PWMU.CO– Pelarangan FPI, simbol organisasi, dan aktivitasnya oleh pemerintah mendapat sorotan dari beragam kalangan. Di antaranya Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti yang menulis di Twitter-nya, Rabu (30/12/2020).
Dengan judul huruf kapital, Abdul Mu’ti menulis TENTANG PELARANGAN FPI: PEMERINTAH HARUS ADIL. Semua harus ditindak tegas. Hukum harus ditegakkan pada semuanya.
”Kalau alasan pelarangan FPI karena tidak memiliki izin atau surat keterangan terdaftar (SKT) sudah habis masa berlaku, maka organisasi itu sudah dengan sendirinya dapat dinyatakan tidak ada atau illegal,” katanya.
Dia menegaskan, jadi sebenarnya pemerintah tidak perlu membubarkan karena secara hukum sudah bubar dengan sendirinya. ”Cuma masalahnya kenapa baru sekarang?” tanya Mu’ti yang guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Meski demikian, sambung Mu’ti, pemerintah juga harus adil. Jangan hanya tegas kepada FPI. ”Kalau ternyata ada Ormas lain yang tidak memiliki SKT, Ormas itu juga harus ditertibkan,” tandasnya.
Demikian halnya kalau ada Ormas yang kegiatannya meresahkan masyarakat, suka melakukan sweeping, dan main hakim sendiri, dia meminta, semua harus ditindak tegas. ”Hukum harus ditegakkan pada semuanya,” tandas Mu’ti.
Dia berharap agar masyarakat tidak perlu menyikapi dan bereaksi berlebihan. Yang dilakukan pemerintah bukanlah tindakan anti Islam. Tapi menegakkan hukum dan peraturan. ”Yang penting pemerintah berlaku adil. Tegakkan hukum dan keadilan untuk semua,” ujarnya.
Markas FPI Dijaga
Rabu siang tadi pemerintah lewat Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan pembubaran Front Pembela islam (FPI) di Kantor Menko Polhukam. Mahfud didampingi pejabat lengkap mulai Mendagri, Menkum HAM, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BNPT, Jaksa Agung, Menkoinfo dan lainnya.
Pembubaran dituangkan dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Alasan pemerintah tentang pelarangan FPI dibacakan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej. Alasan pertama, menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai diatur dalam peraturan undang-undang secara de jure telah bubar sebagai ormas. Kedua, FPI sebagai organisasi de jure telah bubar, pada kenyataanya masih terus melakukan kegiatan yang mengganggu ketentraman ketertiban umum
Ketiga, melarang kegiatan dan simbol FPI dalam wilayah NKRI. Keempat, jika terjadi pelanggaran sesuai yang dijabarkan dalam diktum di atas, maka aparat penegak hukum akan langsung menghentikan kegiatan FPI. Kelima, meminta masyarakat tidak terpengaruh dalam kegiatan dan penggunaan simbol FPI dan melapor ke aparat penegak hukum setiap kegiatan dan penggunaan atribut FPI.
Keenam, kementerian lembaga yang menandatangani surat keputusan bersama ini, agar melakukan koordinasi, dan mengambil langkah penegakan hukum sesuai peraturan UU. Ketujuh, keputusan bersama tersebut berlaku pada tanggal 30 Desember 2020.
Setelah pengumuman ini, pemerintah langsung beraksi. Acara jumpa pers pimpinan FPI menyikapi larangan itu langsung dibubarkan polisi. Para wartawan diusir dari markas DPP Front Pembela Islam di Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Wartawan yang mendatangi markas FPI pada Rabu siang untuk memantau situasi markas FPI dan meminta tanggapan Pria berkaos coklat itu mengusir wartawan dengan nada tinggi. (*) Penulis/Editor Sugeng Purwanto