PWMU.CO– Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2021sudah banyak beredar di media sosial maupun cetak. Puasa Ramadhan akan dimulai Selasa, 13 April 2021.
Jadwal Imsakiyah itu ada yang diterbitkan Suara Muhammadiyah, ada dari Kementerian Agama (Kemenag), atau lembaga lain.
Kalau kita cermati ada perbedaan waktu antara jadwal yang dikeluarkan Suara Muhammadiyah dengan Kementerian Agama. Perbedaan mencolok terjadi waktu Imsak dan Subuh. Sedangkan waktu Maghrib beda tipis.
Contoh, jadwal 1-3 Ramadhan 1442 H atau 13-15 April 2021. Jadwal Imsakiyah yang dikeluarkan Kanwil Kemenag Jawa Timur tertulis waktu Imsak pukul 04.04 WIB, Subuh pukul 04.14 WIB, Maghrib pukul 17.30 WIB.
Sedangkan jadwal Imsakiyah yang diterbitkan Suara Muhammadiyah untuk wilayah Surabaya Jawa Timur tertulis waktu Imsak pukul 04.13 WIB, Subuh 04.23 WIB, dan Maghrib pukul 17.31 WIB. Antara dua versi itu ada selisih waktu sembilan menit pada Imsak dan Subuh. Selisih satu menit saat Maghrib.
Perbedaan ini terjadi karena Suara Muhammadiyah berpedoman kepada Keputusan Musyawarah Nasional ke-31 Tarjih Muhammadiyah pada Desember 2020 bahwa ketinggian matahari pada waktu Subuh berada di titik -18 derajat. Dengan demikian waktu Subuh mundur rata-rata sekitar delapan menit dari jadwal sebelumnya.
Jadwal Kemenag menentukan waktu Subuh, ketinggian matahari berada di titik -20 derajat sehingga tersusunlah jadwal shalat dan Imsakiyah yang beredar selama ini.
Pengamatan Sejak 2010
Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah mengeluarkan Keputusan Nomor 734/Kep/I.0/B/2021 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional XXXI Tarjih Muhammadiyah tentang Kriteria Awal Waktu Subuh untuk dilaksanakan dan menjadi pedoman berpuasa dan shalat warga persyarikatan.
Keputusan Muhammadiyah untuk mengoreksi jadwal shalat karena sudah lama mendapat masukan agar meninjau kembali waktu Subuh yang dinilai terlalu dini. Masih masuk waktu malam.
Masukan itu dilaksanakan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) yang dibahas dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 tahun 2010.
Majelis Tarjih mengamanatkan kepada tiga lembaga untuk mengkaji dan observasi fajar, di antaranya Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Pusat Studi Astronomi (Pastron) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan Islamic Science Research Network (ISRN) Universitas Prof Dr Hamka (UHAMKA).
Ketiga lembaga astronomi perguruan tinggi Muhammadiyah tersebut menggunakan alat Sky Quality Meter (SQM) yang diarahkan ke zenit untuk mengkuantisasi perubahan tingkat kecerahan langit.
ISRN UHAMKA selain menggunakan SQM juga memakai kamera DSLR, kamera All-Sky, kamera smartphone, dan kamera drone. Pengamatan langit oleh ketiga lembaga astronomi ini dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Pada akhirnya menghasilkan kesepakatan bahwa rata-rata ketinggian matahari tidak berada di titik -20 derajat.
Dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-31 tahun 2020 yang diadakan pada 28–29 November 2020, 5–6 Desember 2020, 12–13 Desember 2020, dan 19–20 Desember 2020 memutuskan bahwa ketinggian matahari berada di -18 derajat.
Pandangan ini diperkuat dengan mayoritas ahli astronomi muslim klasik sejauh yang bisa diakses Majelis Tarjih. Begitu pula hasil riset yang dilakukan Mohd Zambri Zainuddin dkk dari Malaysia menyimpulkan hal yang serupa.
Sebagai perbandingan, sejumlah negara juga menggunakan kriteria awal waktu Subuh pada ketinggian matahari -18 derajat seperti, Turki, Inggris, Perancis, Australia, Nigeria, dan Malaysia.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto