak, itu akan tetap menjadi misteri dan spekulasi yang tidak berkesudahan.
Maka, misteri nyawa 6 orang anak manusia yang masih relatif muda—usia antara 20 sampai 26 tahun—itu perlu mendapat keadilan untuk dikuak semestinya.
Jika FPI yang memang menyerang polisi yang menguntit rombongan HRS itu benar, maka itu harus disampaikan dengan sebenarnya, agar citra polisi yang seolah melakukan tindakan sewenang-wenang dengan penemabakan dapat diluruskan.
Tapi jika polisi itu yang memang melakukan penembakan padahal tidak ada perlawanan dari pihak laskar FPI, maka hukum mesti ditegakkan.
Tidak ada yang tidak bisa terkuak. Komnas HAM mulai bergerak melakukan penyelidikan. Dan jika ditambah Presiden berinisiatif membentuk Tim Pencari Fakta Independen, yang bekerja untuk mengungkap misteri sebenarnya dari peristiwa km 50 Jakarta-Cikampek, tentu itu wujud keperdulian yang patut diapresiasi.
Meninggalnya enam nyawa manusia apa pun ras dan latar belakang ideologi dan kecenderungan politik dari yang bersangkutan, adalah fardhu ain bagi negara hadir memastikan untuk dapat mengungkap peristiwa sebenarnya.
Dalam hitungan menit sejak pihak Polda menggelar konperensi pers tenyang peristiwa penembakan enam laskar khusus FPI itu, berita itu sudah diberitakan semua media-media online nasional dan manca negara.
Dunia saat ini layaknya hanya sebesar desa saja. Apa yang terjadi saat ini, dalam hitungan menit akan diberitakan di mana-mana.
Maka berita 6 nyawa anak manusia yang ditembak polisi itu sudah menyebar saat itu juga, di antaranya oleh www.aljazeera.com (Indonesian police kill six suspected supporters of hardline leader), www.theguardian.com (Police shootout kills six suspected supporters of Indonesian cleric), www.reuters.com (Six supporters of hardline Indonesian cleric killed in shootout), dan lainnya.
Semua pihak, khususnya keluarga para korban, berharap tidak terlalu lama bisa diungkap sejujurnya misteri terbunuhnya para syuhada, atau apa pun nama yang nanti pantas disematkan padanya, saat peristiwa itu terkuak terang benderang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.