Muktamar IPM, Mati Gaya atau Penuh Arti oleh Moh. Ernam, Wakil Kepala SMAMDA Sidoarjo.
PWMU.CO– Muktamar ke-22 Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dilaksanakan tanggal 25-28 Maret 2021 secara luring dan virtual dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah.
Pelaksanaan muktamar ini mengingatkan saya pada Muktamar IPM tahun 2002 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sebagai koordinator lapangan (korlap) saya bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang harus diikuti. Mulai pembukaan sampai penutupan. Mulai dari pawai sampai bazar. Pokoknya korlap yang atur semua.
Adu dua hal yang saya ingat dengan baik. Pertama, hal yang mendebarkan, dikepung Kokam dan Tapak Suci (TS). Jawa Timur tidak terima jika laporan pertanggungjawaban (LPJ) divoting. Jawa Timur keukeuh menolak LPJ. Juga menolak voting.
Sebagai korlap, di tengah kisruh yang crowded saya ambil inisiatif. Orasi. Saya pegang mik dan mulai orasi, membakar semua peserta agar menolak LPJ. Lagi asyik orasi tiba-tiba sound system mati. Rupanya dimatikan oleh panitia.
Semua sudah diprediksi bahwa pasti sound system akan dibungkam. Maka jurus andalan dikeluarkan. Pakai megaphone. Orasi kembali menggema. Barisan sudah rapat. Siap! Tiba-tiba Kokam dan Tapak Suci melompat. Mengepung rapat. Lengkap juga dengan toya atau tongkat. Tak ingin jatuh korban, saya perintahkan semua mundur. Walk out.
Kedua, hal yang memalukan. Semua peserta dari Jatim keracunan makanan. Iya… termasuk saya. Huhuhu… Semua mencret. Persiapan yang matang. Kumpul di Ngawi untuk menyatukan suara. Solid. Kompak. Semua hancur berantakan. Gara-gara mencret. Alhasil jargon jer basuki mawa bea yang diusung otomatis berganti, IRM… Jaya… Creett!!
Tak Perlu Mati Gaya
Lalu apa kami terus mati gaya? Lulak luluk lunglai? Jelas tidak. Anak Jatim kok hilang arah. Pasti salah. Di setiap forum, di pleno maupun komisi kami tampil jumawa. Memaparkan usul, saran, protes dengan logika bonek. Hantam dulu pikir kemudian.
Seperti Muktamar IPM kali ini, saat pandemi. Maka IPM tak boleh mati gaya. Tersedak, sesak nafas. Jangan. IPM tak boleh hilang arah mati gaya. Sebagai Ortom yang paling singkat masa kepemimpinannya, paling muda usianya, maka IPM beda.
Berdiri tegaklah tampillah di muka. Menjawab tantangan dengan kreativitas. Termasuk pelaksanaan Muktamar daring luring hibrid. Disiarkan dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto, diikuti dari tiap wilayah. Lakukan. Jangan tunggu kondisi membaik untuk melakukan sesuatu, tapi lakukan sesuatu agar kondisi membaik. Itu ciri khas anak muda. Terjang dulu, pikir kemudian.
Tidak boleh seperti orangtua. Terlalu banyak mikir sampai tak berani berbuat. Undur, undur lagi. Menunggu kondisi aman.
Muktamar yang Ditunggu
Keberanian menggelar Muktamar IPM di saat pandemi masih berlangsung layak dapat jempol. Dua, empat, atau delapan. Good. Sangat bagus. Melangkah keluar ketika semua orang harus tiarap di ranjang sungguh luar biasa. Sangat khas anak muda. Tak perlu diragukan.
Hal yang terpenting dari keberanian ini adalah hasilkan keputusan terbaik. Untuk umat untuk bangsa. Untuk seluruh anggota IPM yang saat ini rebahan di rumah. Belajar dengan daring. Sambil main games. Dan googling untuk cari jawaban. Sangat instan.
Jargon nuun walqolami wamaa yasthuruun bumikanlah. Tradisi iqro’ hidupkanlah. Sampaikan ke ranting-ranting, ke sekolah. Agar kajian tak hanya berisi soal pacaran, mode syar’i, nikah dini. Sementara ayat-ayat semesta tak terbaca, ayat-ayat kauniah tak terkaji, tradisi riset apalagi.
Lalu kapan umat ini menjadi umat terbaik? Kapan terwujud kuntum khoiru ummah? Jika sejak dini hanya belajar soal ubudiyah lalu abai dengan ayat muamalah duniawiyah, terus kapan umat ini di barisan depan? Ekonomi nomor satu. Teknologi paling maju. Pengetahuan tak perlu diragu. Kepemimpinan, politik? Pasti ditunggu.
IPM sungguh dikau tuan puan yang diharapkan. Membangkitkan generasi dari nina bobok, mabuk judi. Khamr dan pil similikiti. Serta tipu daya duniawi. Bangkitkan pelajar berbudi pekerti. Luas ilmu luhur bakti. Di tanganmu umat menuntut pasti. (*)
Editor Sugeng Purwanto