Lima Keunikan Kader IMM, kolom ditulis oleh Nugraha Hadi Kusuma, Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (Jawa Timur).
PWMU.CO – Perjumpaan saya dengan kader-kader IMM, bermula dari ‘takdir’ saya sebagai anak biologis dan ideologis KH Mohammad Abdul Ghoffur. Abah (ayah) adalah seorang penggerak Muhammadiyah di tingkat grassroots (akar rumput) di Malang.
Sejak tahun 1966, beliau menyediakan ruang pertemuan di rumahnya. Di situ berbagai kader persyarikatan berkumpul dengan berbagai aktivitasnya. Ada yang dari PII (Pelajar Islam Indonesa), HMI (Himpunan Mahasiswa Iislam), dan AMM (angkatan muda Muhammadiyah).
Rumah plus mushala kecil di Kampung Mbetek, Penanggungan, Kota Malang, itu akhirnya menjadi jujukan para aktivis Muhammadiyah. Maka lahirlah tokoh-tokoh penggerak Muhammadiyah, di mana saja mereka berada. Seperti H. Abdul Mun’im, Ibu Wajdiyah, Ustadz Suriansyah, atau Ustdaz Abdul Wahab.
Berinteraksi sejak kecil dengan mereka membuat saya menemukan titik temu dengan kader-kader tangguh persyarikatan. Tapi baru pada tahun 1991 saya berdialektika secara serius dengan kader-kader IMM hingga kini.
Karena itu saya dapat menyimpulkan ada lima ciri khusus yang menjadi trade mark kader IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah) yang kini berulang tahun ke- 57 ini.
Sikap ‘Mekithik’
Mekithik adalah istilah Malangan untuk menyebut orang yang sedikit tinggi hati alias sombong. Nah, mekithik-nya kader IMM karena keberhasilan indoktrinasi pada mereka sebagai intelektual atau intelegensia Muslim.
Karakter mekithik ini tergambar dari kebiasaan ngeyel dalam berdiskusi atau berinteraksi ilmiah, meskipun dengan canda dan tidak ngambekan (marahan).
Orientasi Mendapatkan IMMawati
Mungkin terpengaruh lagu. Banyak kader IMM yang terobsesi mendapatkan jodoh IMMawati. Bahkan harus sampai menjadi jones atau jomblo ngenes. Sementara bagi yang dapat jodoh IMMawati, mereka seakan menapaki kasta yang lebih tinggi. Mereka bisa membanggakan di berbagai acara. Ini yang bikin saya tersenyum bila bertemu dengan kader-kader yang luar biasa ini.
Leader
Penanaman frasa sebagai pemimpin melekat kuat di IMM. Maka, positifnya banyak kader kini menjadi yang terbaik dalam konteks persyarikatan dan kebangsaan. Mulai ranting hingga PP Muhammadiyah. Mulai karyawan AUM hingga Komisaris BUMN. Kader-kader IMM tangguh dan sudah terbukti berperan aktif dalam berbagai kesempatan dan bidang.
Literatif
Saya selalu bertemu dan berdiskusi selama 25 tahun ini dengan kader-kader persyarikatan dalam berbagai momentum. Kader IMM adalah kader yang setiap kali berargumen selalu ada rujukan atau referensi yang memadai. Jadi tidak asal bunyi, sehingga interaksi pikir bersama mereka itu asyik dan menyenangkan.
Grusa-grusu tapi Fanatik
Kalau ini terkait perilaku politik. Tapi ini subjektif saya dalam memandangnya. Grusa-grusu dalam kontek budaya Jawa itu bermakna tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dan langkah politik.
Dalam banyak kejadian, vonis dan justifikasi politik dilakukan IMM tanpa memperhitungkan dampak internal bagi kader IMM—yang kadang dalam bertarung antarfaksi itu terbawa sampai seumur hidup.
Padahal dari keputusan yang grusa-grusu—umpamanya karena dinamika pemilihan ketua komisariat atau cabang—terbawa terus tidak tuntas. Dan mereka fanatik pada dongeng masa lalu yang sebenarnya tidak diperlukan di masa kini. Unik dan khas!
Selamat ulang tahun atau milad ke-57 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Semoga Allah memberkati kita semua dalam melintasi zaman ini. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni