PWMU.CO– Djainuri Alief (76), Wakil Ketua PDM Kota Pasuruan pergi untuk selamanya. Kabar duka pada Rabu (6/1/2021) itu mengejutkan warga persyarikatan. Sebab duka kembali menyelimuti Muhammadiyah Kota Pasuruan.
Djainuri Alief, sosok berwibawa yang lahir 14 Januari 1945 ini meninggalkan istrinya, Siti Fatimah, dan empat anaknya, Nur Laely, Anni Dahlia, Imron Muttaqin, dan Nur Nadzifah.
Rumah almarhum di Jl. Patimura 56 Bugul Kidul ramai didatangi pelayat. Mereka menyampaikan belasungkawa dan doa untuk almarhum yang akrab dipanggil Aba ini.
Ketua PDM Kota Pasuruan Abu Nasir sangat kehilangan atas wafatnya Djainuri Alief. ”Perjuangannya di Muhammadiyah di sini sejak tahun 1976. Asalnya dari Kota Malang,” jelasnya.
Abu Nasir menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir sejak dia menggantikan Ketua PDM M. Kholil Asy’ary yang meninggal karena kecelakaan, berturut-turut pimpinan dan sesepuh Muhammadiyah wafat. Antara lain Sekretaris PDM H. Anshori, Ketua dan mantan Ketua Majelis Dikdasmen H Imam Hidayat, Fauzan, Moh. Thohir, H Puji Slamet, H. Sadeli, H. Imam Ghozali, H. Ruslan Suharto dan H. Masykoer.
Ladang Jihad
Djainuri, sambung dia, masih aktif menjabat wakil ketua PDM membidangi Divisi Pembangunan, Sosial, dan Lazismu. Keterlibatannya di persyarikatan terakhir kali ikut Raker bersama Lazismu di Penginapan Bromo, 28 November 2020.
”Saat itu menjelang Magrib almarhum mengeluh perutnya sakit dan badan menggigil. Tanpa pikir panjang saya langsung mengajaknya pulang,” tuturnya. Sakit livernya kambuh.
Sejak itu tidak pernah bisa hadir setiap rapat PDM kecuali keluar sekali untuk mengisi kuliah bakda Magrib di Masjid Baitul Huda. Selebihnya, hanya berbaring dan mengikuti perkembangan Muhammadiyah melalui WAG.
”Bagi saya dan teman-teman PDM, H Djainuri adalah sosok panutan. Kita bisa menemukan kesempurnaan pada kesungguhan perjuangan dan pengabdiannya di persyarikatan melalui pola pikir, tutur kata dan laku sehari harinya,” katanya.
Pernah suatu kesempatan Abu Nasir menyarankan agar beristirahat. Tidak selalu mengikuti aktivitas Muhammadiyah karena saking padatnya kegiatan. Usianya sudah 75 tahun.
Djainuri malah menjawab, ”Mengurusi Muhammadiyah adalah jihad dan kegembiraan saya. Kalau saya tinggal diam di rumah, saya akan merugi, tidak mendapatkan pahala jihad dan kegembiraan hati.”
”Saya tercekat dan sejak itu tidak berani lagi minta beliau istirahat hatta waktu Raker di Bromo sebulan yang lalu,” tambah Abu Nasir.
Pesan Terakhir
Abu Nasir paham kondisi kesehatan Aba Djainuri sejak beberapa tahun setelah lulus S2. Kanker hati memaksanya kemoterapi tiga kali. Bersyukur diberikan kekuatan dan kesembuhan.
Tahun 2019 kembali mengeluh sakit. Dokter menyarankan kemo lagi. Namun Djainuri memilih pengobatan herbal. Hasilnya bisa kembali aktif tanpa ada keluhan. Hingga kembali merasa sakit waktu Raker pada 28 November itu.
Djainuri pernah memimpin SMP Muhammadiyah Kota Pasuruan. Banyak orang telah dididik menjadi kader. Termasuk Abu Nasir. ”Saya adalah kader lulusan Pusdiklat yang kuliah di Fakultas Tarbiyah Unmuh Surabaya yang diutus PDM tahun 1985-1989 di masa kepemimpinan beliau,” cerita Abu Nasir.
Dia mengenang, ketika menjenguknya dengan suara lirih Djainuri berpesan agar semua pekerjaan pembangunan PDM dituntaskan dan minta selalu diberi kabar. Kepada istri dan putra-putrinya dia menyatakan sudah siap berangkat dipanggil Allah swt.
Abu Nasir bersyukur bisa memberikan perhatian kepada sesepuh Muhammadiyah Pasuruan ini dengan baik. Merawat dan mendampingi keluarga saat di rumah maupun selama opname di RSUD Sidoarjo. (*)
Editor Sugeng Purwanto