Tragedi KM 50, Mengungkap Aktor Intelektual oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Komnas HAM menuai kecaman karena tak mampu menuntaskan tugas penyelidikan Tragedi KM 50 dengan baik. Terlalu banyak pertanyaan yang menyertainya seperti benarkah terjadi tembak menembak antara enam laskar FPI dengan intel yang menguntitnya.
Di mana dua orang tewas ditembak, siapa penembak dua dan empat anggota laskar, bagaimana menjelaskan bekas luka dugaan siksaan, siapa saja penumpang dua mobil pembuntut misterius yang bukan polisi, mobil ”sang komandan” Landcruiser itu milik siapa, dan masih banyak lagi pertanyaan lain.
Nyaris pekerjaan sia-sia Komnas HAM karena gagal menemukan fakta-fakta penting. Normatif, tak ambil risiko, dan ujungnya pro-polisi. Bahkan semakin ke sini justru terkesan Komnas HAM sekadar menjadi juru bicara kepolisian. Lebih menyebalkan setelah secara kontroversial melapor ke presiden. Presiden bukan atasan Komnas HAM dan Komnas bukan bekerja atas dasar perintah presiden.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 18 Januari 2021 menyatakan, pekerjaan Komnas HAM tidak tuntas dan diminta untuk mendalami kembali hingga ditemukan aktor intelektual dari kejahatan unlawful killing tersebut. Kualifikasinya bukan semata pelanggaran HAM tetapi pelanggaran HAM berat. Presiden hendaknya mendukung pendalaman atau investigasi guna menyeret aktor intelektual hingga proses peradilan.
Diduga kuat peristiwa pelanggaran HAM berat KM 50 bukan insiden kebetulan. Karena berawal dari pengintaian dan pembuntutan intens HRS dan FPI. Suatu cara kerja tidak lazim bahkan berindikasi melanggar hukum.
Keberadaan mobil Landcruiser yang datang ”mengomandani” pembunuhan atau pembantaian patut untuk ditelusuri. Begitu juga dengan keberadaan surat perintah atau surat tugas.
Ungkap Aktor Intelektual
Siapa aktor intelektual yang memerintahkan pengintaian harus diungkap. Mustahil mereka bekerja atas inisiatif sendiri meskipun kepolisian telah membantah keterlibatan atasan. Tetapi indikasi yang ada menuntut untuk pengusutan lebih lanjut. PP Muhammadiyah mendesak agar dapat ditemukan aktor intelektual dari kejahatan ini.
Ditemukan dan lebih lanjut diproses hukum aktor intelektual pelanggaran HAM berat Tragedi KM 50 ini sangat penting untuk sekurangnya tiga hal. Pertama, agar tidak terbiasa mengorbankan bawahan untuk melepas tanggung jawab atasan dan kepentingan politik yang lebih luas.
Kedua, menjadi terobosan atas banyaknya kasus pelanggaran HAM yang menggantung dan terus menjadi tagihan perilaku rezim. Ketiga, dapat menghindari keterlibatan lembaga penyelidikan dan peradilan HAM internasional.
Dari pantauan publik dan juga laporan sederhana Komnas HAM, maka peristiwa pelanggaran HAM berat KM 50 diduga kuat menjadi peristiwa berdesain matang dan panjang yang melibatkan satu atau lebih aktor intelektual. Karenanya desakan PP Muhammadiyah bukan saja rasional dan objektif, tetapi juga merupakan jalan strategis bangsa untuk menghargai dan memuliakan Hak Asasi Manusia. (*)
Bandung, 20 Januari 2021
Editor Sugeng Purwanto