PWMU.CO – Sambut Ramadhan 1442, Haedar Nashir berpesan kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk mengikuti dengan seksama apa yang menjadi tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid.
Hal itu dia sampaikan pada Pengajian Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema Tuntunan Ibadah dan Imsakiyah Ramadhan 1442 H, Jumat (12/03/2021)
Haedar mengatakan, sudah seharusnya warga Muhammadiyah mengikuti apa yang telah digariskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid. Lebih-lebih Ramadhan tahun ini kita masih dihadapkan pada suasana pandemi Covid-19.
“Biarpun (Covid-19) kecenderungannya mulai stagnan, tetapi belum menunjukkan melandai. Sehingga perlu adaptasi yang tentu lebih tawashut, tawazun dalam melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan,” katanya.
Menurut Haedar, substansi tuntunan ibadah di bulan Ramadhan saat ini sesungguhnya pada kaifiyahnya. Sehingga dia mengingatkan warga Muhammadiyah untuk tidak memperdebatkan hal yang kurang substantif.
“Apapun kaifiyah-nya, substansi yang harus terus kita tingkatkan dalam kaitan bulan Ramadan adalah la’allakum tattaqun, agar kita semakin menjadi orang yang bertakwa,” pesannya.
Rujukan Quran, Sunnah, dan Kaidah Ushul
Haedar menegaskan, dalam memberikan tuntunan, Tarjih tentu memiliki pandangan yang kokoh, merujuk pada quran dan sunnah yang maqbulah serta kaidah-kaidah ushul yang dapat dipertanggungjawabkan secara diniyah dan memenuhi keperluan kebutuhan yang dihadapi umat islam.
Meski demikian, Haedar tidak memungkiri di bulan Ramadan nanti akan ada banyak perbedaan pandangan ihwal puasa. Perbedaan tersebut bagi Haedar tidak perlu dibesar-besarkan jika semua umat Islam fokus pada peningkatan ketakwaan kepada Allah.
Dikaitkan dengan momentum Isra’ Mikraj, Haedar mengatakan, sudah seharusnya ada mk’raj ruhani dalam diri warga Muhammadiyah untuk sambut Ramadhan, dan itu harus disiapkan dari sekarang.
“Hal-hal yang menyangkut soal kaifiyah jangan justru menghilangkan kekhusyuan dan niat kita berpuasa maupun beribadah lebih baik. Meskipun di rumah, di masjid (dengan tetap mengikuti prokes) yang harus terus kita jaga adalah kemurnian beribadah, keikhlasan beribadah dan tahsinah dari ibadah itu,” kata Haedar.
Sampai sekarang saja menurut Haedar masih ditemukan perbincangan-perbincangan yang mengatakan Covid sebagai ilusi, konsprirasi dan yang melakukan sikap kewaspadaan dengan shalat berjarak dikatakan mengikuti madzhab WHO.
“Pemahaman yang seperti ini menunjukkan bahwa kita masih merawat sifat congkak dalam hidup. Bahkan mungkin karena motif agama pun bisa masuk dalam kategori tazakku, merasa diri paling suci. Padahal hal itu tidak dibenarkan dalam agama,” tandasnya. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni