Keledai yang Angkuh ibarat Penguasa Model Begini oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Di suatu negeri para biksu, seekor keledai ingin turun gunung. Seorang biksu menuntunnya turun setelah barang bawaannya patung Budha dan lainnya diangkut di punggung keledai.
Setiba di keramaian, keledai kaget banyak orang mengambil posisi menyembah kepada dirinya. Setelah awalnya bingung, akhirnya binatang itu berbangga diri. Betapa dihormati bahkan disembah dirinya oleh banyak orang.
Keledai kembali ke gunung dengan prestise dan keangkuhan baru. Hingga sewaktu ada keramaian gong dan gendang suara rombongan pernikahan. Hewan itu sengaja mendekat dan menghalangi. Harapannya orang-orang akan menghormati dan menyembahnya seperti saat ia turun gunung. Tetapi apa yang terjadi? Ia itu justru dipukuli hingga luka karena menghalangi jalan.
Keledai mengadukan atas sikap berbeda orang-orang kepadanya. Biksu menerangkan bahwa sebelumnya orang menyembah itu karena di punggungnya ada patung Budha. Mereka bukan menyembah keledai tetapi menyembah apa yang ada di punggungnya. Nah ketika tidak ada sesuatu di punggungnya itu, maka keledai pun dipukuli atas keangkuhannya.
Kekuasaan dan Personal
Begitulah perumpamaan kekuasaan. Seorang raja atau presiden didekati, dihormati, bahkan disembah, karena kekuasaan di punggungnya. Bukan personal raja atau presiden itu sendiri. Ketika raja atau presiden itu sudah tidak berkuasa lagi, maka, jika dia tidak berubah karakter, pasti akan dipukuli oleh rakyatnya. Raja atau presiden yang dungu seperti keledai.
Rezim atau pemerintahan siapapun, termasuk rezim Jokowi mesti menyadari akan hal ini. Partai, pengusaha, buzzer, juga aparat semua mendekat dan nyaris menyembah karena kekuasaan yang ada dalam genggaman, bukan karena profil diri yang bisa saja tidak ada apa apanya. ”Siapa loe,” kata anak sekarang.
Karena itu saat berkuasa, santunlah dan merakyat dalam arti sesungguhnya. Jangan angkuh sok kuasa, merasa bisa menentukan jaya dan bangkrut usaha, menghukum sekehendaknya serta melindungi penjahat hanya karena orang dekat.
Jika demikian, maka sebagaimana hukum kekuasaan yang berlaku, bukan mustahil jika besok kepada penguasa itu akan dikatakan bahwa engkau itu bukan siapa-siapa, pribadi hina yang akan dipaksa untuk berwajah memelas.
Rakyat akan memukuli dengan geram sebagai akibat dari sikap yang tak pernah mau berkaca diri. ”Tu stultus es, tu asinus!” Engkau bodoh, dasar keledai! (*)
Bandung, 7 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto