Duri Forka dalam Daging Tapak Suci, opini ditulis oleh Suryahadi Saputra ST KUa, Ketua Umum Pimpinan Daerah (Pimda) 025 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Gresik.
PWMU.CO – Kehadiran Forum Kader (Forka) ibarat organisasi dalam organisasi. Bahkan bisa jadi duri dalam daging. Mengapa?
Forka adalah organisasi yang dibentuk oleh Nur Yusup, salah satu kader/pelatih Tapak Suci Gresik. Bertujuan menyaring dan meneruskan aspirasi anggota, namun berada di luar ketentuan atau aturan organisasi.
Sebagai organisasi ilegal, Forka telah meresahkan pimpinan dan anggota Tapak Suci Putera Muhammadiyah—salanjutnya disebut Tapak Suci. Bukan hanya bagi Pimda Gresik tetapi juga pimda-pimda lainnya. Misalnya Bojonegoro, Tuban, Mojokerto, dan beberapa daerah lainnya.
Sebab, aspirasinya disalurkan melalui jalur yang menyimpang dari AD/ART organisasi. Misalnya, dengan adanya Forka para kader bisa ujian kenaikan tingkat ke pimda lainnya tanpa rekomendasi dari pimda asal.
Mungkin tujuannya baik, tapi dengan model seperti itu malah menjadikan organisasi yang proses kaderisasisainya berjalan normal seperti tidak berguna.
Oleh karena itu kami sudah menonaktifkan pendirinya dari pelatih di Pimda 025 Gresik. Itu kami lakukan setelah ada pertemuan yang difasilitasi Pimpinan Daerah Muhamamdiyah (PDM) Gresik, tanggal 25 Januari 2021 lalu.
Kami berharap ada atensi dari Pimpinan Wilayah II Tapak Suci Putra Muhammadiyah Jawa Timur sehingga segera mengambil tindakan tegas agar Forka—forum kader sabuk biru—itu tidak menjadi duri dalam daging organisasi.
Kader Militan
Jujur harus diakui Forka lahir dari sikap militansi kader, atau kader yang militan. Sebenarnya militansi kader adalah aset organisasi otonom (ortom) Tapak Suci. Mereka merupakan tulang punggung karena memiliki ketangguhan dalam menghadapi hambatan dan tantangan hidup dengan penuh semangat dan berhaluan keras.
Kader militan memiliki peranan sangat penting dalam pengembangan Pencak Silat sebagai seni bela diri asli Indonesia yang dimiliki Muhammadiyah. Tapak Suci adalah salah satu metode pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar.
Sebagai catatan yang disebut kader di Tapak Suci adalah penyandang sabuk biru dan berstatus pelatih. Kader merupakan level kedua. Sedangkan level pertama adalah siswa dengansabuk kuning dan level tertinggi adalah pendekar dengan sabuk hitam.
Dalam perkembangnnya, Tapak Suci telah mampu menunjukkan eksistensinya dengan semakin meluasnya jaringan dakwah yang telah dibangunnya.
Terbukti dengan berdirinya perwakilan Tapak Suci di Asia, Timur Tengah, dan sebagian negara Eropa. Sasaran dakwah Tapak Suci dapat menjangkau semua kategori usia (dini, remaja, dewasa, dan manula), menjadi nilai jual sebagai bidang garap dakwah jika dibandingkan ortom Muhammadiyah lainnya.
Hal itulah yang menjadikan Tapak Suci mampu berkembang pesat seiring dengan perkembangan Muhammadiyah itu sendiri. Bbahkan bisa dibilang selangkah lebih maju dari induknya Muhammadiyah, kika kita berani jujur mengakuinya.
Ketika kita masuk ke komunitas Muhammadiyah di luar negeri, bisa dipastikan orang-orang yang berada di dalamnya adalah warga Muhammadiyah. Tetapi lain halnya dengan Tapak Suci. Satu contoh: perwakilan Tapak Suci di Belanda, peserta pelatihan bela diri ini asli warga Belanda dan non-Muslim. Tentu ada harapan setelah itu mereka akan mengenal Islam dan sekaligus akan menjadi Kader Muhammadiyah.
Luasnya bidang dakwah dan banyaknya jumlah cabang latihan di Tapak Suci ini akan berubah menjadikan sebuah permasalah yang rumit jika pimpinan tidak mampu mengendalikan kader-kadernya dengan baik.
Di sisi lain militansi kader Tapak Suci juga merupakan hal yang sangat penting. Karena dalam pengembangan dakwah dihadapan secara langsung dengan berbagai kondisi, latar belakang, agama, budaya, etika, juga karakter yang berdeda.
Jika para kader Tapak Suci tidak memiliki militansi yang kuat dan bekal kemampuan ber-organisasi yang baik, bukan tidak mungkin Kader tersebut justru akan membawa Tapak Suci ke dalam jurang perpecahan dan kehancuran.
Militansi Kebablasan
Lantas bagaimana kader Tapak Suci dapat menjadi kader militan sesuai harapan organisasi? Tentunya kita harus memahami visi, misi, aturan, etika, dan alur kebijakan organisasi yang tertulis jelas dalam AD/ART Tapak Suci Putera Muhammadiyah.
Sayangnya, militansi kader yang melebihi batas wajar—akibat adanya ambisi yang tidak dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup—akan memberikan dampak yang buruk dalam perkembangan organisasi. Misalnya akan menimbulkan perbedaan sudut pandang dalam melihat sebuah kebijakan organisasi.
Yang harus kita garisbawahi di sini adalah militansi kader kebablasan yang kemudian hari mereka bersama-sama membangun jaringan “organisasi di dalam organisasi” yang mengenalkan identitasnya sebagai Forka.
Jumlah anggota yang berhasil dijaring di hampir seluruh Pimda Tapak Suci, seolah melegitimasikan identitas organisasi ilegal itu menjadi sebuah organisasi kepanjangan tangan Pimpinan Wilayah II Tapak Suci Jawa Timur di luar yang tertulis dalam AD/ART.
Oleh akarena itu, sekali lagi, kami meminta ketegasan Pimpinan Wilayah II Taka Suci Putera Muhammadiyah Jawa Timur agar memberikan sangsi yang tegas kepada Forka, yang telah melakukan pelanggaran etika dalam proses pendewasaan organisasi. Dan langkah-langkahnya tidak sesuai AD/ART yang menjadi ‘konstitusi’ oraganisasi.
Ini demi tercapainya misi dakwah amar makruf nahi mungkar Tapak Suci Putera Muhammadiyah secara kaffah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni