Ahlan wa Sahlan 2021: Kejar Amal Baik, Bukan Nama Baik. Kolom ditulis oleh Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Ahlan wa Sahlan 2021. Selamat datang tahun 2021. Apakah tahun 2021 akan lebih baik atau sama dengan tahun lalu atau bahkan lebih buruk?
Kita memang berharap bakal lebih baik. Namun hari esok itu separuh gelap separuh terang. Kita tidak sepenuhnya tahu keadaan yang akan datang. Kemampuan kita hanya memperkirakan.
Kupu-Kupu Kebahagiaan
Ada bagian dalam hidup yang tidak sepenuhnya berada dalam genggaman tangan kita. Bagian misteri itulah yang membuat hidup menjadi indah. Ada kejutan dan ada kejadian tidak terduga. Namun ada keinginan yang sama pada setiap orang yaitu ingin hidup bahagia.
Seorang bijak mengatakan, bahagia itu seperti kupu-kupu. Banyak orang mengejarnya. Namun kupu-kupu selalu terbang cepat. Orang itu lalu berlari lebih cepat lagi. Namun kupu-kupu juga terbang lebih cepat lagi. Sehingga tidak terkejar. Badan sudah letih dan nafas hampir habis tetapi kupu-kupu tetap tidak terkejar.
Lalu datang seseorang kepada orang bijak. “Guru, ajarkan kepada kami cara mengejar kupu-kupu. Saya sudah letih tetapi kupu-kupu kebahagiaan itu tidak terkejar. Terbang terlalu cepat.”
“Apa yang sudah kamu lakukan?”
“Saya berlari cepat. Ingin mengimbangi kecepatan kupu-kupu. Namun gagal.”
“Itulah kesalahan banyak orang. Padahal ada cara lebih sederhana. Tanamlah pohon atau bunga di halaman rumahmu. Ketika tanaman itu menghijau atau berbunga maka banyak kupu-kupu akan datang dengan sendirinya. Bahkan serangga lain misalnya kumbang juga ikut datang.”
Itulah cara mengejar kebahagiaan. Menanam bunga atau menanam tanaman di halaman kehidupan kita. Nama tanaman itu ialah tanaman amal shaleh. Jika orang menanam pohon amal shaleh dalam hidupnya maka kupu-kupu kebahagiaan akan datang sendiri mendekati dia. Tanpa kita harus berlari mengejarnya.
Dari mana kita tahu kupu-kupu kebahagiaan akan datang? Al-Quran yang memberi informasi. “Barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Aku berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sungguh akan Aku berikan kepada mereka pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan. (an-Nahl :97).
Diberi kehidupan yang baik adalah kehidupan bahagia di dunia ini. Dan nanti di akhirat mendapat balasan yang jauh lebih hebat lagi. Alangkah indahnya janji Allah ini.
Persoalannya, apakah kita sudah menanam pohon amal shaleh pada halaman kehidupan kita? Atau tetap memilih berlari mengejar kupu-kupu tanpa arah?
Amal Shaleh
Amal shaleh itu banyak macamnya. Sangat luas. Seluas samudera. Jika dikelompokkan bisa disederhanakan menjadi tiga. Pertama: keshalehan ritual yaitu ketekunan ibadah ritual. Shalat, baca alquran, puasa dan sebagiannya.
Kedua: Keshalehan sosial yaitu kepedulian pada masyarakat atau orang lain. Lebih-lebih saat pandemi-Covid-19 sekarang ini. Uluran tangan itu sangat berarti. Ketiga: Keshalehan publik yaitu melaksanakan amanah yang berkaitan dengan layanan dan amanah publik. Terutama pemangku kekuasaan.
Ketiga pohon itu, keshalehan ritual, keshalehan sosial, dan keshalehan publik harus tumbuh sama-sama subur. Jika hanya salah satu yang tumbuh baik, sedang lainnya tumbuh kering, maka kupu-kupu kebahagiaan tidak tertarik mendekat. Ada polusi moral kehidupan di sana sehingga pohon amal shaleh itu tumbuh pincang. Dan itu atmosfer yang tidak sehat bagi kupu-kupu kebahagiaan.
Adapun orang yang enggan menanam pohon amal shaleh dalam hidupnya maka hidupnya akan sempit. Serba sumpek. Jauh dari kebahagiaan hidup. Di luar mungkin tampak serba baik. Namun sesungguhnya hatinya jauh dari kebahagiaan. Urip iku sawang sinawang. Ana wong numpak Mercy tapi karo berebes mili. Ana wong mung melaku tapi ngguya-ngguyu.
Orang yang tidak punya pohon keshalehan hidupnya sumpek. Itulah yang ditegaskan al-Quran: “Barang siapa yang berpaling dari ajaranku maka hidupnya akan sangat sempit dan nanti di akhirat akan Kami giring dikumpulkan dengan keadaan buta.” (Thaha: 124).
Amal Baik, Bukan Nama Baik
Yang harus diingat ialah menyuburkan amal baik berbeda dengan menyuburkan nama baik. Kita harus memupuk amal baik. Bukan memupuk nama baik. Kita sering merasa sedang melakukan amal baik, padahal yang kita lakukan sebenarnya membangun nama baik. Sepertinya beda-beda tipis. Tetapi konsekwensinya jauh. Di sisi Allah yang dilihat amal baik, bukan nama baik.
Orang yang melakukan amal baik memang bisa dapat nama baik. Dapat pujian. Penghargaan dan popularitas. Itulah bonus dari amal baik. Bukan tujuan. Sekali lagi itu bonus. Bukan tujuan.
Amal baik digerakkan hati yang tulus. Sedangkan membangun nama baik digerakkan oleh nafsu dan ambisi. Kita agaknya perlu latihan terus menerus agar hati tulus bisa mengalahkan nafsu. Rasulullah SAW pernah sangat menghawatirkan syirik kecil bagi umatnya yaitu riya. Ada tujuan tersembunyi dalam aktivitasnya. Ingin dipuji atau dilihat orang. Wujudnya halus hampir tidak terdeteksi. Amal baiklah yang bisa mendatangkan kupu-kupu kebahagiaan. Bukan nama baik.
Keinginan agar namanya menjadi baik, ingin dapat pujian, ingin populer justru menghancurkan kebahagiaan. Hidup menjadi bergantung pada kendali orang lain. Jika nama baik tidak bisa diraih, atau kalah dengan nama baik orang lain maka dia kecewa.
Kebahagiaan Itu Menular
Satu hal lagi. Kebahagiaan itu bisa datang tertular dari orang lain. Ya, kebahagiaan itu bisa menular. Seorang istri ditinggal mati suami secara mendadak. Serangan jantung. Dia sedih karena dua hal. Pertama karena berpisah dengan suami tercinta.
Kedua, dia menyesal karena tidak sempat merawat suami sebagi tanda cinta dan bakti seorang istri. Suami meninggal tanpa sakit. Maka sebagai tanda bakti dia datangi kuburnya lalu ditaburkan bunga di atasnya. Tapi kesibukannya tidak memungkinkan dia ziarah setiap hari atau setiap akhir pekan.
Maka dia titip uang kepada penjaga makam untuk membeli bunga dan diletakkan di pusara suaminya. Pekan pertama berjalan lancar sampai pekan ke empat. Namun pada pekan ke lima tidak terlihat bunga di atas pusara suaminya.
“Bapak tidak letakkan bunga di makam suami saya?”
“Maaf saya belum lapor ibu. Saya wujudkan bakti ibu kepada bapak dengan cara lain. Saya belikan makanan. Lalu saya bawa ke rumah sakit. Atas nama bapak dan ibu, makanan itu saya sedekahkan kepada keluarga penunggu pasien yang banyak tiduran di selasar rumah sakit. Mereka gembira sekali menerima makanan itu. Umumnya mereka dari luar kota dengan ekonomi terbatas. Bapak saya kirim doa, bukan lagi bunga”.
Esoknya wanita itu datang ke rumah sakit bersama penjaga kubur untuk membuktikan. Betapa kaget dia melihat reaksi orang-orang itu. Ketika mereka melihat penjaga kubur itu datang, dengan takzim mereka menyambutnya.
Lalu dengan wajah gembira dia terima makanan dari penjaga kubur itu. Wanita itu terharu melihat wajah yang berseri-seri dari para penunggu pasien itu. Maka hari-hari berikutnya wanita itu sendiri yang datang. Dia merasa sangat bahagia bisa membuat orang lain tersenyum gembira.
Itulah bahagia. Bisa menular kepada orang yang memberi. Semakin banyak kita memberi bahagia kepada orang lain, maka akan semakin banyak bahagia yang kita terima.
Orang bijak berpesan: Carilah kesenangan dengan cara menyenangkan orang lain. Carilah kebahagiaan dengan cara membahagiakan orang lain. Jangan pernah mencari kesenangan dan kebahagiaan dengan cara memplokotho orang lain.
Ingatlah: Keindahan hidup di dunia ini penuh kepalsuan dan tipuan. Wama hayatut dun-ya illa matau’ul ghurur. Artinya: Dan hidup di dunia ini tiada lain hanya kesenangan penuh tipu daya” (Ali Imran: 185)
Ahlan wa sahlan, selamat datang tahun 2021. Tersenyumlah. Maka dunia akan tersenyum kepada Anda. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.