Penemu Amakasa, Innik Hikmatin, adalah satu-satunya dari Jatim yang ikut menyusun Pedoman Membaca Al-Quran bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara Tahun 2021 yang diadakan Kementerian Agama RI
PWMU.CO – Tiga pekan yang lalu, panggilan tak terduga masuk di ponsel Kepala UPT Resource Centre Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik Innik Hikmatin SPd MPdI. “Apakah Bu Innik ini yang menyusun pedoman membaca al-Quran bagi anak tunarungu di UPT Resource Center dengan metode Amakasa?”
“Iya benar, ibu dari mana?” tanya Innik. Ia belum mengetahui wanita yang sedang menelponnya adalah perwakilan Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Kementrian Agama RI 2021—yang mendapat informasi tentang dirinya dari internet.
Setelah mengetahuinya, Innik merasa terkejut. Hampir saja ia menangis mendapat undangan dari Kementerian Agama RI untuk menjadi bagian Tim Penyusun Pedoman Membaca al-Quran bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
“Alhamdulillah, saya satu-satunya yang dari Jawa Timur yang diundang,” ucapnya dengan haru dan penuh syukur pada PWMU.CO Sabtu (20/3/2021)
Selain Innik, empat pakar lainnya dari berbagai daerah juga hadir dalam Sidang Ke-1 Penyusunan Pedoman Membaca Al-Quran bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara. Yaitu:
- Aprizar Zakaria yang memaparkan Konsep Pembelajaran al-Quran di Majelis Ta’lim Tuli Indonesia (MTTI) Jakarta.
- Mukhlisin SHi yang memaparkan Konsep Pembelajaran al-Quran di Pesantren Tunarungu Abata Temanggung.
- Pudji Achmad Gani yang memaparkan Konsep Pembelajaran al-Quran di Rumah Tuli Jatiwangi (RTJ) Majalengka.
- Tri Purwanti SPd yang memaparkan Konsep Pembelajaran al-Quran Metode Amaba di SMP Islam Qathrunnada Yogyakarta.
Bersyukur dapat Keajaiban Berangkat
Ibu yang pernah menjabat Wakil Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik ini masih tidak menyangka bisa menghadiri undangan spesial itu. “Keberangkatan saya kemarin adalah sebuah keajaiban Allah, padahal saya kemarin habis sakit selama satu pekan,” ujarnya.
Meski baru sehat, Innik mampu menjalani serangkaian kegiatan pada saat itu. “Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan semua persiapan berkas untuk dibawa dan dipresentasikan di sana. (Berkat) doa semuanya, Alhamdulillah saya bisa mempresentasikan dengan baik,” terang dia.
Menurut Innik, kemudahan yang ia peroleh juga akibat dirinya selalu membaca dan mengaji al-Quran. “Itulah karena kita selalu mendengarkan petunjuk Allah. Alhamdulillah kita temukan dalam surat-surat yang ada di al-Quran,” tutur wanita yang pernah menjadi Wakil Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Sidayu ini.
Innik juga bersyukur, setelah mendapat undangan berharga ke Jakarta itu, dirinya dikenal Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah. Sebab, di sana, Innik bertemu salah satu keluarga Bu Min—sapaan akrab Aminatun Habibah—yaitu Paman Khotib. Mengetahui Innik dari Gresik, ia langsung memberikan nomor Bu Min dan meminta Innik memohon doa restu.
“Padahal saya kemarin waktu berangkat nggak pakai woro-woro ke beliau,” ungkapnya.
Innik juga senang bisa berdiskusi langsung dengan Koordinator Fungsi Penilaian Direktorat PMPK Kemendikbud RI Aswin Wihdiyanto di sana. Menurutnya, Aswin sangat mengenal dirinya. Tampak ketika Aswin menyampaikan sambutannya.
“Sebegitunya perjuangan Bu Innik untuk memunculkan ide serta inovatifnya, sehingga ada metode khusus membaca al-Quran untuk anak penyandang disabilitas sensoris rungu,” ujarnya menirukan cuplikan sambutan Aswin.
“Alhamdulillah semua berjalan indah dan selalu mendapat kemudahan dari Allah,” ujarnya penuh syukur.
Metode Amakasa
Menurut Innik, metode Amakasa (Abjad Jari Metode Makasa) memadukan tiga konsep untuk merehabilitasi pendengarannya dengan bina persepsi bunyi dan irama melalui kata lembaga. Selain itu, metode ini bisa mengembangkan komunikasi dengan pembinaan bicara (bina wicara) atau artikulasi huruf al-Quran. Metode ini juga dapat mengembangkan dan menata pendidikannya dengan belajar Abjad Jari SIBI.
Adapun pelaksanaannya, menggunakan tiga model: model Scaffolding (perancah atau anak tangga). Yaitu bantuan yang terstruktur pada awal pembelajaran dan secara bertahap meningkat. Model pertama ini menjadi alat penting membantu mengonsep pengetahuannya dari beragam perpaduan dalam benaknya. Selain itu, anak bisa memahami bahasa lisan (verbal) dalam membaca al-Quran.
Model yang kedua adalah Ekspresif-Reseptif. Siswa duduk berhadapan dengan teman sebayanya. Salah satu siswa mengucap huruf al-Qurannya (bersifat ekspresif) sambil memperagakan abjad jari. Sementara itu, siswa lainnya mengamati (bersifat reseptif) apa yang diucapkan dan diperagakan.
Keduanya saling bekerja sama mengintegrasikan kemahiran hidup. Siswa akhirnya menyadari potensi dirinya, muncul pengalihan informasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan.
Model yang terakhir adalah Individual. Seorang siswa mengucapkan bacaan huruf al-Quran dengan nada irama, dimana mengarah pada pembelajaran persepsi bunyi dan irama.
27 Tahun Kelahiran Amakasa
Pada 25 Mater 2021 lalu metode Amakasa berulang tahun yang ke-27. Sebab Innik melahirkannya pada 25 maret 1994 bertepatan dengan malam 17 Ramadan 1414H. Saat dihubungi PWMU.CO, Innik tidak menyadarinya. “Oh nggeh (ya), saat itu 25 Maret. Bu Innik ingatnya 17 Ramadhan begitu saja,” tuturnya melalui WhatsApp.
Saat baru lahir, sasaran pertama uji cobanya adalah siswa penyandang disabilitas sensoris rungu kelas awal Sekolah Luar Biasa (SLB) B Perguruan Muhammadiyah Golokan Sidayu Gresik. Pada kelompok tersebut, siswa telah memahami bina wicara artikulasi huruf al-Quran dan abjad jari.
Kedua hal inilah yang penting dalam metode Amakasa, di mana Innik juga menggabungkannya dengan metode Iqra, Qiraati, dan al-Barqi. Lantas Innik menyesuaikan metode al-Barqi yang kemudian ia beri nama Amakasa.
Sebab, di Indonesia belum ada pedoman khusus bagaimana anak tuna rungu bisa membaca al-Quran. Padahal anak tuna rungu terbatas dalam mempersepsi informasi yang mereka terima.
Juara Nasional
Berbekal pengalaman mengajar yang ia dokumentasikan secara detil dan rapi, Innik membawa metode Amakasa ke Kemendikbud Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam rangka Lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Nasional. “Alhamdulillah dapat juara II nasional,” ujarnya.
Innik ingat betul bagaimana anak dan suaminya dulu ikut membantu mengetikkan huruf demi huruf beberapa bagian al-Quran dan abjad jarinya. “Nggeh (ya) Alhamdulillah dukungan kekuarga,” katanya.
Saat itu, agar bisa menjadi rujukan bagi guru lainnya, Innik bersama Direktorat Tenaga Kependidikan membuat video pembelajaran membaca al-Qur’an melalui abjad jari dan metode Makasa ini. Klik di sini videonya.
Setelah menerapkannya bertahun-tahun, Innik menyadari metode Amakasa juga sangat bisa memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas sensoris tungu dewasa. Terutama bagi para binaan UPT Resource Centre Gresik: Komunitas Tuli Gresik (Kotugres).
Pada dasarnya, komunitas ini adalah program transisi Post School UPT Resource Centre Gresik. Sebagian besar anggotanya penyandang disabilitas sensori rungu yang belum memahami huruf-huruf al-Quran. Setelah menerapkan program “Ngaji dan Menulis Bareng bersama Bu Innik” (20/2/2019)—melalui metode Amakas—ternyata mereka merasa lebih mudah membaca al-Quran.
Hasil Sidang
Kepada PWMU.CO, Innik mengungkap. masing-masing lembaga yang sudah mengaplikasikan metodenya, boleh lanjut menerapkan sesuai karakteristik dan budaya masing-masing daerah. Jadi tidak dilebur metodenya.
“Dinyatakan sah untuk daerah masing-masing, apalagi di Jawa Timur, lahirnya Amakasa sudah sejak 1414 H. Jadi tidak mungkin Lajnah Pentahshihan Kementerian Agama RI menghentikan praktik yang sudah berjalan baik,” terang Sekretaris Pokja Pendidikan Inklusi Kabupaten Gresik itu.
Pertemuan di Jakarta dua pekan lalu (15-17/3/2021) ternyata bukan yang terakhir. Langkah selanjutnya, dua pekan lagi (5-7/4/2021), Innik mendapat undangan ke Bogor untuk menghadiri pertemuan tahap kedua proses penggodokannya. Masih bersama empat pakar yang sama—Tim penyusunan Pedoman Membaca Al-Quran bagi Penyandang disabilitas Sensoris Rungu.
Hanya saja, untuk sidang kedua ada tambahan beberapa tim: Tim Ahli Ketunarunguan dari UPI dan Tim dari Pondok Pesantren untuk mencari titik temu secara nasional dan internasional, guna memadukan konsep dari lima pakar tersebut.
“Inyaallah akan ada pedoman dari Kementerian Agama Republik Indonesia nanti,” ujar Innik optimis. (*)
Penemu Amakasa Ikut Susun Pedoman Membaca Al-Quran bagi Tuna Rungu; Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni