PWMU.CO – Prof Zainuddin Maliki MSi menyampaikan Muhammadiyah berpengalaman mengelola pendidikan sebelum Indonesia merdeka dalam rapat kerja virtual Forum Silaturrahim dan Komunikasi (Foskam) SD/MI Kabupaten Gresik, Selasa (16/3/21).
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan hal tersebut adalah modal sejarah luar biasa, walaupun ada beberapa orang mengingkari sejarah dengan mengatakan tidak mengetahui masa lalu yang diketahui hanya masa depan.
“Padahal kita tumbuh dan bangkit dengan adanya sejarah. Oleh karena itu, kita tidak bisa menafikkan hal ini,” terangnya.
Lembaga Dikelola Muhammadiyah
Dalam rapat secara virtual, Prof Zainuddin menerangkan pengurus Foskam dan kepala sekolah/madrasah harus didasari ilmu sehingga bisa menjalankan tugas secara profesional.
“Jenjang pendidikan SD/MI sangat strategis karena itu adalah masa-masa yang sangat menentukan masa depan dari anak,” jelasnya.
Hal ini, lanjutnya, di level anak memberikan dasar perkembangan jiwa. Maka, kepala ekolah dan guru mempunyai tanggung jawab yang tidak mudah. “Perlu komitmen dan profesionalisme yang bagus.”
Dia menegaskan, jika basic education ini bagus, maka pendidikan berikutnya akan lebih mudah, begitupun sebaliknya. Untuk itu, guru harus terus meningkatkan kompetensi diri.
Terencana dan Sistematis
Prof Zainuddin memaparkan prinsip pendidikan yang baik adalah terencana dan sistematis dalam mengembangkan potensi anak didik.
“Mulai dari potensi kepribadian, kognitif, dan juga psikomotorik,” ungkapnya.
Sebagai langkah awal, lanjutnya, perlu dilakukan terlebih dahulu pemetaan minat, watak dan bakat dari anak itu sendiri.
Pembelajaran Otentik
Prof Zainuddin menyampaikandunia pendidikan sekarang perlu melakukan pembelajaran otentik (authentic learning).
“Contohnya, jika belajar bahasa Inggris, bahasa Arab, dan lainnya maka dia harus berbicara. Jika belajar berenang, maka dia harus pergi ke kolam renang dan berenang. Jika belajar bersepeda, maka dia harus bersepeda,” ujarnya.
Tetapi, ingatnya, yang terjadi saat ini pelajaran tentang bahasa, berenang dan bersepeda dilakukan di dalam kelas sehingga pembelajaran tidak otentik.
Harusnya, tekannya, pembelajaran otentik harus dikemas dengan membawa peserta didik pada kehidupan yang nyata. Seorang guru harus mendesiin pembelajaran yang riil sehingga anak dibawa to the riil world (kehidupan nyata).
Pembelajaran secara Mendalam
Prof Zainuddin menganjurkan untuk melaksanakan pembelajaran perlu dilakukan secara mendalam, istilahnya yaitu deep learning,
“Jadi tidak hanya kulitnya saja. Seperti 4 pilar pendidikan yang disampaikan oleh UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.”
Yang pertama, lanjutnya, learning to know, bagaimana siswa belajar mengetahui tentang suatu pengetahuan. Kedua, learning to do, setelah mengetahui, maka seorang siswa belajar untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu.
“Ketiga learning to be yaitu setelah mengetahui dan melakukan, maka harus dijiwai dan dihayati. Terakhir adalah learning to live together yaitu ilmu yang sudah dihayati dibawa dalam kehidupan yang nyata,” tandasnya. (*)
Penulis Tineke Wulandari. Editor Ichwan Arif.