PWMU.CO – Tujuh Bekal Tumbuhkan Budaya Tangguh pada Generasi Penerus disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Drs H A Dahlan Rais MHum pada kajian Ramadhan Aman dan Sehat, (25/4/21).
Kajian virtual spesial Ramadhan bersama PP Muhammadiyah ini persembahan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), Lazismu dan Wardah..
Dahlan Rais memulai kajiannya dengan mengutip firman Allah pada Quran surat an-Nisa ayat 9: “Hendaklah ada rasa takut di antara kamu, pada diri kamu, seandainya meninggalkan anak keturunan generasi penerus yang lemah dalam banyak hal, kesejahteraan dan lainnya, karena itu bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah berkata benar”.
Melalui ayat ini, Dahlan menunjukkan, Allah mengingatkan muslim jangan sampai meninggalkan generasi penerus yang lemah. Atau kalau dibalik, “Siapkan generasi penerus yang tangguh!” ujarnya.
Indikator Tangguh
Dahlan Rais menyatakan, tangguh berarti pantang menyerah, pribadi yang tidak pernah merasa lemah atas sesuatu yang terjadi pada dirinya. Juga selalu berpikir positif. Tangguh juga berarti kemampuan atau sikap untuk berbuat yang terbaik terhadap apa yang menjadi kewajibannya.
Kalau sudah berniat untuk mencapai tujuan, tambah Dahlan, maka harus bersikap faidza azamta fatawakkal alallah (Jika kamu telah bertekad kuat, maka bertawakallah kepada Allah).
Jadi, lanjutnya, kalau sudah bulat niat itu, maka harus siap melaksanakan dengan risiko apapun. Kemudia dia mengutip pepatah Jawa, “Rawe-rawe rantas malang-malang putung“. Juga pepatah, “Sekali layar terkembang, surut kita berpantang”.
Maksud dia, kalaupun ada gunung, lembah, ngarai, dan laut, tetap akan diseberangi. “Tahan banting! Kalau kata anak muda, though guy. Jatuh-bangkit lagi-jatuh-bangkit lagi-sampai sukses!” ucap Dahlan Rais.
Tangguh Bukan Berarti “Keras”
Dahlan Rais mencontohkan Nabi Muhammad sebagai teladan utama membentuk generasi yang tangguh. Dia mengutip Quran surat al-Ahzab ayat 21, “Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah. Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik.”
Dahlan lalu menceritakan saat Muhammad SAW datang di Tha’if dengan maksud baik, tapi dihina dan dilecehkan, bahkan dilempari batu. Juga dari kisah Nabi Ibrahim, kita bisa belajar bahwa tangguh bukan berarti menunjukkan sikap yang keras. Ternyata, di sisi lain juga menampilkan sikap lurus, ikhlas, dan lembut.
Tampak dari bagaimana Nabi Ibrahim berdoa: “Ya Allah, berhala-berhala itulah yang menyesatkan. Barangsiapa mengikutiku, dia akan masuk golonganku, barangsiapa mengingkariku ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pengampun.”
Dahlan menerangkan, doa ini menunjukkan Nabi Ibrahim yang tangguh itu tidak merasa dendam.
Orangtua Jadi Teladan
Dahlan Rais membagikan tips menghadirkan generasi yang tangguh. Yang pasti, menurutnya, bisa dilakukan lewat pendidikan di rumah, sekolah, maupun di pusat-pusat komunikasi anak itu berkumpul.
Selain itu, Dahlan Rais juga menawarkan masjid sebagai alternatif arena membentuk kepribadian tangguh. Di sini, perlu melihat dan menyadari perubahan saat ini begitu cepat. “Barangkali kontennya tetap, tapi cara penyampaiannya harus berbeda, medianya juga sudah berbeda,” tuturnya.
Kemudian, Dahlan Rais menekankan pentingnya peran keteladanan orangtua. Misal, ketika orangtua pegang ponsel, anak juga melakukannya. “Maka, orangtua harus memberi contoh, alat ini sebagai media mencari ilmu pengetahuan yang sangat mudah dan cepat,” terangnya.
Orangtua perlu mencontohkan bagaimana menggunakan ponsel untuk kebaikan. “Dengan begitu, kita baru bisa mengharapkan anak-anak kita jadi pribadi tangguh,” ujarnya.
Mengatur ini menurutnya tidak mudah, apalagi saat anak membawa ponselnya masuk kamar. Orang lain tidak bisa tahu tulisan atau gambar apa yang anak lihat dari ponselnya.
Tujuh Bekal Tangguh
Untuk menyikapi ini, menurut Dahlan Rais, yang pertama kali harus ditanamkan dalam diri anak adalah akidah yang kuat. “Tauhid itu yang utama!” ucapnya.
Kedua, menanamkan akhlakul karimah, yaitu akhlak yang mulia, punya moral, yang membentuk karakter anak. Lalu dia mengutip sabda Nabi, Innama buits’tu li utammima makarimal akhlak.
Moral, menurutnya harus kembali pada tauhid, jalan Allah. Karena untuk mencapai sebuah tujuan, orang yang tidak ber-Tuhan akan menghalalkan segala cara. “Generasi Islam yang tangguh tidak boleh melakukan ini. Agar tangguh, harus mengikuti tata cara aturan yang tepat!” tuturnya.
Ketiga, mutlak memerlukan bekal ilmu. “Jangan sampai nasib Muslim itu ketinggalan,” ujarnya.
Keempat, perlu mengajarkan kebiasaan baik, beramal shalih. Dahlan mengingatkan, “Kita harus menyadari, untuk berbuat yang jelek tidak perlu diajari, tapi kalau untuk berbuat kebaikan perlu.”
Contoh sederhana, mengucapkan terima kasih kalau diberi sesuatu. Meskipun menurutnya, menanamkan kebiasaan baik ini tidak mudah.
Kelima, yang tidak kalah penting, put everything on the proper place (letakkan segala sesuatu pada tempatnya).
Keenam, berdisiplin. “Tapi kita masih lemah di sini (disiplin),” kata dia sambil mengutip pepatah “alah bisa karena biasa”.
Sehingga, dia mengajak untuk belajar dari negara maju yang lebih menghargai waktu. “Hindari melakukan perbuatan yang percuma, yang menyia-nyiakan waktu,” tuturnya.
Ketujuh, Dahlan Rais menyarankan agar menunjukkan sikap bersungguh-sungguh. Yang terjadi saat ini, menurutnya, malah sebaliknya. “Orang Jawa mengatakan, ‘obor blarak’,” kata Dahlan Rais.
Maksudnya, menyala terang tapi hanya sebentar. “Kelihatannya semangat, sungguh-sungguh, tapi ternyata hanya sebentar,” jelas dia.
Akhirnya, dia mengajak untuk menangkap inti ajaran agama Islam agar menjadi generasi yang tangguh. “Baik sebagai pribadi, keluarga, maupun komunitas Muhammadiyah, hingga tumbuh budaya tangguh itu,” pesannya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni