Renungan Jumat: Kematian Menjemput oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Renungan Jumat: Bisakah kematian direncanakan. Di masa pandemi covid ini mati seakan tamu yang sedang menunggu di beranda depan. Satu-satu, sanak kerabat, handai taulan dipergilirkan. Mati seakan mengintai setiap penghuni. Kemudian sirene ambulans menyergap sepi karena mati menjemput. Tanpa disadari semua kita sedang berkawan dengan kematian.
Maut seperti jadi penanda perpisahan radikal. Kemudian ucapan bela sungkawa bersahutan. Diiring doa dan nisan sebagai penanda.
Rhoma Irama melantunkan dalam sebuah lagu pilu tentang sebujur bangkai. Saat jasad ditinggal nyawa. Lantas mati seakan menjadi sosok yang mengintai. Dan manusia berubah menjadi bangkai tidak berguna. Secantik apa pun rupa sepintar dan sekaya apa pun.
Mati adalah pengalaman yang tak bisa diurai. Mungkin saja menjadi sebuah momen yang susah diabstraksi atau sosok atau person yang datang sesuai giliran. Nabi Musa as pernah menolak mati dan menempeleng malaikat maut hingga luka. Sebelum datang tawaran hidup abadi. Dan kompromi bulu domba yang melekat di telapak tangan.
Bagaimana bila mati adalah sosok dan momen sekaligus. Al-Quran menggambarkan bahwa saat mati ada dialog sekaligus momen. Maut digambarkan sebagai sosok malaikat dan momen pilu. Apakah itu penyesalan atau suka cita.
Jika mati adalah momen. Bolehkah kita memilih cara mati. Apakah mati bisa direncanakan. Kapan di mana dan dengan momen seperti apa. Mungkin ini semacam ikhtiar untuk mengubah image bahwa mati tak cukup memberi ruang untuk memilih.
Kata Sang Penyair
Penyair Amir Hamzah bahkan berbicara kepadanya (mati) dalam sajaknya yang putus asa:
Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku bertaut
Di waktu ini gelap gulita.
Sang Maha Sufi Jalaludin Rumi menulis indah tentang kematian terburuk:
Kematian terburuk adalah tanpa cinta
Kenapa kerang menggigil? Demi mutiara!
Setiap dada tanpa Sang Kekasih adalah badan tanpa kepala
Para ulama pun berikhtiar melakukan perlawanan terhadap mati. Meski dalam bentuk permohonan: taubatan qablal maut, rahmatan indal mau, maghfiratan ba’dal maut. Taubat sebelum mati, rahmat saat kematian dan ampunan setelah datangnya mati.
Para ulama menggambarkan kematian adalah sebuah momen yang bisa direncanakan sesuai keinginan. Atau sebaliknja bisa saja ini sebuah ketakutan atau ilustrasi dari keputusasaan yang sangat.
Semoga mati indah. Aamiin (*)
Editor Sugeng Purwanto