Ustadz Nadjib Telah Mudik Selamanya oleh Anwar Hudijono, Kolumnis tinggal di Sidoarjo.
PWMU.CO – Kepala rasanya seperti disambar petir begitu membaca pesan WA bahwa Ustadz H. Nadjib Hamid, M.Si, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur wafat di RS Khadidjah, Sepanjang, Sidoarjo, Jumat (9/4/2021) sekitar pukul 08.00.
Saya masih setengah percaya setengah tidak. Saya coba telepon pengirim pesan, rekan M. Roissudin. Tapi tidak konek. Lantas saya hubungi Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni. Sambil terisak-isak dia menjawab, “Injih, Ustadz Nadjib kapundhut Allah.”
Menurut info dari PWM, jenazah akan dishalatkan di Masjid Al Badar, depan kantor PWM Jatim bakda Shalat Jumat. Kemudian dibawa ke rumah duka di Jalan Ubi IV no.27 Surabaya. Untuk selanjutnya dimakamkan di tanah kelahirannya, Paciran, Lamongan.
Soal mati, semua juga akan mati. Tapi kematian Ustad t Nadjib ini benar-benar membuat saya kaget setengah mati. Betapa tidak, sudah agak lama saya tidak saling kontak. Tidak dengar sakitnya tiba-tiba dengar sudah meninggal.
Jelas saya kehilangan seorang sahabat terbaik. Saya kenal Mas Nadjib sejak sama-sama menjadi pengurus PWM Jatim zaman ketuanya KH Abdurrahim Nur. Kemudian dilanjut zaman Pak Fasich. Sekalipun posisi saya cuma sebagai pengurus baladupak, peramai, sedang Mas Nadjib posisi pengurus harian tetapi tidak membuat ada jarak. Muhammadiyah memang egalitarian.
Mas Nadjib terus menjadi wakil sekretaris kemudian sekretaris PWM. Pada periode Ustadz Sa’ad Ibrahim ini almarhum menjadi wakil ketua. Prediksi saya, selangkah lagi dia menjadi Ketua PWM. Dia sudah mengantongi semua persyaratan untuk mengemban amanat itu.
Bagi saya, Mas Nadjib itu perpustakaan hidup Muhammadiyah. Pengetahuannya tentang Muhammadiyah seperti cakrawala tanpa batas. Nah, beruntunglah saya biasa memanfaatkan perpustakaan hidup ini. Kalau menyangkut soal Muhammadiyah, dialah rujukan seperti saya minum air sumur tidak pernah kering.
Total
Mas Nadjib itu tipe orang yang secara total mewakafkan dirinya untuk Muhammadiyah. Manhaj perjuangannya ya Muhammadiyah. Kalau sudah dawuh Muhammadiyah, dia itu sepertinya sami’na wa atha’na (mendengar dan patuh).
Termasuk ketika ditugaskan menjadi calon DPD dari Jawa Timur pada Pemilu 2019.
Dia tidak kuasa menolak meskipun dia sangat mafhum politik bukan maqamnya. Platformnya begini, jika sudah niat mewakafkan diri ke Muhammadiyah itu harus diteguhkan dengan ikhlas. Direnda dengan pengorbanan. Disulam dengan istiqamah.
Dia pernah menjadi anggota KPUD Jatim. Pilihan itu bukan karena di enjoy main politik. Tapi terpanggil untuk menyelenggarakan event politik yang jujur dan bermartabat dalam rangka membangun demokrasi.
Itu bagian dari strategi dakwah amar makruf nahi mungkar. Jika terjadi atau berpotensi terjadi kemungkaran ubahlah dengan tanganmu. Jika tidak mampu dengan lisanmu. Jika tidak mampu pula dengan doa. Nah, menjadi anggota KPUD itu strategi dengan tanganmu (kekuasaan).
Mas Nadjib sudah mudik untuk selama-lamanya. Insya Allah bekal mudiknya sudah cukup. Tidak akan kena cegatan. Apalagi sampai “dikarantina” di pinggiran jahanam.
Saya melihat rupanya sebelum mudik, dia sudah menyiapkan Nadjib-Nadjib muda yang akan meneruskan perjuangan dan pengabdiannya di Muhammadiyah. Karena kaderisasi yang berkesinambungan itulah salah satu pilar kokohnya Muhammadiyah. Rabbi a’lam.
“Wahai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu
Dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam golongan
Hamba-hamba-Ku
Dan masuklah ke dalam surga-Ku”.
(Quran 89:27-30).
Sugeng kundur, Mas Ustadz Nadjib. (*)