Dana hibah APBD Jawa Barat Disorot oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Istilah KKN di awal reformasi sangat populer. Bahkan telah dikeluarkan UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
Seiring dengan perjalanan waktu maka terma KKN mulai memudar. Korupsi merajalela sementara kolusi dan nepotisme seperti tak tersentuh. Padahal keduanya menggejala melekat dengan delik korupsi tersebut.
Para pejabat baik di pusat maupun daerah sepertinya mulai berlomba dalam ber-KKN. Kasus terbaru penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menerima suap proyek Rp5,4 miliar.
Ini konsekuensi dari proses politik transaksional yang terjadi. Ada balas jasa atas terpilihnya dia dalam Pilkada. Pendukung atau tim sukses berhak mendapat alokasi jabatan maupun dana lelah hasil perjuangan. Proposal kegiatan segera dicairkan dari APBN atau APBD.
Di Jawa Barat juga mulai menyengat bau tak sedap KKN. Pembagian dana hibah dan bantuan sosial APBD Jawa Barat tahun 2021 membingungkan publik. Perlu kejelasan kebenaran Surat Rincian Kegiatan Bantuan Keuangan tanggal 13 Januari 2021.
Tidak jelas alasan alokasi besaran sehingga ada nuansa ketidakadilan. Sebagai contoh besaran untuk BKPRMI Jawa Barat senilai Rp3 miliar, ditambah BKPRMI kota/kabupaten Rp 1,4 miliar sehingga total menjadi Rp4,4 miliar.
Sementara MUI Jawa Barat hanya teralokasikan 500 juta tanpa ada alokasi lain untuk MUI kota/kabupaten. Anehnya untuk Bimas Budha teralokasi dana Rp1,125 miliar.
Untuk kegiatan ormas menimbulkan pula pertanyaan. Bagaimana PW Nahdlatul Ulama memperoleh Rp3 miliar lalu organ dan PCNU daerah pun mendapat bagian alokasi berjumlah Rp4 miliar, sehingga total seluruhnya Rp7 miliar.
Sementara PW Al Irsyad Al-Islamiyah Jawa Barat hanya mendapat Rp 483,5 juta. Al Washliyah dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sama sekali tidak memperoleh. Sedangkan LDII justru dapat kucuran dana. Apa alasannya?
Perlu Transparan
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat sebagai ujung penetapan tidak boleh mengambil kebijakan yang diduga semata berdasarkan jasa, kedekatan, atau kepentingan. Objektivitas, transparansi, keadilan, dan proporsi yang tepat harus dilakukan. Jika tidak, tentu wajar menimbulkan pertanyaan publik, bahkan kecurigaan.
Dilihat dari sebaran, maka cukup banyak alokasi anggaran kegiatan untuk lembaga di kabupaten/kota Tasikmalaya. Ada 300-an lebih lembaga dengan variasi dana berbeda. Bahkan sampai ke tingkat kecamatan segala.
Wajar jika reasoning dari pilihan lembaga, kegiatan, dan besarannya dipertanyakan. Perlu uji publik berupa audit agar dapat dicegah terjadinya penyimpangan keuangan akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Jika tidak memiliki kriteria dan sandaran yang jelas, maka dipastikan banyak instansi yang harus turun untuk memeriksa dan mengawasi. Bisa Ombudsman, KPK, ataupun Kejaksaan Agung. Aroma KKN harus diendus dan kebersihannya harus dibuktikan. Masyarakat pun berhak untuk mendapatkan informasi lengkap atas kebijakan anggaran berdasarkan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
Dari performa anggaran Hibah dan Bantuan Sosial APBD tahun 2021 ini tercium bau KKN. Tentu ada lembaga kompeten yang berhak untuk menindaklanjuti. Pemerintahan daerah yang bersih menjadi tuntutan rakyat Jawa Barat. Untuk itulah Gubernur Ridwan Kamil harus menjelaskan dan bertanggung jawab. KKN harus diberantas tuntas! (*)
Bandung, 2 Maret 2021
Editor Sugeng Purwanto