PWMU.CO– Surat an Najm menjelaskan wahyu yang diterima Nabi Muhammad saw dijamin sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah yang disampaikan melalui malaikat Jibril. Nabi kemudian menyampaikannya ke dalam bahasa manusia karena wahyu itu memang untuk mengatur kehidupan manusia.
Demikian penjelasan pengasuh Pesantren Hafidh Quran Serang, Banten, KH Sachrodji Bisri saat membahas surat An Najm (53) dalam Kajian Tafsir al-Quran dari kitab Jalalain.
Kenapa Nabi mampu memahami bahasa langit? Bang Oji, panggilan akrab KH Sachrodji, menjelaskan, karena Nabi Muhammad saw mendapatkan pengalaman ruhani sangat luar biasa. Mulai bertemu dengan wujud asli malaikat Jibril hingga berkelana ke Sidratul Muntaha, langit yang penghabisan.
Sebab itu Allah meyakinkan dalam ayat kedua surat An Najm bahwa kawanmu (Nabi Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ(maa dholla shahibukum wa maa ghowaa).
”Nabi tidak pernah belajar pemikiran sesat darimana pun selama hidup,” kata Bang Oji. Dholla dalam ayat itu, sambung dia, dapat dimaknai sesat perbuatan. Sedangkan ghowaa boleh juga diartikan sesat pemikiran.
Wahyu dari Allah
Ayat ketiga, keempat dan kelima menegaskan, dan tidaklah yang diucapkan itu menurut hawa nafsunya. Melainkan dia menerima wahyu yang diwahyukan yang diajarkan dari makhluk yang sangat kuat fisik dan pikirannya yakni Jibril.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. (3)
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (4)
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat (5)
ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ
Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. (6)
”Jibril menampakkan wujud aslinya kepada Nabi sebesar ufuk. Bayangkan besarnya memenuhi separo langit. Orang yang melihatnya pasti tercekam,” katanya. Dari wujud yang sangat besar itu lalu mengecil semakin mendekat kepada Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti diterangkan pada ayat 7, 8, 9, 10.
Tiga Nilai
Menurutnya, pengalaman ruhani seperti itulah sumber pemikiran dan penglihatan Nabi Muhammad langsung dari langit. Bukan berasal dari perkataan orang, warisan pemikiran nenek moyang, atau olah kata pemikiran diri sendiri.
Karena al-Quran itu wahyu maka isinya sangat luar biasa hebat. Dia mengandung tiga nilai sekaligus yaitu benar, baik, dan bagus. Benar isinya, baik sesuai dengan etika, dan bagus susunan syairnya mengandung keindahan.
Karena itu jangan dibandingkan kehebatan al-Quran dengan pemikiran manusia. Apalagi dengan berhala Lata, Uzza, dan Manat sesembahan musyrik Quraisy. Hanya orang-orang sekuler dan materialisme suka menuduh wahyu yang diterima Nabi Muhammad sebagai kebohongan atau karangan Nabi Muhammad sendiri.
”Orang yang berkilah dengan tafsir heurmenetika bahwa yang paham arti ayat al-Quran hanyalah Allah sendiri sama saja dengan tidak memercayai Nabi Muhammad,” kata Bang Oji menjelaskan. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto